DUA BELAS

4.7K 507 11
                                    

"Bahwa rasa itu masih sama,
Manis, pahit, suka dan duka,
bukan Cinta di awal-awal,
tapi selama-lamanya Cinta."

***

Zhafira's home

Pintu ruang tamu terbuka. Papa masih terlihat memakai kemeja kerja dan berbisik pada putrinya.

"Fira, sekarang masuk ke dalam kamar. Mandi dan ganti baju."

Nada bicara Papa terdengar lembut, namun menyiratkan kemarahan. Gadis itu mengintip dari balik ruang tamu, Papa berusaha menerima kedatangan Mama dan Papa Kak Al dengan wajah ramah.

Mama melirik ke arah putrinya yang ingin mendengar apa yang mereka bicarakan. Dari tatapan Mama, Fira tahu dia salah, masih berdiri di luar dan tidak menuruti kata Papa. Dia pun segera masuk ke kamar karena tidak ingin orangtuanya bertambah kesal.

Diam-diam di kamar mandi, Fira menangis. Dia sungguh tadi sudah ijin sebelum pergi ke rumah Kak Al. Tapi ternyata paket datanya habis. Pesannya tidak terkirim ke Papa. Meski supir Om Bintang sudah berusaha mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Tapi arus lalu lintas yang bersamaan jam karyawan pulang kerja, menyisakan kepadatan di jalan-jalan.

Menjelang Maghrib dia baru sampai di rumah. Samar dia tadi mendengar kedua orangtua Kak Al meminta maaf karena Fira pulang terlalu malam. Sesuatu yang seharusnya lebih dulu dia sampaikan ke Papa dan Mama. Sejak beberapa kali dia pulang larut karena urusan ekskul, Papa beberapa kali menyambutnya dalam diam. Tapi itu lebih mengerikan di bandingkan Papa memberinya 'kuliah' lebih dari tiga puluh menit. Dia lebih kangen omelan Papa daripada dicuekin.

"Assalaamu'alaikum. Fira... Sudah mandi? Yuk. Sholat Maghrib bareng Mama. Papa sudah berangkat ke Masjid. Mama nggak ada teman sholat jama'ah."

Fira membuka pintu kamarnya yang semula terkunci. Dia mengambil mukena yang baru ditaruh Bibik di lemari. Mama menggandeng tangan Fira, menuju mushola di sebelah ruang keluarga.

"Ma, Papa masih marah sama Fira?"

Mama tersenyum.

"Kita sholat dulu, Sayang."

Fira dan Mama mengambil wudhu dan mulai sholat berjama'ah. Sepanjang raka'at sholat, gadis itu berusaha menahan air mata. Selama ini Papa tidak pernah marah sampai seperti ini.

Selesai sholat, Mama juga tidak banyak bicara. Mama melanjutkan tilawah dan meminta Fira menyimak. Begitu bergantian. Papa belum ada tanda-tanda pulang. Mungkin Papa masih di Masjid sambil menunggu adzan Isya yang sebentar lagi tiba. Sudah beberapa lembar ayat yang mereka baca, sampai akhirnya Mama menutup mushaf dan memandang lembut ke arah putri kesayangannya.

"Tadi Papa coba hubungi Fira berkali-kali. Dikiranya Fira sudah sampai rumah. Harusnya Papa masih ada meeting sampai sore. Karena Fira nggak bisa ditelpon, Papa batal meeting. Terus semua teman kamu ditelepon. Sampai akhirnya senior Fira yang namanya Al, memberi kabar."

Mama sudah memberi pembukaan panjang lebar. Wajar Papa marah kalau mendengar cerita dari Mama.

"Iya Ma, Fira yang salah. Paket data Fira habis. Fira nggak sadar kalau pesannya gagal terkirim ke Papa. Nggak lama, hp Fira mati. Lupa bawa power bank."

Fira masih menunduk. Jemarinya memilin ujung mukena yang berenda. Menyesali sifat pelupa dan ceroboh yang masih melekat di dirinya.

"Lain kali pamit dulu sama Mama Papa, Sayang. Kalau belum ada balasan, Fira kan bisa telepon. Jangan lagi mampir ke rumah laki-laki asing apalagi itu bukan mahrom kita. Meskipun Mama percaya Al sepertinya lelaki yang baik. Tapi tetap saja diantara dua orang perempuan dan laki-laki yang berduaan, ada setan yang menjadi pihak ketiganya."

Ms Careless and Mr Perfect (Tamat Di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang