2-Prasangka

155 21 22
                                    

"Hanya Dia yang mau mendengar segala keluh kesahmu, saat engkau menjauh ia menyapamu kembali. Saat engkau dekat ia mendekapmu dengan sentuhan kasih sayang." ~ Hidayah.

Pada malam itu terdengar suara gemericik air. Disertai angin malam yang dingin sampai merasuk kedalam tulang. "Ssshh.."

Ternyata sang nenek ingin melaksanakan shalat Tahajjud. Aku pun terbangun dari ranjang reot penuh dengan tambalan kain. Nenek pun memanggilku.

"Zah, hayuk shalat Tahajjudnya bareng yah. Nenek tunggu."

"Iya Nek." Ucapku, serempak dengan masih terkumpulnya nyawa.

Tuturnya penuh kasih sayang. Beliau adalah nenek dari ibuku. Nama beliau Kurniawati, biasa dipanggil Mbah Nia. Beliau berasal dari Jogja. Bukan beliau tak bisa berbahasa Jawa. Setiap kali berbicara pada cucunya beliau menggunakan bahasa Indonesia. Entah kenapa, padahal kami para cucunya ingin sekali bisa berbahasa Jawa.

***

Aku mencoba menyalakan air keran yang penuh dengan karat. Memulai wudhu dengan khusyuk.

"Ssshh"

Dingin pun mulai menyapa melalui pori-pori kulitku. Seakan malam ingin bersahabat dengan seorang Hamzah.

"Hayuk Nek, kita shalat hehe. Maaf lama." Ucapku sembari senyum merasa bersalah.

"Ndak papa kok Zah. Nenek juga sambil Dzikir." Bela Nenek terhadapku.

Sambil sama-sama tersenyum. Aku pun bersiap-siap untuk shalat, menuju sajadah yang telah disiapkan nenek.

"Allaaahuakbar."

Dimalam yang sunyi, kulantunkan bacaan indah. Surat-surat cinta - Nya meluluhkan hati yang sesak oleh gemerlapnya dunia.

***

Siang pun tiba, ku sambut dengan senyuman dan salam pada setiap orang yang menyapa. Selama menuju perjalanan ke pasar.

Aku tinggal di Bandung, Kecamatan Panyileukan, Kelurahan Cipadung Kulon. Dekat dengan Pasar Gede Bage. Sudah 2 tahun aku menjadi kuli panggul. Tak berharap banyak dari pendapatan.

Nasehat dari Nenek selaluku ingat dalam perjalanan.

"Ndak papa dapat sedikit Zah. Yang penting halal dan berkah."

Sesampainya dipasar, aku disambut oleh Kang Iksan. Beliau pemilik warung sebelah yang kadang aku suka lewat ketika sedang memanggul barang.

"Zah, apa kabarnya nih, semangat banget hari ini?" Sapa Pak Iksan kepadaku.

"Hehe, iya dong pak. Biar rejekinya lancar, kan Allah itu tergantung prasangka hambanya." Balasku dengan senyuman ramah.

"Wah, pagi-pagi udah ceramah nih. Kenapa nggak jadi Pak Ustadz aja hehe?" Canda Pak Iksan.

Jidatku pun mengerut, sembari mengedipkan mata dan tersenyum.

"Berat kalau jadi Ustadz hehe. Ilmunya belum ada Pak." Jawabku sambil mengelak.

"Hehe, Pak izin pamit dulu ya. Saya sudah ditunggu orang didalam." Ucapku mengakhiri percakapan.

"Siap Zah, hati-hati ya." Balas Pak Iksan.

"Njeh, Njeh Pak. Terima kasih banyak hehe." Jawabku sembari tersenyum ramah.

Pasar menjadi sebuah kisah yang menarik bagiku. Ketika hati dengan hati saling berbagi. Memberikan semangat baru untuk mensyukuri setiap pemberian dari - Nya.

Bersambung......

Lelaki hitam. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang