7-Perasaan

84 14 8
                                    

Setelah aku mengabari Zahfira, bahwa aku setuju dengan tawarannya. Hidupku terasa menjadi lebih baik, juga rasa syukur yang kupanjatkan kepada Allah bertambah.

Kehidupan terasa ingin bersahabat dengan seorang Hamzah. Sosok yang mungkin orang lain terlebih dahulu berprasangka buruk. Tapi tidak dengan takdir yang Allah berikan.

Ketika susah Allah beri ujian, dan ketika senang Allah beri ujian pula.

***

Aku berjalan melintasi indahnya Kota Bandung, membeli perlengkapan baju untuk ditoko nanti. Aku juga merasa aneh dengan Zahfira, ia mengajakku berbelanja. Padahal dengan pakaianku yang seadanya saja sudah bisa.

"Mas Hamzah, maaf ya. Ini amanah juga dari bapak, dan saya juga nggak bisa nolak." Ucap Zahfira kepadaku.

"Iya Mbak, ndak papa kok. Saya juga butuh refresing hehe." balasku kepada Zahfira, tersenyum kecil sambil mengusap-usap kepalaku sendiri.

Berjalan melewati setiap toko, memberikan sensasi yang sangat berbeda. Yah, namanya juga kota serba lengkap.

"Mas Hamzah, nggak ada niat buat kuliah Mas?" Tanya Zahfira spontan.

"Pengen sih mbak. Saya juga belum ambil paket C, tapi ya nggak papa hidup itu dijalani aja Mbak. Toh kalau Allah beri jalan, saya ambil kok." Ucapku sebagai alasan dari pertanyaan Zahfira.

"Hmm.. Gitu ya Mas. Semangat ya Mas." Kata Zahfira memberi semangat kepadaku.

"Iya Mbak, in sya Allah." Jawabku.

Aku merasakan sesuatu yang sangat berbeda dalam hati. Apakah ini yang dinamakan cinta? Aku pun menolak perasaan itu, sebab tak mungkin juga Zahfira bisa jatuh cinta pada seorang Hamzah. Lelaki Hitam, dan hanya lulusan SMP saja.

Sedangkan Zahfira sudah kuliah. Berpendidikan baik, juga dari tutur katanya yang sopan. Berbeda dengan bayanganku bahwa anak jakarta itu songong-songong.

Ya, pokoknya berbeda dengan Zahfira.

***

"Mas Hamzah suka yang mana?" Kata Zahfira menyodorkan baju kemeja putih.

"Kalau saya yang pas aja Mbak. Sama seperti ukuran baju saya hehe." Ucapku sambil memilih-milih baju.

"Isshh, bukan gituu. Maksud Zahfira, warnanya yang mana?" tegas Zahfira.

"Hehe kalau itu terserah Mbaknya. Kan saya jaga toko bapaknya Mbak. Masa saya yang pilih." Candaku kepada Zahfira.

"Yah, terus saya ngajak Mas Hamzah kesini ngapain dong kalau gitu!" Jawab Zahfira dengan nada kesal.

"Eh maaf mbak, bukannya tadi amanah dari bapak saya diminta ikut mbak?" Ucapku spontan.

Zahfira pun berbalik arah, terasa dirinya sangat malu menatapku.

Keherananku pun bertambah. Seakan aku menduga-duga bahwa yang mengajak aku ke sini adalah Zahfira. Bukan Pak Iksan.

"Oke, saya yang pilihkan ya. Tapi dicoba dulu, takut nggak muat." Mimik wajah Zahfira pun berubah menjadi serius.

Akupun hanya mengangguk saja. Karena melihatnya seperti itu membuatku deg-degan.

***

Diperjalanan pulang, kami sama-sama terdiam bisu. Hening yang ada hanya suara radio mobil Zahfira.

"Mbak."

"Mas."

Ucapku dan Zahfira berbarengan. Seakan suasana hening tadi terpecahkan.

"Eh, Mas duluan aja nggak papa." Kata Zahfira seraya menatapku.

"Hehe, saya cuma mau bilang terimakasih kok mbak. Terimakasih mbak hehe." Jawabku dengan senyuman.

"Iya Mas, nggak papa. Ini makasih juga ya sudah temani Zahfira. Sebenarnya yang ngajak Mas Hamzah itu, Zahfira sendiri. Maaf ya Mas." Jelas Zahfira kepadaku dengan Mimik wajah dan nada bersalah.

"Hehe, iya mbak. Saya juga udah agak tenang ini. Diajak sama Mbaknya refresing." Candaku sembari tersenyum bahagia.

Benar dugaanku, bahwa semua ini memang rencana Zahfira. Tapi aku tidak tahu, apa yang membuatnya mau untuk jalan bersama laki-laki Sepertiku.

Bersambung......

Terima kasih buat temen-temen yang sudah Support yah.

Silahkan yang mau memberikan krisan, terbuka lebar untuk temen-temen semua.

And kita sama-sama belajar yaa.

Tunggu chapter selanjutnya..
In sya Allah posting setiap hari.. Doakan supaya fit terus mimin nya.

Lelaki hitam. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang