10-Perjalanan

49 12 0
                                    

Hari minggu pun tiba, dimana saat janji Zahfira mengiang-ngiang dikepalaku. Kami janjian bertemu ditoko Pak Iksan, tepat pukul 07.00 WIB.

Aku dan Dini terpaksa jalan kaki, dan memang setiap aku berangkat kerja itu jalan kaki.

"Gimana Din, capek? Sini kakak gendong kalau ndak kuat." Tawarku pada Dini yang ngos-ngosan.

"Masih kuat kok Kak, sekalian olahraga. Kan Dini jarang olahraga, Alhamdulillah diajak sama kakak. Impian Dini terwujud hehe." Canda Dini padaku.

"Terwujud apanya, tuh kamu udah kayak gitu. Beneran nih ndak mau?" Tawarku sekali lagi pada Dini.

"Bener kak, Dini kuat In sya Allah. Kan sebentar lagi nyampe, terus kalau Dini dilihat sama Mbak Zahfira. Nanti Mbaknya cemburu." Ucap Dini ketawa-ketiwi.

"Tak cubit hidungmu sini Din, gemes kakak lama-lama." kataku sambil benar-benar mencubit hidung Dini.

Sssstt...

"Nah tuh, kan jadi mancung."Ejekku padanya sambil tertawa terbahak-bahak.

"Issshh ... Kakak mah, pokoknya Dini harus balas dendam nanti. Lihat aja!" ancam Dini kepadaku dengan nada kesal, mulutnya manyun, plus pipi mengembung.

***

Sebelum sampai aku dan Dini mampir terlebih dahulu dipedangang Ketoprak. Tak lain dekat dengan toko Pak Iksan, harganya murah dan terjangkau untuk kami yang kerja pas-pasan.

Terdengar suara Klason mobil yang nyaring terdengar ditelinga.

Tiiin ... Tiin.

Nah, itu Zahfira keluar dengan temannya.

"Assalamualaikum."  Ucap Zahfira bersama dengan temannya.

"Waalaikumussalam." Balasku bersama Dini yang habis selesai makan.

"Wah, gak ngajak-ngajak nih? Padahal Zahfira ke sini juga belum sarapan." Jujur Zahfira saat melihat aku dan Dini.

"Hehe, kayaknya ndak ada dilist janjiannya Mbak." Balasku pada Zahfira sambil cekikikan.

"Ya udah, Zahfira mau pesen dulu. Eh sampe lupa mau ngenalin, nah ini Humairah temen seperjuangan Zahfira." Sambil memegang dua pundak Humairah.

Aku pun tergugah dengan namanya, indah dan tak sulit diucap dihati juga dibibir. Aku tergugah saat memandangnya.

Plaakk..

Tangan Dini menghujam punggungku.

"Ekhem Kakak!?" Liriknya padaku penuh dendam.

"Eh, iya salam kenal yah. Saya Hamzah dan ini adik saya yang paling cantik, namanya Dini." Aku kembali tersadar, kemudian buru-buru memperkenalkan diri.

"Iya ... Salam kenal juga, saya Humairah." Ucapnya dengan senyum merona dihiasi dengan lesung pipi yang membuatnya tampak lebih menawan.

"Udahkan kenalannya? yuk saatnya kita makan Ra. Mas Hamzah sama Dini mau nambah nggak?" Ajak Zahfira.

"Udah kenyang nih, silahkan Mbak." Balasku sembari mewakilkan Dini.

***

Kota Bandung, banyak misteri tentangnya. Kota yang bergaya klasik ini, juga sudah banyak dikunjungi para turis. Menurutku bukan hanya kota yang membuat daya tarik besar, melainkan penduduknya menjunjung tinggi nilai tata krama.

Sejarahnya pun masih tersngiang ditelinga orang-orang, Bandung lautan api.

Aku dan yang lainnya sedang menuju Balai Kota, katanya disana ada kajian yang sangat menarik. Masjidnya pun sangat unik kata Zahfira, bisa untuk banyak kegiatan diterasnya. Tak kalah dengan Masjid Pusdai yang dulu pernah aku kunjungi.

Bersambung......

Lelaki hitam. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang