17 - Arah Angin

27 4 2
                                    

"Biarkan angin hidayah dari-Nya membawaku menuju ampunan dari Sang Pencipta."

***





Suasana pagi di Kota Bandung memberikan semangat baru kepada para Mahasiswa, membuka lembaran baru dari episode kehidupannya. Tepat pada hari senin, tugas yang membuat mumet pusing tujuh keliling, kini terbayarkan.

Zahfira membuka buku bacaannya, menikmati suasana pagi ditaman kampus. Me-refresh otaknya kembali,20-menit sebelum dosen datang, sengaja ia berangkat pagi tak lain ingin merasakan kebebasan sejenak.

Suara burung dan gemericik air mancur, memberikan ketenangan. Nyaman. Ia menghiraukan orang-orang yang berlalu-lalang, terkadang ada teman satu kelas menyapa Zahfira. Saking asyiknya membaca buku, sembari mengembangkan senyum yang kembang-kempis itu, ia tak melirik sedikit pun. Membuat sang penyapa salah tingkah dengan sikapnya.

Tak disangka ada yang memperhatikannya dari kejauhan, melihat senyuman Zahfira yang kembang-kempis itu ia terpesona. Lalu dengan cepat ia menundukkan pandangan serta terucap halus kalimat dari bibirnya.

"Astagfirullah."

Ia kembali meluruskan niat hijrahnya. Dari pandangan yang belum halal. Menguatkan tekad, lalu kembali berjalan menuju kelas dengan menundukkan wajah, melewati Zahfira yang asyik menikmati lembaran-lembaran buku.

Hawa dingin ditaman kampus disertai dengan angin yang berhembus agak kencang, menyebabkan halaman buku Zahfira bergerak dengan cepat. Berbarengan dengan lewatnya sosok lelaki miseterius. Pandangan Zahfira mengikuti alur angin tersebut, lalu timbul pertanyaan dalam hatinya.

"Siapakah lelaki misterius itu?"

***

"Eh Mi, lu kemarin udah ngerjain tugas belom?" sahut Rey kepada Azmi yang sedang asyik membaca buku dipojok bangku perpustakaan.

Azmi mengedipkan matanya sembari menengok ke arah Rey. Dengan muka yang masih serius itu, ia meregangkan pipinya dan tersenyum simetris.

"Alhamdulillah udah Rey. Kamu gimana? Apa masih ada masalah yang sampai sekarang, kamu belum bisa membuat tugas?" balas Azmi, ia membalik halaman buku yang sudah dibacanya itu.

Rey mengeleng-gelengkan kepalanya, sembari mengeluarkan nafas dengan cepat melalui hidungnya.

"Biasa Mi, cuma  gegara cewek lagi. Buat gua stres berat gak karuan. Padahal gua cuma ingin bisa ngerti-in dia... Eh, dia malah salah faham. Kan gua jadi ge-deg." Ucap Rey dengan wajah pongah menatap ke langit-langit perpustakaan.

Azmi tertawa datar mendengar penjelasan Rey tersebut.

" Lhaa kok luu, malah ketawa. Bukannya nge-hibur gua yang lagi banyak masalah." cetus Rey dengan nada khas anak Jakarta.

"Bukan gitu maksud saya Rey... Kamu tuh masalah perempuan mulu sih, kan kamu tahu sendiri... kalau saya nggak pernah deket-deket sama cewe." pungkas Azmi yang masih tersenyum datar. Memandang wajah Rey yang semrawut itu.

"Oke dah, Yuk makan siang dulu aja. Gua yang bayarin!" ajak Rey kepada Azmi.

"Wah, Alhamdulillah. Boleh tuh, ane yang biasa aja yaa. Mie ayam spesial haha...!"

Azmi menutup bukunya, meletakkan kembali ketempat asalnya.

Rey dan Azmi, dua orang yang berbeda watak dan sifatnya. Persahabatan mereka terjalin ketika masa-masa Mos kuliah. Watak boleh berbeda, tapi didalam hati mereka masing-masing ada cahaya ukhuwah islamiyyah yang terjalin kuat.

Setiap kali ada masalah, Rey menceritakan kepada Azmi. Sekaligus meminta saran untuk penyelesaian masalah yang ia hadapi.

Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lelaki hitam. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang