Kriiing.. Kriiing.. Kriiing.
Alarm Hpku berbunyi, lekasku ambil dan kulihat dengan cermat. Mataku yang penuh kunang-kunang pun hilang berangsur-angsur. Kulihat Jam mengarah pada pukul 03.00 WIB.
Aku berusaha menegakkan tubuh yang masih kangen dengan hangatnya selimut dan kasur. Berdiri dan berjalan menuju saklar lampu.
Klik..
Lampu menyala, kemudian ku bangunkan Nenek dan Dini. Ku ketuk pintu kamar mereka diiringi alunan salam yang syahdu.
Tok.. Tok.. Tok..
"Assalamualaikum Neneek, Diin bangun. Udah jam tiga nih." Ucapku dengan nada pas-pasang dikarenakan kerongkongan kering.
Ku ulangi perkataan itu sampai tiga kali. Lalu suara pintu pun terbuka.
Krekk..
"Iya Zah. Tumben kamu bangun lebih awal. Biasanya juga dibangunin Nenek." Ucap Nenek sambil mengusap-ngusap matanya.
"Hamzah juga kan pengen berubah Nek. Nggak mau nyusahin Nenek terus." Kataku ditambah senyuman asem karena baru bangun tidur.
"Bagus Zah, tandanya kamu mau siap Nikah kalau gitu." Canda nenek.
"Wah langsung bahas Nikah aja Nenek, Hamzah mau bahagiain Nenek sama Dini dulu. Nah terus baru Nikah." Kataku sambil mengambil gelas untuk minum.
"Alhamdulillah, Nenek sama Dini udah bahagia kok. Berarti tinggal nikah kamu Zah." Ucap nenek.
"Hehe bisa aja Nenek. In sya Allah kalau Allah menghendaki ya Nek, do'akan Hamzah terus agar Allah permudah segala urusan Hamzah." Jawabku pada Nenek.
"Ekhem.. Pagi-pagi udah bahas yang seru-seru nih?" Ucap Dini sembari berjalan menuju tempat wudhu.
"Kamu mau duluan Din, boleh kok hehe." Balasku padanya, tapi Dini menghiraukan ucapanku. Sepertinya nyawa yang ada dalam tubuh Dini belum terkumpul sempurna hehe.
Kami pun Shalat Tahajjud bersama. Dalam keheningan malam dan bacaan Al-Qur'an yang membuat suasana ini terasa nyaman.
***
"Zah, ini bekal untuk nanti siang yah!" Kata Nenek kepadaku.
"Alhamdulillah Nek, terima kasih ya. Tapi kan Hamzah nggak kerja nguli lagi Nek. Jadi in sya Allah aman hehe." Jelasku sambil menerima bekal dari Nenek.
"Bukan gitu Zah, bawa aja. Ini masakan adikmu, katanya biar Mas Hamzah semangat kerjanya." yakin Nenek kepadaku.
"Siap Nek, Hehe. Hamzah berangkat dulu yah, Assalamualaikum." Aku pamit sembari meraih tangan Nenek lalu mengecupnya.
"Waalaikumussalam, hati-hati dijalan ya Zah." balas Nenek kepadaku.
Sambil berjalan kedepan, aku lambaikan tanganku kepada nenek dan tersenyum.
***
Adikku Dini sudah bekerja juga, ia menjadi guru ngaji di SDIT. Gajinya juga cukup besar, tapi yang ia cari bukanlah gaji tak lain ialah hobi.
Dini sangat suka mengajar, maka dari itu aku sebagai kakak bangga memiliki adik seperti Dini. Memang dalam segi masuk testnya itu sulit. Ia tak lulus seleksi karena tak punya Ijazah terakhir, atau mimimal harus lulusan kuliah S1.
Tapi Allah punya rencana tersendiri. Ia dimasukkan ke dalam bidang guru Al-Qur'an disekolah itu. Aku takjub dan juga sangat bersyukur bahwa impiannya sedikit demi sedikit terwujud.
Kalau bukan Allah, maka siapa lagi yang akan memudahkan urusan hambanya?
***
"Zah, nanti kamu akan dijelaskan cara kerjanya sama Zahfira yah. Bapak mau pergi belanja dulu." Ucap Pak Iksan kepadaku.
"Hehe siap Pak. Pak maaf, kira-kira Mbak Zahfira datangnya jam berapa yah?" Tanyaku pada Pak Iksan.
"Sebentar lagi kok Zah, kamu kayak pengantin baru aja. Nunggu pengantin wanita yang belum dateng-dateng hehe." Canda Pak Iksan sambil tertawa.
"Maasya Allah Pak. Saya juga diomongin sama Nenek dan Dini tadi malam loh. Soal nikah." tuturku pada Pak Iksan.
"Wah yang bener Zah?" Tanya Pak Iksan Spontan.
"Bener Pak, tapi saya belum siap juga Pak. Saya mau bahagiain Nenek sama Adik saya dulu. Rasanya belum afdhol kalau mereka belum bahagia, sedangkan saya sudah bahagia." Ucapku tertunduk sambil menghela nafas.
"Semangat Zah, makannya Bapak lihat potensi kamu dari itu." Ujar Pak Iksan.
"Potensi sebagai Imam Zahfira Pak?" candaku pada Pak iksan. Sembari memejamkan mata dan tersenyum.
"Lhaa, bisa aja kamu Zah. Bapak lihat kamu tuh dari semangat dan jiwa pantang menyerah. Mau Zahfira? langkahi saya dulu." Ucap Pak Iksan dengan nada tinggi.
"Hehe iya pak, maaf ya saya agak lancang. Baru kerja setengah hari aja sudah gini, saya jadi nggak enak sama Bapak." Kataku dengan nada bersalah.
"Nggak papa Zah, bapak tau kamu orangnya seperti apa kok. Bapak pamit dulu yah, kamu tunggu Zahfira datang. Pokoknya jangan ngapa-ngapain dulu." balas Pak Iksan.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam pak, hati-hati ya." Ucapku sambil tersenyum lebar.
Aku merenung dengan apa yang aku ucapkan tadi. Takut bila Pak Iksan membicarakan perbincangan ini dengan Zahfira. Lalu dimana harus aku taruh muka ini. Tapi Allah pasti punya hikmah disetiap kejadian didunia ini.
Bersambung....
Serukan temen-temen!?
Coba komen dibawah apa yang buat kamu penasaran dengan Chapter 08 ini.Makasih Juga buat temen-temen yang udah Support. Tunggu kisah selanjutnya yaaa.
Salam kenal juga buat pembaca baru.
Moga kalian sukaaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki hitam.
RomanceHamzah, pria yang sangat dikagumi banyak orang. Bukan karena tampangnya, tapi karena hati yang anggun dan luas bagai samudera. Ia menjadi sosok kuat yang mendapat dukungan dari seorang wanita. Bahwa dengan akhlak ia dapat mengangkat derajat dirinya...