1O / Senin

63 14 3
                                    

Ah, rasanya malas sekali sekolah. Pelajarannya ada MTK wajib. Pusing. Baru juga Jumat MTK, Senin pun juga.

"Pelajaran hari ini apa aja?" Tanya Ibu sembari fokus menyetir.

"Pokoknya ada mat wajib, Bu." Jawabku.

"Ibu tertawa. "Kembangkan nilaimu dibidang hitung-menghitung, La."

Aku hanya menghelakan nafas. Malas sekali. Kalau Ibu sudah bicara ini.

Saat menoleh ke kiri, tiba-tiba ada motor Jeno yang lewat. Makin tampan saja dia naik ninja. Sudah kekar, gagah. Ah, sudah. Masih pagi.

Tepat digerbang, mobilku dan motor Jeno masuk. Aku langsung turun, setelah mencium tangan Ibu.

Kulihat di sebelah ada Jeno. Deg-degan sekali rasanya. Menyebalkan. Kenapa dia tidak lewat masjid saja? Mengapa harus tepat disebelahku? Seperti tiang listrik dan seekor kurcaci. Itu sama halnya dengan aku dan Jeno.

Sepertinya tidak ada obrolan. Aku langsung berlari ke kelas.

"Yah, sepi." Gumamku. Masalahnya masih jam 5.50, wajar kalau sepi.



"Ayo anak-anak. Berkumpul di lapangan. Upacara akan segera di mulai."

Makin bahagia, ketika ingat Senin ini yang bertugas adalah kelas Jeno.

Upacara telah dimulai dengan tenang. Karena aku perempuan, aku harus berbaris di belakang laki-laki. Cukup susah akses untuk melihat Jeno dari sini. Eh, tapi kelihatan! Jelas sekali. Jelas dari belakang sini. Wajah putihnyal, dan mata yang tajam. Huh, anugerah Tuhan.

"Kepada pembina upacara, hormat grak!" Jeno mengeluarkan seluruh suaranya sedikit berat. Menggoda jiwaku tentunya.

Sepertinya dia tau, aku memandangnya terus. Habis, wajahnya nyaman untuk dilihat--AAAAA!

Keciduk deh.

Jeno, 2020 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang