O9 / Hari guru

66 14 0
                                    

Persiapan sudah dimusyawarahkan dan disiapkan dari jauh-jauh hari oleh seluruh panitia dan pihak yang bersangkutan, seperti guru. Termasuk aku. Aku sekretaris, dan sekaligus bertugas membaca puisi di hari guru pun menyiapkan diri.

"Huh, gimana nanti?" Lirihku. Sudah panik dan gelisah dari tadi. Astaga. Bagaimana kalau tidak bagus puisinya? Bagaimana kalau aku tidak menangis. Bag—

"Dor!"

Huh, kaget. Doyeon membuatku terkejut. Menyebalkan sekali.

Doyeon mengajakku ke lantai 2. Ke ruang seni. Lumayan sepi. Nggak ada orang. Aku dan Doyeon bercerita sesuatu. Random saja sih. Dia berniat untuk membuatku tenang. Supaya tidak gugup nanti.

"Pokoknya nggak boleh mikirin yang aneh-aneh, ya. Keluarin emosi, biar nangis."

Ucapan Doyeon berhasil membuatku percaya diri. Merasa lega, walaupun airmata membajiri seluruh pipiku. Guru-guru memberi pujian hangat untukku.

"Yeon, mau foto nggak?" Tanyaku.

Doyeon mengernyit. "Sama siapa?"

"Lucas?" Aku menaik-turunkan kedua alis. Berniat menggoda Doyeon.

Doyeon langsung berpura-pura mual. Padahal pasti hanya sandiwara di depanku. Di dalam hati senang sekali, rasa ingin nya besar. "Apa deh," Kilah Doyeon. "Tapi, boleh deh."

Nah kan.

Kami berdua langsung mencari keberadaan Lucas. Susah sekali mencari kingkong itu. Padahal badannya besar—eh, itu dia.

"Makasih ya, Cas." Ucapku, bukan Doyeon. Dia mah langsung kabur.

Setelah itu, Doyeon menghampiriku lagi. "Lo dong, sama Jeno."

Skakmat.

"Pas banget tuh, Jeno lagi ada di depan lo. Ajakin sendiri." Doyeon mendorongku yang langsung hampir menabrak punggung lebar milik Jeno.

"Eh, Jeno. Foto yuk!" Reflek aku mengucap begitu.

"Ayo, yuk!" Wah senang sekali dijawab dengan nada semangat dari Jeno.

Cekrek!

Astaga lucu sekali. Bisakah suatu saat difoto Jeno merangkulku? Dan mempublikasikan bahwa aku miliknya?

Halu.

Jeno, 2020 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang