Aku pernah dengan susah payah membangun hubungan. Aku pernah dengan kuat mempertahankan. Aku pernah bersikeras berjuang mempertahankan juga memperjuangkan. Hingga pada akhirnya yang aku dapatkan hanya lelah saja saat denganmu. Namun, atas rasa cinta yang sudah terlanjur, atas rindu yang kian menggebu, aku tetap ingin bersama. Berdiri kokoh, menggenggam duri yang terlalu dalam tertancap di relung hati. Rasa tulusku yang terus saja mempertahankan duri.
Bersikeras berkata kepada dunia, bahwa kamulah orang yang sedang aku perjuangkan dengan sungguh. Melawan berbagai terpaan yang menghampiriku. Tetap saja yang aku inginkan hanyalah bersamamu hingga nanti. Sudah sering dikatakan bodoh hanya karena memperjuangkan orang yang tak pernah mencintai. Orang yang sama sekali tidak pernah peduli, atau bahkan tidak ada rasa sama sekali. Bersikap seolah-olah hatimu baja yang takkan rapuh dan patah. Padahal, kamu mencoba untuk tetap sabar. Mencoba paling sabar di hadapan dunia, agar kamu dapat gelar kamu yang paling kuat di antara orang lemah.
Ingin rasanya indahnya di cintai, indahnya di perjuangkan, indahnya di pedulikan. Aku ingin itu semua darimu, hanya saja itu tidak mungkin terjadi. Terus saja menahan lelah agar tidak pisah. Terus menahan emosi agar tidak pergi. Terus menahan ego agar tidak saling asing. Genggam erat agar tidak saling pamit. Semuanya sudah aku lakukan agar semua masalah, keributan, kesalahpahaman segera terurai. Hingga waktu telah menuntun untuk kamu pergi, merebut paksa hati. Kamu memilih untuk pergi dariku, setelah aku sudah memperjuangkanmu dengan sungguh tanpa lelah. Lebih mementingkan egomu yang tinggi, daripada rasa tulusmu. Menghancurkan segala hal yang sudah aku perjuangkan dulu. Termasuk juga rasaku.
Sudah dilepaskan, namun sulit melupakan. Tak pernah disangka kamu dengan gampangnya memilih ego untuk pergi. Meninggalkan seolah-olah tidak bersalah sedikitpun. Jika kamu kini akan pergi, kenapah dulu kekeh ingin memiliki. Jika akan seasing inu, kenapah dulu saling ucap sayang. Aku tak akan menyesal jika kamu pergi hari ini, hanya saja kamu seolah-olah tidak ingat akan perjuanganku dulu yang keras mempertahankan. Kamu memotong paksa hubungan dan lari dengan cepat meninggalkan. Masih terngiang saat dulu kamu bilang tak akam pergi, nyatanya kamu kini yang pergi. Aku yang dengan sabar menunggu kabar, sedang kamu berlayar di banyak hati. Singgahmu tak sungguh, rasamu palsu.
Pergi seakan-akan tidak pernah ingat dulu saat mencoba masuk ke dalam hidupku. Semuanya telah sirna selepas kepergianmu kala itu. Bahagia yang aku kira akan bertahan lama, nyatanya sirna. Seseorang yang aku banggakan dulu, nyatanya meninggalkan. Ingatlah satu hal saat kamu pergi, bahwa ada seseorang yang dengan keras mempertahankan. Seseorang yang tidak mudah pergi saat egomu tinggi. Seseorang yang tidak mudah lelah saat kamu memarahinya. Seseorang yang pernah dengan sabar menunggu saat kamu singgah ke hati lain. Seseorang yang mampu menutupi luka saat kamu mencoba pergi. Seseorang yang masih peduli saat kamu tak lagi cinta. Seseorang yang tak mudah mencari yang lain saat kamu mulai membosankan.
Kacau, dingin, pecah, gaduh, perasaan saat kamu mengatakan akan pergi dariku. Yang lebih menyakitkan adalah kamu pergi atas dasar bosan denganku. Selalu kamu bilang jangan pernah bosan lalu pergi, namun sayang sungguh sayang ucapanmu sendirilah yang kamu ingkari. Kamu menjatuhkanku dan pergi meninggalkan tak berarah, tak merasa salah. Hingga kini aku susah payah melupakannya. Semua perdebatan tak ada lagi di antara kita. Sudah usai semuanya. Dan kamu, jangan lagi datang ketika orang yang kamu pilih membosankan. Jangan lagi hadir ketika aku sudah bisa lupa tentangmu. Aku akan berbahagia dengan yang baru. Tenanglah, dan terimakasih karena pernah denganku. Aku tidak akan membencimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUCIN
PoesíaJangan baper apalagi nangis. Alwan izzi ramadhani. Balapulang, 23 januari 2020.