[Seventeen.]

490 49 50
                                    

Vote Before Reading
And Leave the Comment Please

Enjoy~

‍‍‍Sebetulnya gue malas untuk kembali bekerja dan lagi gue juga lagi gak ada mood sama sekali untuk bersikap profesional

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

‍‍‍Sebetulnya gue malas untuk kembali bekerja dan lagi gue juga lagi gak ada mood sama sekali untuk bersikap profesional. Tapi gue juga mau di bayar, akhirnya ego gue yang harus mengalah karena duit lebih menggiurkan.

Gue sama sekali gak cerita sama Jihan atau pun Rani soal kejadian kemarin yang mana melibatkan gue dengan dokter Yuda juga Naila. Gue akan berusaha semampu gue untuk menganggap semuanya biasa aja.

Berjalan berlawanan arah dengan para perawat yang entah akan pergi ke mana, langsung memasuki ruangan tercinta gue dan menata meja terlebih dahulu, membuat tempat senyaman mungkin supaya sedikitnya gue dapat bersikap profesional.

" haduh haduh haduh! Telat gue telat! " Mengenakan kacamata dan menarik kursi untuk gue duduk ketika Rani dengan hebohnya masuk ke dalam ruangan dan segera memoles wajahnya dengan bedak andalan yang selalu dibawa.

Gue lirik jam sesaat, pukul tujuh lebih sepuluh menit. Dan memang ketentuan Rani datang sepuluh sampai lima belas menit lebih awal untuk mengumpulkan data pasien yang akan dipanggil nantinya.

" Udah di kumpulin? "
" justru itu, belum.. Sorry ya gue telat, gue absenin dulu "
" hm " Gak jadi masalah bagi gue mau Rani telat atau enggak, toh yang akan dipotong gaji dia, yang akan dihukum juga dia bukan gue. Tapi ya kasian juga sih.

Gaji perawat Jiwa memang gak sebesar gaji perawat lain, dan kasian juga Rani kalau harus potong gaji, terlebih dia ngebet ingin nikah.

Menanti pasien yang akan bergiliran masuk ke dalam ruangan gue dengan berbagai keluhan yang akan gue catat perkembangannya. Gue gak tau Pasien-pasien gue hari ini akan mengeluhkan apa, entah semakin sakit entah merasa lebih baik atau bahkan sembuh.

" Di "
" hm? "
" Daniel "
" oh? Ok "

Daniel adalah salah satu pasien yang sedang dalam masa terapi dengan gue, Daniel memiliki Phobia berlebih terhadap Bakteri atau Kotoran atau pun Sampah atau yang sering dikenal dengan Syndrome Mysophobia. Melihat Daniel yang masuk tanpa di temani siapapun, gue tersenyum dan mempersilahkan Daniel untuk masuk.

Sebelum duduk, Daniel terlihat menyemprot kursi dengan cairan pembersih yang dibawanya dan menyemprot meja gue pula. Gue gak aneh, hanya saja bau antiseptiknya terlalu menyengat, kalau ada manusia jail yang nyulut api di sini, kelar ruangan gue kebakaran. Dan gue juga Rani akan berakhir menjadi daging panggang.

Tanpa permisi, tanpa izin dan tanpa berkata apa pun, Daniel menyambar sarung tangan latex di meja gue dan segera memakainya juga membenarkan masker yang dipakainya.

" Daniel, udah.. Udah bersih kok.. "
" ada debu teh.. "

Cukup lama sebenarnya Daniel terapi dengan gue, entah gue yang memang gak berhasil merubah Daniel atau Daniel yang memang sulit dan gak mau sembuh, sepertinya kondisi Daniel justru sama saja seperti awal. Bahkan lebih parah, lebih peka bahkan pada debu sekalipun yang oleh gue gak terlihat sama sekali.

Behind the Light_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang