[Twenty Five.]

497 42 51
                                    

Vote Before Reading
And Leave the Comment Please

Enjoy~

‍‍‍‍‍‍‍Gak habis pikir sama Tara, gak ada niatan untuk minta maaf sama gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

‍‍‍‍‍‍‍Gak habis pikir sama Tara, gak ada niatan untuk minta maaf sama gue. Sejak semalem hp gue tenang-tenang aja gak ada satupun notifikasi dari Tara yang isinya permohonan maaf dia.

Mustahil kalau dia gak peka gue marah, sebenernya gak bisa dibilang marah juga, ya cuma gak suka aja mentang-mentang punya gebetan gue di anggurin. Seharusnya dia mengerti kalau gue juga perempuan yang pada hakikatnya gampang bawa perasaan.

" Diandra! Ada tamu! "
" Siapa?! " Heboh gue langsung pakai hijab instan dan keluar kamar. Ck!

" Oh ada apa? "
" ini teh, ada perlu.. Kan setiap kepala keluarga diajak untuk nyumbang teh, teteh mau nyumbang? Se-ikhlas nya gak apa-apa "
" Mau ada apa gitu? "
" Renovasi mesjid hehe "
" Bentar ya " Gue kira Tara yang bertamu mau minta maaf sekalian bawain makanan se-keresek gede, ternyata cuma anak karang taruna yang nagihin sumbangan buat renovasi mesjid. Ya enggak kesel karena ditagih duit renovasi, cuma jatoh aja karena daritadi gue nungguin si Tara minta maaf. Lebih tepatnya dari semalem.

Ya kali gue se-gampang itu untuk benci sama dia, gue bukan anak-anak yang harus benci sama orang. Gak pantes juga gue bersikap kayak gitu. Malu sama umur.

Memberi uang yang sengaja gue amplopin supaya gak ketauan nominal nya berapa, dengan seulas senyum dan mempersilakan anak-anak karang taruna ini pergi dari rumah gue.

Membuka hijab dan membantingnya di atas kasur, kesel banget gue sama si Tara asli deh. Katanya dia bakalan ada buat gue, halah! Omong kosong kan ujung-ujungnya. Ternyata kata-kata dia emang untuk memotivasi diri gue semata, bukan bener-bener akan dilakukan sama dia.

" Dian! "
" Naon atuh ah meni! "
" ke minimarket sana, beliin keperluan rumah "

Baru aja gue mau narik selimut dan milih untuk tidur lagi, Mama lebih dulu ngasih catatan rentetan barang-barang dan kebutuhan yang harus gue beli. Tolong ya, jarak dari rumah ke minimarket memang deket, tapi yang nama nya hari panas terik, nyampe di minimarket gue meleot kayak sale pisang.

" Kenapa gak sama mama aja? "
" Males, Panas.. Udah sana "
" Mengorbankan anak, hebat! Yaudah duitnya mana? "
" Pake duit kamu, udah sana buruan! " Dikasih hati minta jantung, untuk Diandra sayang Mama.

Menyambar kembali hijab yang baru gue banting dan menyambar masker kain di dalam laci lemari gue sebelum akhirnya menyambar dompet dan ponsel.

Walaupun jaraknya gak jauh dari rumah, tapi gue tetep khawatir dengan kejahatan sosial, ya mana ada yang tau nanti di jalan ada apa, ada jambret ada copet ada begal, ada orang cabul, ada culik? Kalau gue ditodong gimana?

Tapi tenang, gue punya skill yang cukup bagus untuk menerawang, bukan menerawang sih lebih ke membaca ekspresi. Walaupun gue bukan pakar ekspresi tapi gue juga diajarin kali basic nya, jadi ya gue tau lah raut-raut muka orang jahat.

Behind the Light_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang