Waktu sudah menunjukan pukul 5 sore, waktunya bagi setiap pekerja pulang, tapi tidak dengan Galang. Ternyata menjadi Sekretaris tak seperti yang di bayangkan kebanyakan orang. Lula harus menunggu Galang terlebih dahulu, baru dia bisa pulang, mungkin ini berlaku hanya untuk Sekretaris Galang saja.
Lula meletakan kacamatanya di meja kerjanya, memijit puncak hidungnya, hari ini ia terasa penat. Mungkin karena pekerjaan yang menumpuk, belum lagi semalam Lula harus lembur karena sebuah pekerjaan yang menuntutnya harus cepat selesai.
Lula menguap lebar, matanya tidak bisa di ajak kerja sama, untung saja pekerjaan hari ini telah selesai, jadi Lula bisa istirahat, sembari menunggu Galang pulang, Lula menyandarkan tubuh dan kepalanya di sandaran kursi. Sampai pada akhirnya kantuk mengambil kesadarannya.
Pintu ruangan Galang terbuka, Galang keluar dari ruangannya dengan jas yang tersampir di lengan tangannya. Langkahnya terhenti saat melihat Lula tertidur dengan lelapnya.
"Bisa-bisanya dia tidur dengan posisi begitu." Galang memandang wajah lelah Lula, dia merasa tak tega kalau harus membangunkan Sekretaris cupunya itu. Galang akui, beberapa hari ini Lula bekerja keras. Dan hasilnya pun sungguh memuaskan.
Niat awal ingin pulang, dia urungkan, Galang membuka pintu ruangannya lebar-lebar, dia kembali melangkah pada Lula, Galang sedikit ragu untuk menggendong Lula, tapi Galang juga tidak tega, tidur dalam posisi duduk sangat menyakitkan. Membulatkan tekad, Galang pun menggendong Lula perlahan, berusaha agar gadis itu tidak terganggu dalam tidurnya.
Galang membawa Lula masuk ke dalam ruangannya, dan meletakannya di sofa empuk yang tersedia di sana. Tampak Lula membenarkan posisi kepalanya, mungkin karena dia menggulung rambutnya, sehingga kepalanya terasa tergalanjal.
Galang yang melihatnya, segera mengangkat kepala Lula dan melepas gulungan rambutnya, meletakan kepala Lula perlahan, dan Lula kembali tidur dengan nyaman. Dengkuran halus terdengar darinya, Lula tidur dengan nyenyaknya.
Galang memperhatikan gadis itu lekat-lekat, Lula memiliki hidung yang mancung, bibir penuhnya merah alami, bulu mata yang lentik, dan pipi yang chuby. Mungkin inilah alasannya Marcel, Reza dan Fajar menyukai Lula, ternyata mereka lebih detail memperhatikan seorang gadis walau pun tertutup dengan kacamata tebalnya di banding Galang.
Tanpa sadar, Galang melarikan tangannya ke hidung mancung Lula, dia meraba hidung mancung itu, kemudian turun ke bibirnya. "Dia cantik." gumamnya.
Galang juga mengelus pipi Lula lembut, dan menyikirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Lula. Galang seperti ingin melindungi gadis itu. Dengan perlahan, Galang mendekati wajahnya, dia mengecup kening Lula lembut.
Namun, setelah tersadar, Galang segera menjauh dari Lula. "Apaan sih gue, ingat Kikan, Galang," ucapnya. Galang segera berdiri dan duduk di bangku kebesarannya.
Mungkin dia sudah gila, karena sempat memuji Lula, bahkan dia juga mengecup kening Lula. "Ini efek gue kangen Kikan." kilahnya.
***
Lula membuka matanya perlahan, suasana remang menyambutnya, mengerutkan dahinya kecil, Lula segera bangun saat tersadar dirinya sudah tidak lagi di kursi kerjanya. Mengedarkan pandangannya, dan matanya berhenti pada seorang pria yang juga tertidur, merasa tak jelas, Lula mencari-cari keberadaan kacamatanya, Lula segera mengambil kacamatanya yang tergeletak di meja dan memakainya.
Ternyata pria yang tertidur itu adalah Galang, pria itu juga tertidur sama sepertinya. "Jadi, yang bawa aku ke sini pak Galang." gumam Lula. "Dia akan sakit kalau tidur dengan posisi seperti itu."
Lula beranjak dari duduknya, menghampiri Galang, berniat membangunkan pria itu."Pak," panggil Lula. Tapi Galang tak kunjung bangun, akhirnya Lula memberanikan diri untuk menepuk tubuh Galang. "Pak, bangun."
Galang menggeliat sesaat, matanya mengerjap sebelum benar-benar terbuka. "Udah pagi?" tanyanya dengan suara serak.
"Pagi?" lirih Lula. Dia melihat jam tangannya, di sana waktu menunjukan pukul 10 malam. "Ini udah jam 10, Pak."
"Hah?!" kali ini Galang benar-benar tersadar, dia melihat jam tangannya. "Ini udah malem, kenapa baru bangunin saya?" Galang segera bangun dari duduknya, meraih ponsel dan jasnya. Berjalan terlebih dahulu, kemudian berhenti, dia kembali melangkah ke Lula, dan menarik tangan Lula. "Ayo, pulang!" perintahnya.
Lula yang terkejut hanya menurut saja. Mereka keluar dari ruangan itu, dan turun ke lantai dasar dengan bersama seperti biasa.
"Rumah kamu dimana?" tanya Galang saat mereka sudah ada di dalam mobil.
"Di jalan pasir makmur, Pak," jawab Lula.
"Kalau gitu antar kamu dulu, ya."
"Tidak usah, Pak. Saya bisa pulang sendiri."
"Jangan, ini udah malam."
Galang segera membelokan mobilnya menuju rumah Lula. Untunglah hari ini dia membawa mobil sendiri.
"Terima kasih, Pak," ujar Lula.
"Hm."
10 menit kemudian, mereka telah sampai pada sebuah rumah yang tak cukup besar. "Kamu tinggal di sini?" tanya Galang.
"Iya, Pak."
"Tinggal sendiri?"
"Sama teman saya, Rena." Galang manggut-manggut. "Kalau gitu saya duluan ya, Pak. Terima kasih sudah mengantar saya."
"Oke, besok jangan sampai terlambat."
"Baik, Pak." Lula turun dari mobil Galang. Setelah itu Lula mengangguk hormat, Galang mengibaskan tangannya, memberi isyarat agar Lula segera masuk. Lula pun menurut, saat sudah di pastikan Lula masuk, Galang pun beranjak pergi.
***
*Bersambung*
KAMU SEDANG MEMBACA
Lula The Secretary
Teen FictionGalang Andrian, harus menerima kenyataan pahit, di saat sang Ayah mengganti Sekretarisnya yang juga kekasihnya dengan seorang gadis culun yang bernama Lula Lailla. Lula adalah Sekretaris Galang, yang di pilih sendiri oleh Farhan Adrian yang merupak...