Bagian 10

7.2K 469 23
                                    

"Jadi berapa nomor Lula?" pertanyaan yang sama terus menerus keluar dari mulut Marcel, pria itu tidak pernah patah semangat untuk mengejar Lula, gadis yang menurut Galang sangat cupu.

"Kenapa Lula laku banget akhir-akhir ini? Apa gadis berpenampilan seperti Lula lagi trend jaman sekarang?" tanya Galang kesal.

Marcel berdecak, dan melemparkan pulpen ke arah Galang. "Buka mata lo, Lula itu gadis yang memiliki kecantikan natural, beda dengan wanita-wanita yang biasa lo kencani." protes Marcel.

Galang memutar kedua bola matanya. "Lula cantik kalau di make up saja, kalau tanpa make up, ya biasa aja."

"Kayak lo udah pernah liat Lula make up'an aja." cibir Marcel.

"Udah, kemarin waktu gue ke Bandung hadiri pesta, dia make up'an, cantik sih...."

"Baru sadar, kan." seru Marcel. Tapi Galang langsung menggeleng.

"Enggak, biasa aja. Kikan jauh lebih cantik dari pada Lula."

Marcel berdecak sekali lagi, lalu dia bangkit dari duduknya, mengabaikan Galang yang memanggilnya.

"Lo mau kemana?" tanya Galang, "kampret! gue lagi ngomong malah main pergi aja." Umpat Galang.

***

Marcel keluar dari ruangan Galang, dan seketika wajahnya berubah berseri saat melihat Lula sedang duduk di mejanya. "Lula." panggil Marcel.

Lula menoleh, dia mengangguk sopan. "Pak Marcel, selamat siang." sapa Lula.

"Kamu lagi kerja?" pertanyaan Marcel memang aneh, sudah jelas-jelas saat ini Lula sedang menarikan jemarinya di keybord, belum lagi beberapa berkas yang meneumpuk di mejanya.

"Iya, Pak," tapi Lula tetap menjawab dengan sopan, Lula kan memang wanita baik.

Marcel melangkah mendekati meja kerja Lula. "Ada yang mau di bantu?" tanya Marcel sok basa basi, entah kemana sikap cool-nya, hilang begitu saja semenjak bertemu Lula.

"Enggak perlu, Pak, ini kan termasuk rahasia perusahaan," ujar Lula seraya membenarkan kacamatanya.

Marcel menepuk dahinya. "Oh iya, saya lupa." serunya dengan menyengir lebar. "Oh iya, Lula, hari ini kamu terlihat cantik."

Lula menoleh cepat pada Marcel, wajahnya sontak memerah, kemudian dia menunduk malu. "Terima kasih pujiannya, Pak."

"Sore sekarang kamu senggang?"

"Iya, Pak. Memangnya Ada apa ya, Pak?"

"Em.. Hari ini saya ulang tahun, saya mau ajak kamu makan." kilah Marcel.

"Oh, maaf saya tidak tau, Pak." Lula segera berdiri. "Selamat ulang tahun, Pak," ucap Lula tulus sembari mengulurkan tangannya.

Dan Marcel, tentu saja menyambutnya dengan senang hati, pria itu bahkan enggan melepas jabatan tangan Lula, meskipun gadis itu sudah mencoba menarik tangannya.

Ceklek!

Pintu ruangan Galang terbuka, menampilkan sosok Galang dengan sikap tak acuhnya. Dahinya mengkerut kecil saat melihat Marcel masih ada di depan ruangannya, apa lagi melihat tangannya yang saling bertautan dengan tangan Lula.

"Kalian sedang melaksanakan ijab qobul?" sindir Galang melirik pada kedua orang yang ada di hadapannya.

Lula yang memang tidak peka, sehingga dia tidak bisa merasakan sindiran Galang pun tersenyum sopan sembari menggeleng. "Pak, hari ini Bapak Marcel sedang ulang tahun, jadi Pak Marcel ingin mengajak saya makan malam," tutur Lula menjelaskan.

Galang menautkan kedua alisnya mendengar perkataan Lula, kemudian Galang melirik Marcel yang sedang memejamkan matanya, rencananya akan gagal, kebohongannya akan terbongkar.

"Marcel..." Galang memanggil nama pria itu dengan penuh penekanan, "bukannya ulang tahunmu 2 bulan lagi? Atau memang aku yang salah?"

Marcel menghela nafasnya panjang, Galang benar-benar menggagalkan rencananya. "Kamu memang bukan teman yang baik Galang, gimana bisa kamu lupa ulang tahun teman mu sendiri? Ini hari lahirku."

"Iya, ini memang hari selasa, hari lahir mu, tapi bukan tanggal dan bulan lahirmu."

"Astaga, lupakan saja," kata Marcel, akhirnya dia memilih untuk pergi meninggalkan Lula yang bingung dan Galang yang terkikik merasa puas.

***

Saat ini Galang sedang membaca pesan penuh umpatan dari Marcel, pria itu berjanji akan membawa Galang ke rumah hantu di dekat sekolah mereka dulu kalau Galang masih mengganggunya mendekati Lula. Tentu saja membaca hal itu membuat Galang tergelak.

Marcel.
Kalau lo ganggu gue dekati Lula lagi, gue
janji bakal bawa lo ke rumah kosong dekat
sekolah kita dulu.

Me.
wkwk, lo ngancem gue?

Marcel.
Iya!

Lo gak lupa, kan, dimana waktu itu lo sampe
Kencing di celana, gara-gara ketakutan.

Galang menghentikan tawanya seketika. "Ini bocah, kenapa masih inget kejadian memalukan itu sih. Kalau gitu, gue cuci aja waktu itu otaknya biar dia lupa." Gerutu Galang.

Marcel.
Makanya jangan ganggu gue deketin Lula.

Me.
Gila! Dimana Marcel yang dulu gue kenal, yang terkenal cool. Lo berubah pas kenal Lula, tau gak?

Marcel.
Cinta buta ye, bisa mengubah yang dingin jadi hangat.

Me.
Overly!!!!!!

Galang bergidik saat membaca pesan terakhir Marcel. "Perasaan gue jatuh cinta sama Kikan gak gitu banget." gumamnya.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!"

Pintu ruangan Galang terbuka menampilkan sosok Lula dengan ke kakuannya. Galang memperhatikan Lula yang mendekat ke arahnya.

"Saya mau mengantar dokumen yang perlu anda periksa, Pak," ujar Lula sembari meletakan setumpuk dokumen di meja Galang, kemudian Lula membenarkan kacamatanya.

"Lula, kamu kenapa tidak berpenampilan seperti kemarin?" tanya Galang sembari mengambil dokumen teratas.

Lula tampak terkejut dengan pertanyaan Galang. "Bagaimana, Pak?" tanyanya.

"Ya, bukannya kamu bisa berpenampilan cantik seperti waktu di pesta?"

Lula mengerutkan dahinya sesaat. "Oh, itu karena saya tidak merasa nyaman dengan penampilan seperti itu, Pak," jawab Lula.

Mungkin akhir-akhir ini, Lula sedikit terbuka dengan Galang. Ya, seperti itulah yang Galang perhatikan.

"Jadi apa itu kacamata asli?" tanya Galang lagi.

"Kacamata?" Lula menyentuh kacamatanya. "Ini benaran kacamata asli, Pak, bukan terbuat dari kertas." jawaban Lula mungkin memang benar adanya, tapi bagi Galang seperti sindiran.

"Saya tau itu asli, tapi apa benar setebal itu?"

Lula melepas kacamatanya, dia membawa kacamatanya ke depan Galang. "Silakan periksa, Pak, kacamata saya hanya kacamata biasa," ujar Lula.

Sedangkan Galang menatap wajah Lula yang begitu polos dan cantik tanpa menggunakan bingkai tebal yang selalu saja menutupi wajahnya.

"Pak, ini. Mungkin Bapak mau periksa kacamata saya."

Galang mengerjapkan matanya, "tidak perlu, kembali bekerja," ucapnya dan berusaha fokus membaca dokumennya.

"Baik, Pak," Lula segera memakai kembali kacamatanya dan beranjak pergi dari ruangan Galang.

Setelah perginya Lula, Galang mengalihkan matanya pada pintu. "Dia memang cantik, bahkan tanpa make up. Apa itu wajah aslinya?" tanya Galang pada diri sendiri.

****

*Bersambung*

Lula The SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang