Beberapa baju ganti telah siap di atas ranjang, Lula memperhatikan salah satu asisten rumah tangga Galang yang bekerja merapikannya begitu cekatan.
"Padahal saya bisa merapihkannya sendiri, Mbak," kata Lula merasa tidak enak.
"Enggak apa-apa, Mbak Lula. Ini sudah jadi tugas saya," sahut wanita muda itu. "Selesai, kalau begitu saya permisi dulu, Mbak."
"Terima kasih." Setelah kepergian asisten rumah tangga itu, Lula pun merebahkan tubuhnya di ranjang.
Saat ini, dia sudah berada di rumah Galang, atas perintah Galang-lah, akhirnya dia bermalam di sini, sebenarnya Lula merasa tidak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pintu itu membuat Lula kembali bangun dari rebahannya, dia segera berjalan menuju pintu kamarnya. Membuka pintunya perlahan. Ternyata Galang, dia sudah dengan setelan rumahan. T-shirt putih dan celana panjang hitam. Kaosnya sangat ketat, sehingga mencetak otot-otot tubuhnya.
"Ya, Pak?"
"Saya mau pinjam kartu nama dokter yang tadi." Lula mengerjapkan matanya. "Itu, saya mau jadikan dia dokter pribadi. Karena sepertinya, dia bekerja dengan baik." Kilah Galang.
"Baik, Pak sebentar, saya ambilkan." Lula menjauh dari pintu dan membiarkan pintu itu terbuka lebar.
Sebelum memberikannya pada Galang, Lula menyempatkan untuk mencatat nomornya. Galang yang melihat pun sontak terkejut dan langsung masuk begitu saja.
"Apa yang kamu lakukan?!" seru Galang, membuat Lula tersentak kaget.
"Kenapa, Pak?" tanya Lula dengan polosnya.
"Kenapa kamu mencatat nomor dokter itu? Kamu mau mengabarinya lebih dulu?!" tanya Galang dengan nada tinggi.
"Tidak, Pak. Kata Bapak sendiri mau jadikan dokter Dika sebagai dokter pribadi, kalau begitu biar saya catat nomornya, karena saya harus memiliki nomor orang yang berhubungan dengan Bapak. Karena itu sangat penting." Tutur Lula menjelaskan.
Galang seketika terdiam. Karena itu sangat penting? Jadi gue penting buat dia?- batin Galang.
Dari banyaknya kata yang Lula ucapkan, hanya kalimat itulah yang bisa Galang tangkap di telinganya. "Baiklah kalau saya memang penting buatmu, simpan saja nomornya, tapi jangan sekali-sekali hubungi dokter Dika karena urusan pribadimu." Setelah itu Galang pergi dengan senyum merekah di bibirnya.
Sedangkan Lula hanya hisa menautkan alisnya bingung. "Apa maksudnya?" Gumam Lula.
***
Ke esokan paginya, Lula baru saja bangun dari tidurnya, waktu sudah menujukan pukul 6 pagi, dan dia sangat terlambat, itu karena Lula tidurnya sangat larut. Dia tidak biasa tidur di rumah orang, sehingga Lula harus menonton TV sampai matanya lelah.
Sekarang, dia harus segera membersihkan diri dan berpakaian. Tapi sebelum dia masuk ke dalam kamar mandi, ketukan pintu terdengar dari luar kamarnya, membuat Lula tak bisa mengabaikannya.
"Selamat pagi, Mbak." Sapa asisten rumah tangga yang kemarin membantu Lula.
"Eh, iya ada apa, Mbak?"
"Ini, den Galang suruh saya antarkan baju ini buat Mbak-nya. Katanya Mbak kerjanya pakai ini aja."
Lula memperhatikan papaer bag yanga da di tangan wanita itu. "Oh, iya makasih, Mbak."
Setelah kepergian asisten rumah tangga Galang, yang namanya tidak Lula ketahui, Lula pun kembali menutup pintu kamarnya.
Tak memperdulikan pakaian yang akan di kenakannya nanti, yang pasti, Lula harus segera mandi sekarang.Beberapa menit kemudian. Lula sudah selesai membersihkan diri, dia langsung mengambil papaer bag yang di bawakan oleh asisten rumah tangga Galang. Dan...
Lula terhenyak melihatnya. Dress hitam berleher tinggi dengan panjang 10 centi di bawah lututnya, dan blazer cream.
"Ya ampun, apa aku harus memakai ini? Padahal hari ini cuaca sangat panas." Keluh Lula.
Tapi lagi dan lagi, Lula tidak bisa menolaknya, sehingga mau tak mau dia harus memakainya.
Beberapa saat kemudian, Lula telah selesai merapikan dirinya. Dia pun langsung ke luar dari kamarnya. Oh iya, jangan lupakan lensa kontak yang dia kenakan, semalam Lula harus bersusah payah melepaskannya, dan pagi ini Lula pun harus bersusah payah memakaikannya. Untung saja dia tidak lupa membawa tempatnya, namun dia sangat lupa membawa kaca mata tebalnya.
Lula segera berlari menuju kamar Galang, mengetuknya pelan kemudian membuka pintu besar itu. Tapi ranjang tidur Galang sudah kosong, dan suara air terdengar dari dalam kamar mandi, dan Lula sangat kesiangan.
Lula langsung masuk ke dalam walk in closet, menyiapkan pakaian untuk Galang. Tak lama pintu kamar mandi terbuka. Terpampanglah Galang dengan handuk yang melingkar di pinggangnya.
"Kamu sudah rapi?" tanya Galang saat melihat Lula ada di sana." Lula yang terkejut langsung berbalik dengan tertunduk.
"Maaf, Pak, saya telat lagi."
"Enggak apa-apa," kata Galang, dia melangkah mendekati Lula. "Lula." Panggil Galang.
Lula mendoangkan kepalanya. "Iya, Pak."
Galang memperhatikan Lula dari atas sampai bawah. "Kenapa kamu masih terlihat cantik memakai baju ini."
Lula mengerutkan dahinya. "Maaf, Pak, gimana?" Seakan baru tersadar, Galang langsung menggeleng cepat.
"Saya mau berpakaian dulu, kamu bisa keluar." Lula hanya menunduk hormat, kemudian keluar dari kamar Galang.
"Kendalikan dirimu Galang."
***
*Bersambung*
KAMU SEDANG MEMBACA
Lula The Secretary
Teen FictionGalang Andrian, harus menerima kenyataan pahit, di saat sang Ayah mengganti Sekretarisnya yang juga kekasihnya dengan seorang gadis culun yang bernama Lula Lailla. Lula adalah Sekretaris Galang, yang di pilih sendiri oleh Farhan Adrian yang merupak...