Bagian 2

8.5K 486 12
                                    

Cahaya matahari pagi menerbos masuk di sela-sela jendela kamar Galang. Galang membuka matanya perlahan saat cahaya itu menyilaukannya. Dia berusaha mendudukkan dirinya, sembari tangan yang menyentuh kepalanya. Sakit.

"Dimana nih? Aduh kepala gue sakit banget." gumamnya. Galang mencoba menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang, matanya terbuka lebar. Namun..

"Astagfirullah." serunya tergelonjak kaget saat melihat sesosok wanita berdiri di hadapannya. "Kamu ngapain disini?" tanya Galang saat melihat Lula yang sedari tadi berdiri di depan ranjang tidurnya.

Seperti yang kemarin Galang lihat, Lula memakai kemeja putih dengan jas hitam, memakai celana bahan yang ukurannya tidak sesuai, karena kebesaran. Rambut yang di gulung seklimis mungkin, dan kacamata tebal yang betengger di hidung mancungnya.
Sungguh, tidak ada menariknya sama sekali. Kalau di bandingkan dengan Kikan. Lula bagaikan titik di sebuah kanfas.

"Selamat pagi, Pak. Saya di tugaskan dengan pak Farhan untuk membantu anda menyiapkan pakaian kerja anda hari ini."

"Apa?! Enggak, enggak perlu, saya bisa sendiri," kata Galang sambil mengibaskan tangannya.

"Maaf, ini sudah menjadi tugas saya." Lula berjalan menuju Walk in Closet.

Di sana, dia menyiapkan pakaian untuk Galang, dari kemeja, jas, dasi, sepatu, kaos kaki, bahkan sampai dalaman pun Lula siapkan, tidak lupa Lula juga menyiapkan sabun dan shampo yang biasanya Galang pakai. Ini sudah menjadi tugasnya sebagai seorang Sekretaris sekaligus Asisten Galang.

Tak lama dari itu, Lula kembali keluar. Di sana, Galang masih setia di atas ranjang tetap bergeming. "Semuanya sudah saya siapkan, Pak. Anda bisa mandi sekarang. Pak Farhan dan bu Ranti sudah menunggu anda di ruang makan, jadi harap cepat, jangan sampai mereka menunggu. Saya permisi dulu," kata Lula. Kemudian dia menunduk hormat dan keluar dari kamar Galang.

Galang melongo, dia tidak habis pikir, kenapa ayahnya bisa tega menggantikan Kikan dengan wanita yang tidak memiliki kharismatik sama sekali. "Bisa-bisa gue gila punya Sekretaris kayak dia." gerutu Galang.

****

Galang menuruni anak tangga, tapi sedetik kemudian dia menghela nafas kasar saat melihat Lula berada di bawah tangga menunggu kedatangannya. "Apa kamu juga penjaga di rumah ini?" sindir Galang dengan tersenyum sinis.

Tapi yang ada Lula hanya tersenyum sopan. "Bukan, Pak," jawabnya. Galang memutar kedua bola matanya. Lalu pergi menuju ruang makan, Lula juga mengikutinya.

Galang mengambil duduk di dekat Ibunya, Ranti. Sedangkan Lula, dia mengambil tas kerja Galang lalu berniat untuk pergi. Tapi niatnya di urungkan saat Farhan memanggilnya.

"Lula, ayo makan bersama." ajak Farhan pada Lula. Lula tersenyum sopan.

"Terima kasih, Pak. Saya sudah sarapan tadi." tolak Lula sopan. "Saya akan menunggu Pak Galang di luar." sambungnya.

Setelah menunduk hormat, Lula pun pergi meninggalkan ketiga orang itu. Ranti menatap kepergian Lula. "Dia sangat sopan ya, Yah." Farhan mengangguk membenarkan.

"Sopan apanya sih, Bun? Lula itu terlalu kaku. Bisa-bisanya Ayah gantiin Kikan sama Lula."

"Yang penting Lula jauh lebih pintar dan baik di banding Kikan."

"Terus sekarang Kikan kemana? Pasti Bunda sama Ayah kan yang suruh dia tinggalin Galang?"

"Hm, benar," jawab Farhan sembari mengelap mulutnya dengan napkin. "Jadi, jangan mencarinya lagi." sambung Farhan lalu pergi.

Galang berdecak kesal. "Ayah tega sama Galang, Bun. Bunda gak bisa bantu Galang apa?"

Ranti menggeleng. "Keputusan ayahmu, adalah keputusan Bunda juga." Ranti segera pergi setelah mengatakan hal itu. Galang semakin kesal. Dia menjadi tak bersemangat untuk makan.

****

Galang keluar dari rumahnya, di sana sudah ada Lula dengan iPad-nya. Dirinya tampak fokus mengatur jadwal Galang hari ini.

"Apa saya harus menunggu mu sampai selesai?" kata Galang. Lula menegakkan kepalanya.

"Maaf, Pak," katanya. Lula tersenyum sopan dan membukakan pintu untuk Galang. "Silakan, Pak." Galang segera masuk, sedangkan Lula masuk di kursi samping pengemudi.

Di perjalanan, Lula menyemburkan agenda Galang pada hari ini, tapi Galang seperti tidak mengindahkan setiap perkataan Lula. "Apa anda sudah mengingatnya, Pak?"

"Hah? Apa? Apa yang kamu katakan? Saya tidak mengerti dengan apa yang kamu ucapkan, kamu tidak seperti Kikan yang mengatakannya dengan benar. Katakan sekali lagi." perintah Galang.

Lula tersenyum. "Maaf, Pak. Baik saya akan mengulangnya." Lula kembali mengulang agenda Galang yang sudah dia bacakan lebih dari dua kali itu.

Setibanya di kantor. Pintu bagian Galang di buka dengan satpam kantor, sedangkan Lula segera keluar dan mengikuti Galang yang melangkah lebar.
Sapaan demi sapaan di ucapkan dengan para staf yang kebetulan berpapasan dengan Galang, tak jarang juga ada tatapan terkesima yang mereka layangkan pada Galang.

Siapa yang tidak menyukai Galang? Pria muda yang tampan dan pewaris tunggal keluarga Adriyan. Semua wanita ingin dekat dengannya walau pun hanya sebagai pelayan sekali pun, dan Kikan merupakan wanita satu-satunya yang beruntung, karena telah mendapatkan hati Galang. Tapi sepertinya beda dengan Lula.

Galang masuk ke dalam ruangannya, sedangkan Lula segera duduk di kursi kerjanya. Dia menghela nafas sesaat lalu tersenyum. Lula memulai kerjanya.

"Semangat Lula." gumamnya.

***

**Bersambung**

Lula The SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang