"Aku gapapa, Yun. Kamu jangan khawatir gitu dong, cuma berdarah doang." Yujin tidak ada henti-hentinya bicara mengenai keadaannya membuat Yuna mendengus kesal.
"Apanya gapapa sih, Jin? Itu hidung lo sampe berdarah gitu, pasti gara-gara kak Hyunjin kan?! Dia main tangan sama lo?!"
Raut wajah Yuna yang terlihat marah ditambah nada bicaranya yang naik membuat Yujin bingung bagaimana ia menjawabnya.
Yuna yang sedang marah itu tiga kali lebih cerewet dari biasanya. Yujin tidak terganggu, justru ia merasa senang karena itu berarti Yuna peduli kepadanya.
"Nggak ih, pas dirumah aku kepentok meja, jadinya ya berdarah. Tapi gapapa kok, emang sering begini kalo kepentok, hidung aku agak sensitif," kilah Yujin.
Yuna hanya diam sembari tetap mengompres hidung Yujin berharap darah yang keluar cepat berhenti.
"Gue heran, kenapa kakak kelas suka ngebully lo, Jin. Padahal lo baik banget orangnya," gumam Yuna yang masih dapat didengar Yujin.
Yujin menanggapi nya dengan tersenyum tipis, kemudian menjawab, "kebaikan seseorang nggak dinilai sama satu orang doang, Yun. Bisa aja aku emang bikin kesel mereka, jadi mereka begini sama aku."
"Gimana caranya? Selama ini lo cuma diem dan diem, dimana letak lo bikin kesel mereka?"
"Emang dasarnya mereka yang gila," lanjut Yuna.
"Hush, jangan gitu. Justru aku yang heran, kok kamu mau nemenin aku? Sedangkan kamu kan orang terpandang. Emang mama papa kamu nggak marah?"
"Mereka nggak ada hak buat larang gue main sama siapa aja, Jin. Kalau mereka menentang pun, gue bakal lawan. Gue buktiin kalau lo ga seburuk yang mereka kira," jawab Yuna.
Hati Yujin terenyuh, ia baru menemukan sahabat yang sebaik Yuna. Semua sahabatnya dulu hanya memanfaatkan kepintarannya saja, jika sudah selesai kemudian dibuang layaknya sampah.
Yuna berhenti mengompres hidung Yujin lalu menaruh baskom kecil tersebut di nakas yang tersedia di dekat brankar. Tangan kecilnya beranjak menggenggam tangan Yujin yang sedikit lebih kurus darinya.
"Jin, jangan anggap gue sebagai orang terpandang. Gue juga manusia kayak lo yang cuma beruntung dilahirin di keluarga berada," ucap Yuna telak sembari menatap lekat mata temannya.
"Aku takut, kalo akhirnya kamu ninggalin aku sama kayak yang lain," gumam Yujin lemah.
"Jangan takut, gue bakal buktiin omongan gue sekarang, kalo gue bakal terus di sisi lo, Jin."
+++
Yujin dan Yuna kembali ke kelas setelah meminta izin selama 1 jam pelajaran. Hal tersebut tentu mudah didapat, mengingat Yuna orang yang disegani disini.
Yah, terkadang Yuna memang harus bersyukur dengan martabatnya yang tinggi di sini.
"Yuna, gue punya koleksi tas mahal nih. Lo nggak mau main sama gue? Daripada sama dia kan," tanya seseorang yang Yujin tidak tahu siapa, seraya melirik Yujin sinis.
"Nggak, sorry. Gue ga suka koleksi tas mahal cuma buat pamer," sindir Yuna.
Siswi tersebut mendesis, "oh ya? Jangan jangan lo diperes uangnya sama anak ini, jadi lo nggak ada duit lagi?" balasnya, sembari melirik Yujin sinis.
Yujin hanya diam dan menunduk, tangannya sedikit meremas roknya sendiri. Hanya itu yang akan dilakukan Yujin ketika ada yang mencoba membully-nya.
Yujin mungkin diam, namun Yuna tidak. Dia tidak akan membiarkan sahabatnya itu disentuh oleh tangan-tangan kotor yang berada disekolah ini.
"Kalau gue diperes pun, ada masalah buat lo?" balas Yuna kemudian menarik tangan Yujin melewati siswi tersebut. Yujin hanya pasrah ketika ditarik oleh Yuna.
"Maaf, tapi sahabat gue lebih berharga daripada orang kayak lo, Kak Chaewon yang terhormat," bisik Yuna saat melewati Chaewon.
Chaewon yang dilewati hanya diam sembari menahan emosinya. Kemudian berbalik menatap punggung Yuna dan Yujin yang semakin menjauh.
"Oh, jadi bener, ya? Cih, bisa gue jadiin bahan nih," gumam Chaewon sembari tersenyum miring.
+++
"Ada ada aja, ya Tuhan. Untung gue sabar," gumam Yuna saat menjauh dari Chaewon, seniornya.
Kim Chaewon, salah satu siswi yang ikut membenci Yujin tanpa alasan yang jelas. Ia juga sering ikut andil ketika Hyunjin dan yang lainnya membully Yujin.
Sejujurnya, Yuna bisa saja menyuruh ayahnya untuk melakukan sesuatu, namun ia tidak mau lagi menggunakan kekuasaan ayahnya untuk mengatasi masalahnya sendiri.
Ia akan mencoba mandiri, mulai sekarang.
"Jangan dihirauin, aku udah biasa kok. Kenapa kamu yang marah?"
Astaga, bisakah Yuna mengumpat sekarang juga? Mengapa temannya yang satu ini begitu polos?! Hal itu membuat Yuna menjadi gemas sendiri.
Entah Yujin memang terlalu polos, atau memang ia yang berpura-pura tidak tahu.
"Bukan gitu, Jin. Mereka tuh tipe yang ngelunjak kalau didiemin, tapi giliran dilaporin malah nangis," ucap Yuna geram.
"Yaudah biarin aja," balas Yujin tenang.
"Lo kok tenang banget sih?! Gue jadi gemes sendiri tau!" Yuna akhirnya tidak bisa menahan kegeramannya pada Yujin, membuat dirinya menjadi perhatian karena sedang melewati kelas lain.
"Ih jangan teriak, malu diliatin tuh," ucap Yujin memperingati.
"Lagipula, kalo aku laporin emang ada yang percaya? Bahkan aku nggak yakin kalo kamu mihak sama aku." Ucapan Yujin membuat Yuna menoleh kesal.
Hey! Untuk urusan pelajaran mungkin Yuna memang buruk, tapi untuk satu ini, Yuna tidak sebodoh itu. Yujin jelas meragukan kesetiaan nya sebagai sahabat, walaupun secara tidak langsung.
"Jadi lo ragu sama gue?" Ucap Yuna datar.
Yujin menggeleng dengan kukuh, "Nggak gitu! Aku cuma ngira aja, kamu kan orang terpandang, jadiㅡ"
"Berhenti bawa orang terpandang, Yujin. Kita sama-sama manusia," sela Yuna.
Yujin terdiam, bahkan dia tidak sadar bahwa kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya.
"M-maaf," ucap Yujin dengan suara pelan.
Yuna tersenyum. "Gapapa, tapi kalo lo gitu lagi, gue marah ya?"
Yujin mengangguk, kemudian mereka melanjutkan langkah mereka menuju kelas mereka berdua. Berjalan santai meski jam pelajaran sudah berlangsung.
Tanpa mereka sadari, seseorang menatapnya dengan senyum miring.
(tbc)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hwang, I Trust You | Hwang Hyunjin [✓]
FanfictionDia, Ahn Yujin, gadis yang menunggu kebahagiaan datang pada dirinya. Ia percaya, bahwa sebenarnya kebahagiaan sudah digariskan oleh Sang Pencipta. Yujin percaya, bahwa Hwang Hyunjin lah yang akan memberi nya kebahagiaan suatu saat nanti. dialog non...