Chapter 2

500 80 92
                                    

"Aku pulang."

Suara Wooseok dalam apartemen seluas lima puluh pyong itu serasa bergema. Cahaya kelap-kelip lampu kota Seoul dari seberang Sungai Han mengintip dari balik vitrase. Tak ada seorang pun yang menjawab salamnya. Ayahnya belum bisa pulang karena masih harus mengurus pop-up store di salah satu Lotte Department Store.

"Kamu pesen makanan aja, ya. Papa masih belom tau bisa pulang jam berapa."

"Iyaaa, gampang. Papa juga jangan lupa makan."

"Siap, Boss!"

Wooseok menerima telepon dari ayahnya dalam perjalanan pulang tadi. Ia sempat berpikiran untuk mampir ke suatu tempat, hanya sekadar untuk menghabiskan waktu dari pada terkurung di lantai 27 Raemian Caelitus Apartment ini sendirian. Namun karena tubuhnya terasa lelah setelah latihan tadi, akhirnya ia memutuskan untuk pulang.

Dua jam kemudian, belum ada tanda-tanda kepulangan ayahnya. Wooseok mulai bosan. Jam di atas meja belajarnya menunjukkan pukul sembilan lewat dua puluh tiga menit. Beberapa kertas berserakan, bukan karena tugas, tapi berupa coretan-coretan random. Lampu yang ia liat di tepi trotoar, hockey stick dan puck, sepatu untuk ice skating. Juga sketsa portret seorang pemuda. Wooseok meremas kertas coretan yang terakhir, membuatnya seperti bola, lalu melemparnya masuk ke dalam keranjang sampah berjarak dua meter darinya.

Masuk! Three point!

Wooseok memutar-mutar kursi belajarnya sambil mengetuk-ngetukkan pensil yang ia pakai tadi ke dagunya. Berpikir sejenak sampai akhirnya ia mengambil iPhone 11 Pro miliknya yang berwarna abu-abu dan mencari kontak nama seseorang.

Suara nada sambung terdengar beberapa kali. Dengan tidak sabar, Wooseok menunggu.

"Halo?"

"Wei, ayo nonton midnight!"

***

I love horror movies because it's less scary than losing you.

"Gila lo emang ngajakin gue nonton beginian."

"Sekali-kali man up lah, Wei. Jangan nonton Elsa doangan."

Jinhyuk masih saja mengeluarkan suara protesnya, namun tak ayal mengikuti langkah kaki Wooseok memasuki theater di I'Park Mall yang terletak di Stasiun Yongsan. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat empat belas menit, telat sembilan menit karena film The Turning yang Wooseok pilih mulai pada pukul 22.05 KST.

Sesungguhnya, Wooseok tidak terlalu memperhatikan film tersebut. Ia bahkan sempat tertidur kalau saja Jinhyuk tidak memukul lengannya karena kaget. Akhirnya, bahkan sebelum filmya selesai, mereka memutuskan untuk keluar.

"Lo nggak jelas banget sih. Labil!" Jinhyuk kembali protes, sambil memasukkan satu potong sandwich ke dalam mulutnya. Awalnya Jinhyuk mengajak Wooseok untuk makan ramyeon instan, beli di GS25 dekat apartemennya. Tapi Wooseok menolak. Ia tidak mau wajahnya terlihat sembab esok hari, sehingga duduk di Paris Baguette menjadi pilihan.

"Emang kenapa sih? Suntuk banget kayaknya."

"Bosen aja. Bokap belom pulang."

"Kan bokap lo emang sibuk. Udah biasa ditinggal juga padahal."

"Tadi gak sadar bikin sketsa wajahnya dia," Wooseok mengingat wajah yang terlukis pada kertas yang berakhir di keranjang sampah.

"Muka bokap lo?"

"Ya bukan muka bokap lah, Wei! Ngapain gue galauin muka bokap sendiri???"

"Kirain... Hehehe... Trus gimana abis galau?"

DANCING ON ICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang