Ketakutan itu muncul kembali dalam benak Seokjin. Selalu menghantuinya sepanjang waktu tanpa toleransi. Efek kengerian yang diberikan tak lekang oleh apapun. Mengakar kuat sampai masuk alam bawah sadarnya.
Akan tetapi, Seokjin itu bodoh.
Seokjin tidak banyak makan. Tubuhnya kurus dan kini terduduk lemah di ujung ruangan. Kedua lengan yang tertoreh luka gores itu memeluk tubuh sendiri. Seokjin terjebak. Meringkuk di pojokan. Bersama pecahan gelas yang ada di sekitar tubuhnya. Seolah menahan Seokjin agar tak berpindah.
Pelipisnya sobek dan kini mengeluarkan darah. Lengan memar. Sepanjang ruas tulang belakangnya ngilu. Nyaris mati rasa karena bantingan tanpa perasaan. Pipinya merah karena tonjokan. Ujung bibir gemuknya mengeluarkan darah.
Sakit! Seokjin kesakitan!
Dadanya berdegup kencang bersamaan dengan tubuhnya yang gemetar. Sendi tubuhnya melemas. Matanya menatap sayu pada sosok pria yang mengenakan kaus putih tipis dan celana pendek. Pria itu duduk diam di atas ranjang setelah menorehkan luka di tubuh Seokjin.
Rasa takut dalam diri Seokjin menyeruak ketika pria itu bangkit dari duduk diam. Tubuhnya jauh lebih besar dari Seokjin. Dengan tenaga yang tak ditahan untuk keluar menghajar habis tubuh kecil nan ringkih milik Seokjin.
Seokjin menahan teriakan. Teriakan rasa sakit yang hendak meloncat keluar dari lisannya ketika kaki sebelah kanan dari pria itu menghantam kuat tubuh Seokjin. Telapak kaki itu mendorong. Mendesak tubuh Seokjin terus merapat ke dinding. Seolah hendak meremukkan tulangnya.
Gigi Seokjin menggores bibirnya dalam. Memberikan luka robekan yang baru. Rasa anyir memenuhi indera pengecap milik Seokjin. Ia ingin menangis. Seokjin sangat ketakutan. Namun, Seokjin tidak akan mungkin lari sebelum ini selesai.
Pandangan mata Seokjin kini mengabur. Seolah kesadarannya akan hilang. Entah sudah berapa lama ia dikurung di sini. Menjadi samsak dari amarah pria itu.
Ketika tubuhnya yang terasa remuk itu mendapatkan sebuah pelukan hangat. Seokjin jatuh menangis. Sungguh ia tak mengerti harus memberikan respon apa. Meringkuk mencari kehangatan tubuh pria yang kini memeluknya erat.
Ketika Seokjin mendongak, pria yang kini memeluknya tengah tersedu. Sorot mata prianya itu sendu. Memerah basah oleh air mata. Tubuh kekar itu bergetar hebat. Seokjin jelas tahu, Namjoon kini tengah merasa ketakutan. Sama sepertinya.
Seokjin tersenyum tipis ketika kedua tangan besar milik Namjoon menangkup wajahnya yang memar dan terluka. Pria itu mengusap darah pada area bibir dan pelipis Seokjin dengan lembut penuh kehati-hatian.
"Namjoon?"
Yang dipanggil menggeleng kuat. Lantas menarik tubuh Seokjin ke dalam pelukan hangat tubuhnya. Mengusap punggung kekasihnya yang baru saja remuk.
"S-seokjin kau terluka!" tangis Namjoon.
Seokjin mengangguk pelan. Tangannya meraih tengkuk Namjoon dan memberi usapan pelan dan hangat untuk mereda tangis dan gemetar kekasih hatinya. Ia menggerakkan tangan pelan, Seokjin pun menyentuh pelan dada Namjoon.
"Kau juga terluka, Namjoon"
○
○
○
○
○
Ketika lengan kekar berotot itu memeluk tubuhnya dari belakang, spontan Seokjin memekik terkejut. Ia berbalik dan saat itu juga bibirnya mendapat kecupan yang begitu hangat dan dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carnation
Fanfictionada beberapa pilihan warna, merah berarti kekaguman, kuning berarti kekecewaan, dan merah bercorak putih berarti penolakan. NamJin AU! with TaeJin