"Kau ikut acara amal?"
"Letakkan lagi mainan itu di meja, Seok!"
Yang diperingatkan hanya berkedik santai lalu meletakkan bungkusan obat di atas meja kerja tepat di hadapan Namjoon.
"Kau lupa tidak pergi kontrol dan tidak beli obatmu lagi" ujarnya "Ayahku khawatir pada kondisimu"
Namjoon menghela napas panjang lalu ia bersandar pada sandaran kursi kerjanya. Melepas kacamatanya lalu memandang ke arah rekannya yang berpenampilan rapi dan bersih tampan itu.
"Hoseok, aku titip terima kasih untuk Dokter Jung. Katakan pada beliau, untuk mengabari aku saat beliau ada waktu senggang konsultasi dan kontrol"
Hoseok berkedik santai. "Ayahku selalu punya waktu untuk pasien tersayangnya"
Namjoon mencibir pelan ucapan kawannya yang terdengar merendahkannya. Walau Hoseok itu menyebalkan, bagi Namjoon, sahabatnya itu sudah melakukan terlalu banyak hal untuknya. Sampai Namjoon sendiri tak tahu harus membalas perbuatan baik Hoseok dengan apa.
Jika bukan karena bantuan dari Hoseok, mungkin Namjoon masih terkurung di rumah sakit kejiwaan itu. Berkat Hoseok ia bisa keluar dan duduk sebagai kepala bagian di perusahaan besar.
"Bagaimana usahamu mendekati mantan kekasihmu?" tanya Hoseok sembari duduk di sofa ruangan Namjoon.
"Dia kembali padaku". Namjoon menarik satu map besar dari lemari dan mengambil beberapa lembar kertas dari dalam sana.
"Oh, itu sangat bagus" komentar Hoseok merasa bangga "Tidak sia-sia aku dan ayahku membuatkan surat palsu untuk mengeluarkanmu dari rumah sakit jiwa"
Namjoon mendengus kesal. "Sial! Aku tidak separah itu sampai harus mendekam di rumah sakit ayahmu"
"Kau harusnya katakan itu pada orang tua dan adikmu, bukan padaku"
Namjoon memang hanya di rumah sakit itu selama satu bulan. Namun, rasa sakit hati tidak akan hilang darinya setelah lima tahun berlalu. Beruntung orang tuanya mengirim dirinya ke rumah sakit tempat ayah Hoseok bekerja.
Ayah Hoseok bisa memalsukan surat sehat untuknya dan membohongi orang tuanya. Uang pengobatan di rumah sakit, Namjoon gunakan untuk menyelesaikan kuliahnya.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa kau beli mainan anak ini?"
"Itu untuk Jungkook, anak itu--"
"Siapa Jungkook?" potong Hoseok.
"Keponakanku" jawab Namjoon sembari mendengus sengit kalimatnya diputus "Anak itu agak kurang menyukaiku"
Hoseok tertawa lepas mendengar setelah penjelasan Namjoon. Ia menepuk tangan beberapa kali merasa geli.
"Setelah berhasil mendapat kembali hati mantanmu, sekarang kau mencoba untuk menarik perhatian anaknya?!"
Namjoon berkedik santai sambil bergerak mengembalikan map di meja ke rak lagi. "Aku tentu tidak tahu siapa yang nantinya memenangkan hak asuh anak itu, aku hanya berjaga-jaga seandainya anak itu dimenangkan Seokjin di persidangan"
Hoseok menggeleng tak percaya. "Kau baru mengambil kembali hatinya dan kau sudah berpikir merusak rumah tangga adikmu?!"
Namjoon berkedik santai. "Lebih cepat maka lebih baik pula. Jika anak itu nanti dimenangkan Seokjin, mau tidak mau aku pun harus bertindak sebagai ayahnya"
Hoseok mengangguk paham. Ia bersandar ke belakang. Mengamati wajah kawannya yang tampak begitu lelah dan sibuk untuk mengurus pekerjaannya. Beruntung sekali otak Namjoon itu encer sehingga ia tidak akan kalah melawan keluarganya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carnation
Fanfictionada beberapa pilihan warna, merah berarti kekaguman, kuning berarti kekecewaan, dan merah bercorak putih berarti penolakan. NamJin AU! with TaeJin