Victor

518 63 11
                                    

Tap tap tap

Suara langkah kaki terdengar tegap menyusuri lorong sebuah rumah megah dengan lantai marmer namun minim penerangan. Aroma mawar semakin kuat tercium. Semakin lama, langkahnya semakin gemetar, hingga ia menemui 2 pintu dengan ukiran emas disegala sudutnya.

Kreekkk

Pintu itu terbuka dengan derit kuat menambah suasana mencekam. Tampak sebuah ruangan remang, arsitektur elegant namun menakutkan, tampak luas tapi membuat sesak.
Pria tua itu seakan kesusahan menelan salivanya.

" Masuk!" Ujar sebuah suara membuat nyalinya semakin ciut. Ia melangkah getir, menghadapi sosok yang tampak menatap jendela dengan anggur hitam di tangannya.
Tinggi, putih, dengan rambut hitam legam dan jubah panjang yang membuatnya terlihat seperti seorang pangeran.

" Tu..tuan." Pria tua itu bergidik

Beberapa detik, pemuda yang sekilas tampak berumur 20 an itu mengulas senyum tipis

Dan....

Aaaarrrkkkhh

Pria tua itu merasa tercekik, tubuh rentanya perlahan mengambang di udara. Ia kehabisan napas

" Kau tahu aku sedang kesal bukan. Jika urusanmu datang tidak penting, kau akan kehilangan tulang lehermu." Celetuknya berbalik, menatap pria tua itu dengan bola mata memerah seakan mengalirkan darah.

Dia benar benar berkulit pucat, dengan sepasang mata tajam dan hidung mancung. Bibirnya mengurai senyum menakutkan, tangannya menunjuk ke arah pelayan tua di depannya.

" Tu..tuan... Tu.. tuan Victor...

Brak

Mendengar nama itu, tubuh tua di depannya langsung tersungkur jatuh kelantai sambil terbatuk ketakutan

" Aku sudah bilang, jangan menyebutkan nama itu!" Tekannya garang

" Tu..tuan Victor ada di ruang tamu. Di..a pulang." Celetuk pelayan tua itu masih dengan wajah memerah

Deg

Sosok itu mematung sesaat.
Jari jemarinya mengepal, urat lehernya menegang. Serta sorot mata yang penuh kebencian.

" Beraninya dia!" Gumamnya kemudian bergegas melangkah tegap ke luar ruangan, meninggalkan pria tua itu yang mengambil napas lega.

Sepanjang melangkah, kenangan di memorienya terus berputar, kenangan yang membuat bola matanya semakin memerah seperti darah.

" Kau akan menjadi D'five berikutnya?" Tanya sepasang mata kecil di sisi pemuda itu berbinar binar.
Pemuda itu tampak mengulas senyum manis, ia mengarahkan busurnya ke langit. Dan....

Blash

Seekor burung langsung jatuh setelah ia melepaskan anak panahnya.

" Tentu! Aku adalah penerus tertua dari ayah. Apa kau merasa iri sayang?" Tanyanya mengusap rambut legam anak kecil di dekatnya

" Tidak Arka, aku justru bangga padamu." Senyumnya lebar

" Ayo! Kita panggang burung itu... Kemudian berlatih kembali. Kau harus mengasah semua kemampuanmu, supaya tidak ada lagi yang meremehkanmu di kelas nanti." Senyum pemuda yang tak lain adalah Arka. Ya, dia Arka saat masih berusia 12 tahun, tapi kenapa wajahnya sangat berbeda?

" Aku menyayangimu Arja. Kau mengajarkanku semuanya." Senyum anak itu senang kemudian memegang lengan Arka dan melangkah riang bersamanya.

Arka begitu menyayanginya, apa yang Arka tahu pasti ia ajarkan pada bocah 8 tahun itu. Cahaya hidup satu satunya bagi pemuda itu hanya melihat tawa bocah itu yang riang saat makan, berlatih bahkan terlelap di pangkuannya.

Clara With The Boys ( A Magic's Crown )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang