"Ibu Sherly..."
Mendengar suara memanggilnya dari belakang, Sherly menoleh dan melempar senyum ketika mendapati sosok pria berjas hitam berdiri di belakangnya. Meski tak mengenalnya namun Sherly memang telah terbiasa bersikap ramah kepada siapapun. Memang sih, dia lumayan dikenal sebagai Jaksa ramah, berbeda, berbanding terbalik dengan Amanda.
Sherly menatap wajah pria itu sesaat. Dalam hati Sherly masih menebak-nebak, siapa pria itu. Dan apakah ia pernah bertemu sebelumnya atau tidak.
Sepertinya bukan saatnya untuk berlama-lama saling berpandangan. Dan akhirnya pria itu maju selangkah. "Kenalkan Bu, saya Rinto..." sembari mengulurkan tangan.
"Rinto?" Gumam Sherly bernada tanya, sembari membalas uluran tangan pria itu. Mereka bersalaman.
"Iya Bu, saya Rinto..." Kata pria itu sesaat, kemudian berlanjut menjelaskan jika ia adalah anggota keluarga 'Terdakwa' yang sedang di tangani oleh Sherly. Mendengar itu Sherly mengernyit, dan dalam hati tentu saja langsung menebak, jika sepertinya pria ini akan bernegosiasi dengan Sherly agar mendapat keringanan hukuman bagi terdakwa.
Meski demikian Sherly tak menolak atau mengusir pria itu. Dia tetap meladeni dengan amat sangat ramah. Senyuman di wajahnya pun tak luntur sama sekali. Bahkan setelahnya, ia mengajak pria itu berbicara di dalam ruangannya. Dengan alasan tak enak, jika di dengar di khalayak orang banyak.
"Silahkan Pak, kita ke ruangan saya saja." Kata Sherly mengingatkan kembali ke pria itu.
Tentu saja, pria itu berfikir jika rencananya akan mulus tanpa hambatan. Juga melihat kebiasaan seorang 'Jaksa; jika adanya ajakan bertemu secara rahasia/pribadi. Tandanya akan adanya '86' atas kasus yang sedang di jalankan.
Pria itu berjalan di samping Sherly menuju ke ruangan. Mereka berdua hanya diam, dan menunggu hingga berada di ruangan yang di maksud.
Krieeeekkkk! "Silahkan Pak." Saat pintu ruangan terbuka, Sherly mempersilahkan pria itu untuk masuk mengikutinya.
Sherly terlebih dahulu duduk di kursi tempatnya bekerja. Lalu mempersilahkan pria itu untuk duduk di depannya.
Kini mereka telah duduk berhadapan, Sherly masih memasang ekspresi tersenyum cukup ramah kepada pria itu. Namun dalam hati, jelas saja telah ia niatkan. Pasti ia akan menolak, apapun bentuk tawaran dari pria itu, untuk memudahkan jalannya sidang nanti. Jika saja Sherly belum tersadar, maybe! Sherly masih bisa pikirkan akan hal itu. Selama kasus tersebut, masih bisa di pelintir. Maksudnya, masih bisa di modifikasi.
Tapi Sherly yang dulu, sama yang sekarang sudah berbeda. Juga karena kenal dekat dengan Aldi, Johan beserta kedekatannya yang mulai juga dengan Amanda dan Lexa, beserta Ira. Sherly seperti menemukan keluarga baru yang juga sangat menyenangkan baginya. Bahagia bersama mereka adalah jauh lebih baik, ketimbang memungut duit 'Haram' dari para masyarakat yang masih saja ingin membeli hukum di negara ini. Tekadnya pun sudah bulat. Akan menegakkan hukum seadil-adilnya untuk semua masyarakat di negara ini.
"Jadi begini Ibu Jaksa, maksud kedatangan saya... mungkin ibu Jaksa mengerti."
"Mengerti?" ekspresi Sherly berubah. Ada senyum tipis, namun seperti agak 'sinis' karena mengetahui kata 'Mengerti' yang di maksud itu apa.
"Hehehe, ibu Jaksa belum ngerti yah?"
"Belum sih Pak... tolong di jelaskan." Kata Sherly belaga belum mengerti.
"Jadi begini Ibu, kebetulan ada titipan dari bapak... agar sidang NW dan DT mungkin-" belum sempat pria itu melanjutkannya, Sherly segera memotong pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IL - Segreto
RomanceCerita ini khusus untuk 18+ Jika belum cukup umur di sarankan segera tinggalkan cerita ini. Jangan lupa kritik & saran sangat di harapkan Jangan Lupa Bahagia Tj44