8. Penyamaran

283 67 18
                                    

Taeyong menelfon seseorang dengan gelisah. Mark dan Yuta yang melihat Taeyong gelisah akhirnya memutuskan untuk bertanya. Mark memegang salah satu pundak Taeyong.

"Ada apa?" Tanya Mark.

Yuta ikut mendekati Taeyong. Para pekerja mereka juga ikut berhenti berjalan. Taeyong masih tak menjawab Mark, ia masih berkutat dengan ponselnya.

"Yong, coba tenang dulu. Jika kamu tak bercerita mana mungkin kita paham." Ucap Yuta.

Panggilan Taeyong tetap tak dijawab. Akhirnya Taeyong menyerah untuk menelfon.

"Begini," Taeyong memberi jeda.
"Seseorang sedang dalam bahaya, aku harus segera menolongnya. Dia ada di dimensi lain, letak dimensi itu ada di Padang rumput yang pernah kita bicarakan." Jelas Taeyong.

"Apakah kau benar-benar harus ke sana?" Tanya Mark.

"Tentu, aku sudah berjanji akan membantunya." Jawab Taeyong.

"Kalau begitu pergilah. Tak apa. Aku dan Mark akan melanjutkan survey ini, tenang saja." Ucap Yuta.

"Coba cek dulu apa saja yang kau bawa saat ini, bawa yang berguna saja, sisanya masukkan saja ke dalam tasku."  Ucap Mark.

"Baiklah, terimakasih. Aku akan membawa kapalnya untuk sementara, padang rumput itu cukup jauh, apa tidak apa-apa?" Taeyong meminta izin kepada Mark dan Yuta.

"Bawalah, yang penting nanti sore jemput kami di koordinat ini." Yuta mengirim koordinat mereka ke ponsel milik Taeyong. Mark dan Yuta sama-sama mengeluarkan satu coklat dari tas mereka lalu memberikannya pada Taeyong.

"Untuk apa? Kan aku juga sudah dapat jatah konsumsi." Taeyong bingung.

Mark dan Yuta hanya tersenyum penuh arti sementara Taeyong bertambah bingung.

"Sudah ambil saja, siapa tahu gadis itu jatuh hati pada mu." Yuta tertawa.

Mark mengambil coklat Yuta dan memasukkan coklat mereka ke dalam tas Taeyong tanpa permisi. Mereka berdua masih senyum-senyum melihat Taeyong yang belum paham.

"Kenapa kalian bisa tahu jika aku akan menolong seorang gadis?" Taeyong masih bingung.

"Johnny sudah menceritakan semuanya. Sudahlah, jangan banyak tanya. Cepatlah pergi. Cepat selamatkan gadis cantik itu." Yuta mendorong tubuh Taeyong agar lekas berjalan.

Setelah ia selesai menolong Wendy, Taeyong berniat akan menyumapal mulut Johnny dengan roti, ia menyesal menceritakan tentang betapa cantiknya Wendy, dasar mulut ember. Yuta masih mendorong Taeyong untuk segera pergi kemudian mereka melanjutkan survey.
.
.
.
.
.
.

"Sialan!" Wendy mengumpat sambil menghindari rambut ibu bambu yang membelah pintu untuk menangkapnya. Obor-obor yang digantung di sepanjang lorong seketika menyala semuanya saat kaki ibu bambu menapaki lantai lorong. Para penyembah ibu bambu juga turut mengejar Wendy.

Drrrtttt Drrrrtttt

Sesuatu bergetar dalam saku Jaehyun. Ia tak mau melihatnya dulu, keadaan saat ini sedang tidak memungkinkan. Ia takut penyamarannya terbongkar di sini. Ia mengeluarkan pedangnya lalu ia ikut berlari mengejar Wendy. Ia harus berakting sebaik mungkin agar tak ada yang curiga, ia harus berakting menyerang Wendy juga.

Wendy berlari, di tengah ia berlari, ia mengikat rambutnya dengan tangan kirinya menjadi satu, lalu ia memotong rambutnya yang panjang menggunakan pedangnya. Ia tak mau rambut panjangnya akan mengganggu perkelahiannya dan ia tak akan menyia-nyiakan rambut itu begitu saja.

Mata biru Wendy melirik kanan dan kiri. Ia berhenti berlari dan berbalik arah. Orang-orang yang mengejarnya sedikit kaget, mereka pikir Wendy bodoh. Mereka pun tersenyum. Wendy pun ikut tersenyum, ia memperlihatkan gigi-giginya, aura pembunuh telah menguar dari tubuhnya. Apa yang diajarkan di rumah ini sejak ia masih kecil telah mendarah daging, ajaran untuk menjadi pembunuh. Ia bahkan telah lupa jika beberapa waktu yang lalu ia mengatai Seulgi bukan manusia, lalu sekarang ia di sebut apa?

Dua orang lelaki maju menyerang Wendy. Ketika kedua lelaki itu hampir mendekati Wendy, Wendy melemparkan potongan rambutnya, helaian-helaian rambut itu berhamburan di depan kedua lelaki itu, sehingga mengalihkan perhatian mereka untuk beberapa detik. Segera Wendy menebas leher lelaki di sebelah kanannya, lelaki itu tewas. Detik berikutnya, ia menebas perut lelaki yang ada di sebelah kirinya, lelaki itu ambruk.

Wendy menengadahkan kepalanya ke langit-langit lorong ini. Pedangnya Wendy dihiasi darah yang masih menetes lalu ia menghadap ke depan lagi, ia menatap tajam ibu bambu.

"Lihat. Kau membuatku harus membunuh orang lagi. Apa kau puas ibu bambu?"

Wendy melangkahkan kakinya dengan perlahan mendekati ibu bambu dan beberapa penyembahnya. Ia sempat dibuat heran, wajah Jaehyun berubah lagi, ia melihat ada dua orang di dalam satu tubuh tapi itu tak penting sekarang. Ia harus menyelamatkan Ten dan dirinya sendiri.

Lonceng-lonceng gelang kakinya berbunyi pelan, mengikuti langkah kaki Wendy.

Hening

Lalu

Seorang Lelaki dan Ibunya menyerang Wendy, sementara ibu bambu hanya melihat dari kejauhan, walaupun tak terlalu jauh.

Trang!

Wendy menangkis pedang lelaki itu, Wendy terus menekan pedangnya untuk menjatuhkannya. Di saat yang sama, Ibunya menyerang dari arah kiri menggunakan pisau. Mata Wendy melirik ke arah kiri, lalu memandang musuh di depannya lagi. Ia sedikit mengurangi tekanan pada pedangnya. Lelaki itu pun tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendorong pedangnya kepada pedang Wendy.

Wendy tersenyum.

Tiba-tiba Wendy mendorong pedangnya dengan sangat kuat, lelaki itu pun sedikit terhuyung ke belakang.

Pedang mereka tak saling bertautan lagi.

Wendy segera menenendang ibunya yang akan menusuknya dengan pisau. Lelaki  itu menyerang lagi, Wendy langsung menendangnya hingga tubuh lelaki itu terpental dan menabrak kaki Ibu bambu. Ibu bambu melihat Wendy dengan sengit. Namun ia tak mau maju untuk menyerang Wendy sedangkan Jaehyun tak maju untuk menyerang Wendy.

Wendy tersenyum lagi ketika melihat
Ibunya mengambil ancang-ancang untuk menyerangnya kembali. Mereka saling menatap.

"Hai ibuku sayang. Apa kau mau membunuh anakmu sendiri?"
.
.
.
.
.
.

Lonceng Bambu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang