Lily melangkah masuk ke dalam apartemen Alan kemudian memeluknya, lalu menangis.
Lagi, seperti ini. Saat Lily tidak tahu harus kemana dan mengadu pada siapa, Alan selalu jadi tujuan terakhir, tempat Lily menangis tanpa bercerita apapun, dan Alan tidak pernah memaksa meminta penjelasan.
Alan hanya membiarkan Lily menangis sambil memeluknya, dia ingin membalas pelukan Lily tapi seperti ada yang menahan tangannya.
"Aku nggak mau pulang," ucap Lily.
Lily takut, selama ini dia takut untuk tinggal sendirian di rumah, takut kejadian yang menimpa ibunya beberapa tahun lalu juga akan menghampirinya.
Lily perlahan mulai melepaskan pelulannya dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.
"Kamu istirahat dulu," ucap Alan kemudian menutup pintu lalu menuntun Lily untuk istirahat di kamar tamu dalam apartemennya.
"Aku ambil air dulu," ucap Alan.
Setelah mengambil air dari dapur, Alan kembali dan memberikan air itu pada Lily yang kini duduk di atas ranjang dengan wajah yang tertunduk.
"Besok masih ada tryout kan? Kamu tidur dulu sekarang, istirahat yang banyak." Alan mengambil gelas kosong di tangan Lily kemudian berbalik berniat pergi, tapi Lily lebih dulu menahan ujung baju Alan.
"Kak," panggil Lily, membuat Alan berbalik.
"Aku nggak pernah cerita apa-apa ya sama kakak," ucap Lily.
"Sekarang aku mau cerita," Sambungnya.
"Nanti saja, kamu istirahat sekarang," titah Alan.
"Aku mau cerita sekarang." Lily menarik lengan Alan sehingga Alan terduduk di atas ranjang. Tanpa menunggu persetujuan Alan, Lily mulai bercerita tentang semuanya, tentang orangtuanya, dan juga tentang perlakuan yang dia dapat di sekolah beberapa minggu belakangan.
Alan diam mendengarkan selama Lily bercerita, dia tahu selama ini Lily banyak tertekan hanya dengan melihat wajahnya saja, tapi dia tidak pernah tahu seperti apa dan seberapa berat itu.
Bening-bening air mata Lily kembali keluar, dan Alan selalu benci melihat perempuan menangis.
Tangan Alan terulur, bukan untuk menghapus air mata itu, tapi untuk menarik Lily ke dalam pelukannya, dan membiarkan Lily tetap menangis.
Mungkin terlalu egois, tapi Alan tidak pernah berniat untuk berhenti berharap pada Lily, karena bagaimanapun gadis itu akan selalu berhasil membuatnya goyah.
Gadis rapuh yang selalu terlihat kuat di hadapannya, gadis penakut yang sudah menolaknya, Lily yang selalu menjadikannya sebagi tujuan terakhir.
Setelah menceritakan semuanya dan menumpahkan sisa air matanya malam itu, Lily akhirnya tertidur. Alan menaikkan selimut Lily, kemudian mematikan lampu kamar dan keluar dari sana setelah sekali lagi memastikaj bahwa Lily memang sudah benar-benar tidur.
• • •
Hari ini adalah hari terakhir tryout, jika saja bisa bolos, Arkha sudah melakukannya sejak kemarin. Menurutnya tryout itu tidak ada gunanya, hanya menambah beban saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Over [✔️]
Teen Fiction-Cover by me- [TAHAP REVISI] . . Tiap orang punya caranya masing-masing Arkha yang bersembunyi di antara semak belukar berduri, demi menembakkan peluru kosong pada target di hadapannya tidak ada yang dia dapatkan, selain luka untuk dirinya sendiri, ...