- 0 2

140 75 49
                                    

"Cantik."

kata itu terlontar begitu saja saat kameranya menyorot suatu objek kemudian memotretnya.

"Siapa? aku?"

"Bunga."

"Mana? nggak ada bunga di sini Tian, kita lagi di rooftop. kamu tahu sendiri kan, kita dilarang ngotorin rooftop kesayangan Paduka Kepala Sekolah dalam bentuk apapun ka-"

"Iya, tapi ada Lily di sini." Tian menurunkan kamera canon mahal di tangannya, sehingga mata tajamnya yang dilindungi kacamata bisa memotret langsung objek yang tidak lain adalah Lily, dalam ingatannya.

Semburat kemerahan muncul di wajah putih Lily, secara tidak langsung Tian memuji dirinya cantik, dan wajah Lily yang memerah seperti kepiting rebus itu tampak sangat manis di mata Tian.

Rasanya ingin dia menanam seribu bungan Lily di rooftop sekolah mereka itu. Pasti akan sangat indah, ditambah pemandangan kota yang terlihat sangat cantik dari atas sana.

"Ahahah." Tian terkekeh geli membayangkan benar-benar ada seribu bunga Lily di tempat itu sekarang.

"Kenapa ketawa sendiri?"

"Gak, tadi ada lebah lewat di tenggorokanku." Detik itu juga Tian mendapat jitakan di jidatnya, membuat tawa Tian semakin keras.

• • •

64 missed calls
273 unread messages

Lily tahu darimana semua panggilan dan pesan itu berasal, siapa lagi kalau bukan dari kedua sahabatnya? tidak ada yang akan sepeduli itu kecuali keduanya.

Sejak kabar bahwa kekasihnya meninggal dunia, Lily tidak menghiraukan apapun, yang ada di kepalanya hanya bagaimana cara untuk menolak takdir, meyakinkan dirinya bahwa dia masih sedang bermimpi, berusaha membohongi dirinya sendiri dengan berkata ini hanya prank belaka.

Ponsel yang bagi sebagian besar orang sangat penting, kini tidak ada artinya lagi bagi Lily. Bahkan pagi tadi dia tidak sengaja menjatuhkan ponselnya itu ke bak mandi, saat dia buru-buru ingin menemui Juan segera setelah mendapat kabar tentangnya. Untung saja ponselnya kedap air.

Lily mendesah pelan saat badannya akhirnya bisa menyentuh kasurnya dengan leluasa, dia lelah untuk saat ini. Lelah terlalu lama berdiri di pemakaman, lelah menumpahkan berton-ton air mata, lelah seharian ini berusaha menguatkan dirinya, hatinya lelah untuk terus patah.

Diliriknya kembali ponsel di samping kepalanya.

"Lowbat, padalah gak gue apa-apain." Lily melempar ponselnya itu ke sembarang arah.

"Oh jadi gitu ya? kalau gak diapa-apain bakal mati. Berarti kalau gue nikahin Juan kemarin, dia gak bakal mati? Pinter banget Lily pinter, haha." Lily tertawa menyeringai dengan tatapan kosong ke arah langit-langit kamarnya.

"Ya jelas pinter lah, ini kan pacar Juan! udah cantik, pinter lagi," monolognya, saat bangkit duduk di atas kasur dan menapat cermin besar di hadapannya.

Sadar belum mengganti pakaian serba hitamnya, Lily langsung bangkit. Tapi berhenti saat kini benar-benar berdiri di depan cermin.

"Mau gimanapun bentuknya, sebengkak apapun matanya, seberantakan bagaimanapun rambutnya, mau pakai pakaian apapun, seorang Lily selalu cantik dan mempesona. Pantas aja Juan suka sama aku."

Setelah berbicara seperti itu, Dia kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian, tak lupa dengan tawa ala nenek lampir yang mengiringi langkahnya.

It's Over [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang