- 3 1 end

20 5 0
                                    

Setelah menghabiskan waktu libur sebentar setelah acara kelulusan dengan bersenang-senang, Lily kini sudah mulai sibuk mengurus keperluan-keperluan untuk melanjutkan pendidikannya pada jenjang yang lebih tinggi, perkuliahan.

"Lily, kamu pesan apa?" Terdengar suara Tama dari luar kamar yang berjalan mendekat ke arah kamar Lily, dan kini sudah berdiri tegap di depan pintu kamar Lily dengan sebuah kotak berukuran kecil berwarna coklat di tangannya.

Lily yang tengah sibuk merapikan barang-barang di kamarnya mendongak, kemudian bangkit berdiri. "Ah, itu kacamata," jawab Lily singkat.

"Kacamata?" Tama mengernyitkan dahinya.

"Oh iya, Lily lupa bilang. Akhir-akhir ini rasanya mataku sakit dan penglihatan juga kabur, jadi beberapa waktu lalu aku sempat periksa ke dokter mata dan ternyata aku minus. Aku sengaja pesan yang ada ukiran namaku di gagangnya biar cantik," jelas Lily dengan menunjukkan cengirannya.

"Kenapa kamu nggak bilang? kan bisa papa yang antar."

"Papa, Lily sudah besar, sudah bisa mandiri. Lily nggak mau nyusahin papa lagi, jadi selama aku bisa sendiri aku bakal lakuin sendiri. Untuk yang ini, maaf Lily lupa bilang sebelumnya." Lily menunduk dengan kotak kacamata di kedua tangannya yang tadi telah diserahkan papanya.

"Anak papa sudah besar." Tama menunjukkan senyum tulusnya, kemudian merentangkan tangannya di hadapan Lily yang langsung disambut Lily dengan pelukan hangat.

Tama melepaskan pelukannya. "Lanjutkan aja beres-beresnya."

"Siap bos!" Lily memberi hormat pada papanya yang dibalas tawa oleh keduanya.

Setelah papanya keluar, Lily langsung membuka kotak di tangannya itu lalu memakai kacamata barunya dengan perlahan. Lily duduk di kursi depan meja riasnya, matanya mengerjap-ngerjap perlahan sembari menatap sekeliling, pandangannya terasa lebih jelas sekarang.

Pandangan Lily terjatuh pada jam dinding di samping cermin di hadapannya, matanya menatap jam dinding dan jam tangan kecil di pergelangan tangan kirinya secara bergantian. Seakan baru saja teringat sesuatu yang teramat penting, Lily segera melepas kacamatanya kemudian bangkit dari dari duduknya.

Dia meraih ponsel di atas kasurnya lalu mengeceknya sekilas, dilihatnya sudah banyak pesar serta panggilan tidak terjawab dari kedua temannya.

Lily baru teringat hari ini dia ada janji temu dengan Hera dan Kean, dia segera bersiap-siap secepat kilat, kurang dari setengah jam Lily sudah berada di depan pintu sembari memakai sepatunya setelah berpamitan terlebih dulu.

Lily sampai di depan kafe langganan mereka dengan nafas yang sedikit tersenggal-senggal lantaran berlari kecil untuk sampai di sana. Lily segera masuk dan mendapati kedua temannya itu tengah menunggunya dengan sesekali melirik ke luar kaca kafe.

"Dari mana aja Ly?" kanya Kean tenang bgitu melihat Lily yang berjalan mendekat dan duduk bersama mereka, sementara Hera sudah menatapnya dengan tatapan seperti singa yang siap menerkam mangsanya.

"Tega banget lo Ly, pikiran gue udah kemana-mana sejak tadi, gue kira lo udah pergi duluan tanpa pamit," ucap Hera berubah sendu.

Lily menghela nafas kecil, semalam dia sudah memberi tahu teman-temannya bahwa dia akan melanjutkan pendidikan di luar negeri, karena itulah mereka berkumpul di sini sekarang.

"Lily yang ngajak kita ketemu di sini, nggak mungkin dia pergi gitu aja," ucap Kean menenagkan.

"Minum dulu Ly." Kean menyodorkan segelas jus mangga yang sudah dia pesan untuk Lily sebelum Lily datang.

Lily mengangguk kecil kemudian meraih jusnya dan meminumnya.

"Gue bingung, ini juga sedikit berat bagi gue, ninggalin banyak kenangan di sini dan harus beradaptasi di tempat baru yang asing...." Lily menunduk.

It's Over [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang