Imajinasi yang terlintas. Patut untuk dijadikan sebuah karya. Ini aku persembahkan untukmu yang tak tersentuh. Aku membatasi diri, ya memang ini salahku. Tapi karena aku tahu diri. Tahu diri.
Kamu tidak akan pernah tahu. Bagaimana aku menahan diri. Karena aku selalu berpikir. Aku selalu tahu diri.
Memang dirimu tidak suka aku terlalu membatasi ruang gerakku. Ruang berpikirku. Terkadang, kamu takjub. Kamu selalu bilang kamu puas berdebat denganku tentang segala hal. Itu cukup, aku terlalu cerdas dengan pikiran-pikiranku yang unik itu, dan kau selalu saja bisa menginginkan diskusi panjang, dan merasa rindu dengan itu semua.
Hal yang kau tidak suka adalah, ketika aku mulai membatasi ruang gerakku, ketika bersama dia. Dia tidak suka. Tapi mau bagaimana lagi, ketika aku melepaskan apapun tentangnya, dia terus berani memasukinya, semakin dalam. Dan tak pernah sekalipun mau membebaskanku sekali saja.
Satu. Kenapa pada diriku sendiri aku membatasi itu semua. Padahal jelas-jelas ia menghargaiku sebagai manusia. Mungkin karena aku menginginkan semuanya berjalan dengan baik. Menginginkan semuanya berlaku dengan baik, tidak mau mengecewakan orang karena keberadaanku. Tidak mau mengacaukan suasana dan waktu yang tepat. Itu semua terasa membebaniku.
Dia selalu menginginkan aku keluar dari zona-zona itu. Ia ingin melihat diriku sebagai orang yang memang dapat berlaku salah, memperlakukan diri sendiri bukan untuk menyenangkan hati orang lain. Katanya aku terlalu baik jadi orang. Dia menginginkan aku lebih egois. Dia minta untuknya saja. Karena dia merasa amat sangat diperlakukan seperti orang yang special. Bahkan dia juga punya banyak salah. Tapi kenapa, aku selalu memandang dia sempurna. Mungkin karena dia mempunyai Bahasa Inggris yang oke, sehingga aku minder, ah tidak lebih dari itu, aku merasa aku tak bisa menggapainya. Walau ia menilaiku, aku lebih cerdas dari dia. Disetiap kesempatan. Dia menginginkan kita berdebat. Dan dia kagum.
Selepas ini, aku ingin menjauh. Tapi entah kenapa dia selalu saja kembali. Seperti saat ini.
" Kenapa kamu nggak jawab telfonku?" katanya diseberang sana.
" Aku sibuk." Jawabku dengan ketus
" Kamu mau menghindar lagi dari aku?"
" Aku nggak menghindar. Hanya aku emang bener-bener sibuk."
" Nggak ada waktu buat aku lagi?"
" Bisa kita lanjutin nanti aja obrolannya?" Sebenarnya aku hanya ingin menghentikan obrolan ini dan kembali focus pada pekerjaanku.
" Nggak bisa. Karena aku mau ketemu sama kamu sekarang juga. Biar aku jemput."
" tunggu sampai aku pulang kerja." Tidak ada kata lain selain ini.
" Oke aku jemput nanti."
Sebenarnya aku tidak beberharap ini terjadi. Tapi setiap aku ingin menghindar dan melepaskannya, ia selalu saja datang dan membujukku untuk berada tetap disisinya.
Entah kenapa dia tahu kalau kantorku berada disini. Dia telah memesan sebuah mobil dari aplikasi.
Sesampainya di tempat yang dia maksud.
" Kenapa kayak gini lagi sih?" Sepertinya dia tidak tahan lagi untuk mengutarakan pendapatnya. AKu tau dia kesal, tapi tetap saja membuatku untuk terus pergi. Menjauh.
" Ngilang seenak kamu aja."
" Sudah berapa kali kita bahas ini. Dan kamu masih belum terima sama diri kamu sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Imagine
DiversosKumpulan imagine. Dari Romantis sampai ngakak. Terserah author mau apa.