0.2

458 56 11
                                    

Hari sudah mulai gelap. Selepas pulang dari cafe, Serim segera pulang ke flat tempat dimana ia tinggal. Tidak besar, apalagi mewah. Tapi ia sangat bersyukur, setidaknya tempat tinggalnya yang sederhana itu masih mampu melindungi dirinya dari terik panas dan dinginnya udara. Serim tinggal sendiri, sejak awal memang ia menginginkan begitu. Terkadang, Arin atau Lian menginap untuk menemaninya. Wajar saja, sahabatnya itu pulang pergi dari rumah mereka yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kampus.

Serim hanyalah gadis biasa. Ia berasal dari keluarga yang lumayan berkecukupan. Ayahnya bekerja seorang pegawai negeri, ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Ia juga memiliki seorang kakak laki-laki.

“Oh halo kak?” sapa Serim mengangkat panggilan di ponselnya.

Kau sedang apa?” tanya seseorang di seberang sana.

“Ini aku baru saja pulang.” jawab Serim.

Gadis itu duduk di kursi meja belajarnya, lalu menyalakan lampu hias berbentuk daun talas.

Sudah makan?”

“Sudah.”

Makan apa?”

“Tadi makan sphagetti bareng Jihoon.”

Mie teruuus.” gerutu Minhyun, kakak laki-lakinya.

Serim tertawa, “Apa sih kak, porsi makan mieku masih tau diri kok. Lagi pula, sphagetti dan mie itu berbeda ya.” ujar gadis itu.

Ya sudah terserah, intinya mereka sama saja; masih satu jenis. Tapi awas saja ya sampai kau sakit karena keseringan makan mie, aku tidak akan membelikanmu novel-novel lagi.” kata Minhyun dengan nada serius.

“Tidak bisa seperti itu lah kak!” balas Serim tidak terima dengan ancaman kakaknya barusan.

Bagaimanapun, mie atau semacamnya dan novel adalah dua hal berharga bagi Serim. Keduanya sangat klop apabila disandingkan dalam waktu yang bersamaan. Ah mulai hiperbolanya.

Ya suka-suka kakak dong.” balas Minhyun ringan.

“Ck, lagi pula kakak kenapa sih bosan sekali meneleponku sore-sore begini.”

Gadis itu menarik kedua lututnya untuk dinaikkan ke atas kursi. Memeluk kaki jenjangnya, ia tertawa setelah mendengar jawaban dari kakaknya.

“Kakak ada-ada saja. Ibu kan memang suka sama tanaman kaktus, malah ditendang sampai patah.”

Jadi, Minhyun baru saja bercerita jika dirinya sore itu habis di omeli ibunya. Masalahnya adalah karena kakak laki-lakinya itu sedang bermain bola dengan Jinyoung tetangga sebelah di halaman rumah mereka. Tapi naas, bola tendangan Minhyun mengarah ke dua pot berisi tanaman kaktus milik ibu mereka. Akibatnya dua pot itu terjatuh, dan kaktus yang sudah beberapa tahun dipelihara ibunya pun patah.

Tertawa saja sana! Dasar, tidak membantu kakakmu ini sama sekali.” gerutu Minhyun tidak terima.

“Haha iya-iya maaf. Minggu depan aku pulang, aku bawakan kaktus dari sini mau?” tawar Serim.

Minhyun yang berada di ujung sana perlahan menarik kedua ujung bibirnya, “Boleh deh. Nanti aku ganti uangnya.”

“Tentu saja harus diganti. Enak saja gratis.” ujar Serim.

Huh dasar perhitungan.”

Serim menyeka kedua ujung matanya, akibat tertawa sejak tadi yang membuat matanya sedikit berair. Menggoda kakaknya merupakan hal yang wajib dan tentu saja menjadi hiburan tersendiri baginya. Meskipun saat ini mereka sedang berada dalam jarak yang membentang. Memutuskan untuk menyudahi panggilan, karena hendak membersihkan diri. Serim mematikan telepon dan menaruh ponselnya di atas meja belajar.

SEE《On Hold》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang