1.3

121 24 2
                                    

Wonwoo memijat pelipisnya pelan. Ia tidak pernah merasa sekhawatir ini, kecuali beberapa tahun silam. Park Soora— berhasil membuatnya panik tatkala Jungkook menghubunginya dan mengatakan bahwa adiknya itu mendapati Soora yang baru saja berjalan keluar dari sebuah apotek dan sempat mendengar pembicaraannya gadis itu dengan sang apoteker.

Soora tertidur dengan tenang di atas tempat tidurnya. Wonwoo dengan emosinya yang memuncak, memaksa gadis itu untuk ikut dengannya. Bahkan ketika di perjalanan tadi, Soora sempat memaksa untuk diturunkan. Dan tentu saja itu secara tidak sengaja mengiris hati Wonwoo.

Untuk apa Won? Untuk apa. Kau bahkan menolakku mentah-mentah di hadapan keluargamu.”

“Setidaknya jangan menyakiti dirimu sendiri, Ra.” ujar Wonwoo yang membuat Soora tersenyum remeh, “Kau perduli padaku? Disaat dirimu sendiri bahkan sudah menjadi milik gadis lain?”

Skak mat. Wonwoo tidak bisa menjawab apapun selain tetap kukuh membawa gadis itu pergi. Disaat seperti tadi, ia jadi teringat akan Serim dan tentu saja rasa bersalah menggelayuti kepalanya.

Tetapi, mata setajam elang milik Wonwoo semakin memaparkan emosi tatkala ia merebut paksa tas milik Soora dan menjatuhkan barang yang berada di dalamnya. Benar kata Jungkook, berbagai jenis obat penenang yang baru saja dibeli gadis itu tanpa resep apapun dari dokter terjatuh berceceran.

Wonwoo kira, gadis yang saat ini tertidur lelap dibalik selimut tebal miliknya tidak akan senekat ini. Lantas, apa ini semua ada hubungannya dengan foto-foto sialan yang didapatnya siang tadi? Persetan dengan foto itu. Wonwoo sangat membenci pengirimnya.

“Eunghhh.....”

Wonwoo tersentak ketika mendengar lenguhan dari gadis di sampingnya. “Sudah bangun? Bagaimana keadaanmu?”

Soora mengerjapkan matanya pelan yang membuat Wonwoo mati-matian menahan gejolak rindu yang selama ini dengan susah payah ia kubur. “Aku dimana?” tanya gadis itu masih memegangi kepalanya.

Wonwoo menampilkan wajah datarnya seperti biasa. Ia tidak ingin dikira lemah apalagi sampai dicap sebagai pria yang gagal move on.

“Di apartemenku.” balas Wonwoo singkat.

Soora membulatkan kedua matanya lantas bangun dengan paksaan, “Kenapa kau membawaku kesini? Apa pedulimu?” tanya gadis itu dengan suara tertahan yang membuat Wonwoo menyunggingkan senyum. “Beginikah caramu berterimakasih padaku? Paling tidak, aku masih berbaik hati dengan tidak membiarkanmu mati sia-sia hanya karena menenggak obat-obatan itu.”

Soora mendengus. Gadis itu masih ingat kejadian siang tadi ketika ia memaksa turun di tepi jalan dan bahkan sempat mengganggu lanju kendaraan lain di belakang mobil Wonwoo yang membawanya. “Harusnya kau sadar, Serim tadi melihat kita.”

Detik berikutnya, pikiran Wonwoo mendadak blank dan tergantikan oleh satu nama. Serim— oh astaga, bagaimana bisa hingga menjelang malam yang hampir larut ini ia belum mengatakan apapun pada gadis itu?

Kedua mata Wonwoo menggelap lantas pria itu segera merogoh saku celananya guna mencari sebuah benda pipih yang detik itu juga membuat hatinya diliputi rasa nyeri sekaligus makian terhadap dirinya sendiri.

Kim Serim, telah melakukan puluhan panggilan dan mengirim beberapa pesan yang berisikan pertanyaan mengenai dimana kah dirinya berada; hingga tidak menjawab satupun panggilan dari gadis itu. Dan yang paling membuat hati Wonwoo mencelos adalah pesan terakhir Serim.

Serim
Aku sedang di jalan bersama Kak Mingyu. Dia mengajakku entah ini mau kemana, tidak apa-apa kan kak?

Demi kerang ajaib, Wonwoo menyumpah serapahi sikap gegabahnya hari ini. Awalnya ia hanya ingin menenangkan diri, tapi kenapa justru keadaan membuatnya terjebak dengan gadis lain yang dulu sempat mematahkan hatinya? Dan lagi, anggap saja Wonwoo gila; ia merasa khawatir kepada Soora tanpa disadarinya. Serim— bahkan disaat kau sedang bersama pria lain, kau masih bisa mengingatku. Sedangkan aku? Batin Wonwoo nanar.

SEE《On Hold》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang