0.1

994 80 18
                                    

“Ah sial.”

Dua suku kata yang selanjutnya diiringi dengan decakan kesal dari seorang gadis terdengar begitu melelahkan. Tangan kurus itu sibuk membolak-balik lembar demi lembar kertas putih dengan banyak huruf yang sudah semalaman diketiknya. Sayangnya, terdapat banyak coretan dari tinta merah disana. Ya, siapa lagi kalau bukan dari dosennya yang tidak mau tau perjuangannya itu.

Menutup lembaran kertas yang dijepit dengan paper clip berwarna hijau muda itu, Serim bangkit. Meninggalkan bangku panjang di depan gazebo kampusnya. Skripsi sialan! Kenapa sih berat sekali menjadi mahasiswa tingkat akhir?

Berjalan menuju gerbang keluar, gadis itu— ah ya. Kim Serim namanya, gadis yang memiliki tinggi badan cukup lumayan dibanding perempuan pada umumnya. Ia terkejut ketika sepasang tangan kekar mendarat di kedua bahunya, “Aaaa....”

Beberapa mahasiswa lain yang berlalu lalang menatap ke arah Serim. Gadis itu otomatis menggeser lehernya sedikit ke belakang dan mendapati Jihoon disana.

“Wajahmu, pfff—t.” ujar Jihoon menahan tawa ketika melihat wajah Serim memerah bak tomat yang hampir matang.

“Sialan. Persahabatan kita cukup sampai disini.” ujar gadis itu seraya menghentakkan kedua tangan Jihoon kesal.

Ia berjalan mendahului sahabatnya itu. Revisi semakin menjadi-jadi, dan apa-apaan barusan? Berani sekali si tengil itu memancing emosinya.

“Serim-a tunggu aku.” Jihoon berteriak dan menyusul langkah gadis yang melaluinya dengan langkah penuh emosi.

Setelah dirasa langkah keduanya sudah cukup sama, Jihoon membuka obrolan. “Kenapa lagi? Skripsimu dicoret-coret lagi?”

Menghentikan langkah, Serim menoleh ke arah Jihoon. “Hh kau pun tau.” Setelah mengatakan itu, tawa Jihoon meledak. Pria berpipi sedikit tembam itu memegangi pundak Serim, “Ya apasih! Lepaskan tidak?! Ketawa saja terus sampai tenggorokanmu putus.” gerutu Serim sebal.

Jihoon masih tertawa sementara Serim jengah, sambil menunggu bus yang sebentar lagi akan berhenti karena mereka sudah sampai di halte.

“Aku ikut.” kata Jihoon. Wajahnya masih sedikit cengengesan.

“Aku ingin pulang. Kau tau kan tempat tinggalku tidak akan cukup untuk menampung tubuh gempalmu itu?” kata Serim dengan melangkahkan kakinya masuk ke dalam bus kemudian berhenti sebentar untuk membayar biaya transpot bus menggunakan kartu langganan bus miliknya.

“Mulutmu itu minta dijepit ya. Aku tidak gemuk tau. Bayarkan aku sekalian.” titah Jihoon lalu mengikuti langkah Serim.

Memutar bola matanya malas, Serim menuruti permintaan Jihoon. Mengarahkan kartu busnya sekali lagi ke arah mesin controller.

“Lebih baik ikut denganku saja.” usul Jihoon setelah mereka duduk bersebelahan.

“Kemana?” tanya Serim.

“Ke tempat biasa. Disana sudah ada Seunghun, Arin, dan Lian.”

Memasukkan skripsi menyebalkannya ke dalam ransel, Serim mendongak. Bagaimanapun, Jihoon tetap lebih tinggi darinya. “Dino kemana?” tanya gadis itu.

“Masih bimbingan tadi.” jawab Jihoon. Jihoon dan Dino berada di jurusan HI. Sedangkan Seunghun, Arin, dan Lian dari jurusan komunikasi. Hanya Serim seorang diri yang mengambil jurusan manajemen bisnis.

Jangan tanyakan bagaimana mereka semua bisa berteman. Entahlah, dulunya Serim hanya mengenal Jihoon dan Lian karena mereka berasal dari sekolah menengah yang sama.

15 menit kemudian, bus yang mereka tumpangi berhenti. Setelah berjalan tidak sampai 5 menit, mereka akhirnya tiba di tempat biasa mereka berkumpul atau hanya sekedar mampir makan sehabis kuliah.

“Serim sini.” teriak Lian ketika menyadari sahabatnya itu sudah memasuki cafe.

Cafe sederhana namun cukup besar untuk ukuran cafe biasa. Tempatnya nyaman dan bersih, juga entah ide dari mana tempat itu disulap menjadi lebih aesthetic. Sehingga tidak sedikit mahasiswa dan pegawai diluar sana senang untuk berkunjung, seperti Serim dan teman-temannya saat ini.

“Wah sangat tidak setia kawan, sudah makan dulu ternyata.” kata Jihoon ketika melihat piring mereka sudah kosong hanya menyisakan sendok dan garpu.

Seunghun terkekeh, “Aku lapar Hoon. Tadi dospemku marah-marah. Jadilah aku revisi lagi." kata pria dengan cat rambut sedikit hijau mint itu.

“Dih sama seperti Serim. Hampir saja  dia mengamuk padaku tadi." balas Jihoon dengan senyum menyebalkannya.

Yang merasa disebut namanya pun hanya melirik tajam membuat semua yang berada di meja itu tertawa.

“Aku dan Lian baru saja selesai makan. Kalian kalau mau, pesan saja. Kita juga belum lama disini." ujar Arin diikuti dengan anggukan Lian menyetujui.

“Iya aku mau pesan. Lapar habis melihat skripsiku dianiaya oleh spidol merah." jawab Serim lesu.

“Ya sudah cepat pesan, aku seperti biasa ya.“ pinta Jihoon.

Serum mengangguk. Yang biasa artinya sphagetti kesukaannya. Sebelum melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan, Serum tersentak ketika menyadari seseorang yang sudah berdiri di sampingnya.

“Silahkan, mau pesan apa nona?”

Suara yang berat dan cukup dalam itu kontan membuat Serim menengok. Detik itu juga ia sangat berterimakasih kepada Jihoon yang memutar haluannya untuk kesini padahal ia tadi berniat untuk pulang.

 Detik itu juga ia sangat berterimakasih kepada Jihoon yang memutar haluannya untuk kesini padahal ia tadi berniat untuk pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria tampan dengan kemeja biru khas seragam pelayan di cafe itu tersenyum manis ke arahnya. Serim mendadak lupa diri. Hingga senggolan dari lengan Arin mengembalikan kesadarannya.

“Ah— itu, sphagetti dua. Minumnya jus jeruk.” kata Serim dengan sedikit terbata.

Kemudian pelayan itu mencatat pesana Serim; lalu tersenyum kembali. “Baik nona ditunggu ya.” kata pelayan itu.

Fyiii, Serim membuang pandangannya asal ketika pelayan itu sudah pergi.

“Kau pasti kaget haha kentara sekali dari ekspresi wajahmu.” kata Lian dengan tawa renyahnya.

Memijit pangkal hidungnya pelan, Serim mengangguk. “Tampan sekali.” lirihnya.

“Sepertinya kakak tadi pegawai baru disini.” sambung Arin.

Seunghun dan Jihoon yang mendengar itu mendengus. Dasar, lihat yang bening dikit aja oleng. Batin keduanya kurang lebih seperti itu.

SEE《On Hold》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang