1.0

160 26 0
                                    

Suasana gedung jurusan Hubungan Internasional kala itu cukup ramai. Sesosok gadis dengan dua paper bag di tangannya tampak kebingungan mencari-cari temannya.

“Serim!” teriak seseorang di ujung sana.

Arin yang sudah berdiri bersama Seunghun di depan sebuah ruangan yang masih digunakan untuk sidang, melambaikan tangannya ke arah Serim. Berjalan mendekat, napas Serim terdengar memburu. “Bagaimana sidang mereka, lancar?” tanya gadis itu.

Mereka bertiga saat ini sedang menunggu Jihoon dan Dino yang memiliki jadwal sidang di hari yang sama. “Dino sudah sudah sidang. Sekarang dia tidak tau pergi kemana. Jihoon masih di dalam.” jawab Seunghun.

Raut wajah Serim terlihat khawatir, “Kau kenapa terlihat gugup seperti itu sih? Yang sidang kan Jihoon, bukan dirimu.” ujar Arin lalu terkekeh pelan.

Serim mendecak, “Iya sih. Tapi entahlah, mungkin aku hanya terbawa suasana dan panik. Nervous.” balas gadis itu. Seunghun dan Arin yang mendengarnya hanya tersenyum.

“Lian mana?” tanya gadis itu setelah mengambil posisi duduk di sebuah kursi panjang. “Dia sedang ada urusan. Sepertinya tidak bisa datang.”

Mereka bertiga lanjut mengobrol perihal skripsi masing-masing dan menjalar sampai kemana-mana. Mulai dari Serim yang menceritakan bahwa ia baru saja pulang dari rumah, Seunghun yang ban motornya bocor pagi tadi, dan Arin yang harus rela sneakers putihnya terkena cipratan dari genangan air kotor karena kendaraan yang lewat tidak hati-hati.

Tidak terasa, sekitar 20 menit kemudian Jihoon keluar dari ruangan. Serim buru-buru berdiri bersamaan dengan datangnya Dino yang entah dari mana.

“Jihoon bagaimana hasilnya?” tanya Serim tidak sabar.

Tatapan penasaran juga dilayangkan oleh tiga orang lain yang berada di sana. Jihoon tersenyum manis, “Aku dapat nilai A.”

Keempat sahabatnya yang mendengar itu memekik girang. “Good job brotherrr.” seru Seunghun lalu memeluk dan menepuk-nepuk pundak Jihoon. “Mantap man, kerja bagus.” sahut Dino.

Arin dan Serim tersenyum sumringah lalu menyodorkan paper bag yang mereka bawa. “Ini untuk kalian.” ujar Serim menyerahkan bingkisannya kepada Jihoon dan Dino.

Hal yang sama pun dilakukan oleh Arin. Seunghun pun berdeham, “Ehm— seminggu lagi aku juga akan sidang jika kalian lupa.”

Mereka tertawa, sindiran itu tentu dibumbui dengan candaan dan peringatan agar teman-temannya tidak lupa.

“Selamat ya, Hoon, No.”

“Kenapa harus No sih?” protes Dino.

“Dari pada Din?” jawab Serim.

Jihoon mengambil kamera dari dalam tasnya, “Kita foto bareng dulu ya?”

“Baiklah.” seru teman-temannya bersamaan yang membuat Jihoon tertawa. Mereka berlima berfoto, tanpa Lian. Yah tidak apa-apa. Masih ada kesempatan lain untuk mengambil gambar ketika mereka bersama.

“Ayo cari makan, aku sudah lapar .” usul Dino.

“Iya. Nervous juga menguras tenaga.” celetuk Jihoon.

Kedua pria yang sudah sarjana itu melepas lalu melipat selempang wisuda mereka kemudian membereskannya. Tidak lupa kamera dan tripod milik Jihoon pun dibantu dikemasi oleh Seunghun.

“Mau makan dimana?” tanya Arin.

“Tempat biasa.” jawab Jihoon.

Serim mendadak bungkam, ia ingin menolak walaupun sebenarnya sangat ingin bergabung bersama mereka.

SEE《On Hold》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang