Bangchan | Heaven

203 112 7
                                    

"Aku ingin pergi ke surga" gumam Christopher. "Aku ingin bertemu Tuhan dan merasakan bagaimana hangatnya matahari itu."

Christopher bangkit dari duduknya, berdiri sembari mengedarkan pandang kesepenjuru kamar tidurnya yang gelap, tanpa sinar matahari sedikitpun.

"Chan-ah,"

Terdengar sebuah suara dari balik pintunya yang tertutup rapat. Christopher tersenyum, dia tahu siapa yang memanggil nama kecilnya.

"Silahkan masuk, eomma." pemuda berkulit putih pucat tersebut membukakan pintu untuk Ibunya.

"Nanti malam eomma akan menemanimu bermain diluar." Kata Hannah tersenyum. Christopher menggeleng dan tertawa kecil, "Tidak usah, eomma. Aku sudah dewasa dan bisa pergi sendirian."

"Baiklah. Semoga lancar Bang Chan-ah." Setelah mengatakan itu, Hannah keluar dari kamar meninggalkan Christopher sendirian sama seperti hari-hari sebelumnya.

Christopher berjalan ke arah jendelanya yang berkaca hitam, menatap lurus ke luar menunggu siluet seorang gadis yang selalu melewati depan rumahnya. Sebagai informasi, kamar yang di tempati Christopher sudah di desain sebegitu detailnya.

Semakin tebal kaca rayban yang digunakan, semakin gelap pula suasana kamarnya. Sebab jenis kaca tersebut mampu menangkal masuknya sinar matahari.

Hitam dan terisolasi, sehingga seseorang dari luar tidak dapat menangkap pemandangan yang ada di dalam kamar Christopher.

Itulah mengapa Christopher bergumam; ingin bertemu Tuhan dan merasakan hangatnya sinar matahari menimpa kulit sensitifnya. Karena pemuda berumur 22 tahun itu, hanya bisa bermandikan sinar bulan setiap malamnya.

"Gadis itu!" seru Christopher ketika melihat gadis yang ditunggu berlari melewati depan rumahnya, tampak terburu-buru.

Dari balik jendela, Christopher terus melihat punggung gadis itu menghilang dari pandangan matanya.

"Aku ingin bertemu denganmu secara langsung-" kalimat Christopher tergantung.

Ia menyadari bahwa perkataannya tidak akan pernah menjadi nyata.

"Tapi itu tidak mungkin, 'kan?" Christopher bergumam pada diri sendiri. "Seorang penyakitan sepertiku tidak mungkin bisa bertemu dengan gadis pujaannya."

Pemuda itu tersenyum miris, menatap telapak tangannya yang berwarna pucat. Pandangan itu berangsur-angsur meneliti lapisan kulit tubuhnya yang menjadi titik awal dari pengisolasiannya.

Sekitar 17 tahun yang lalu, tepatnya musim panas di bulan Agustus. Christopher tengah bermain di tanah lapang bersama orangtuanya. Namun entah mengapa tiba-tiba muncul ruam merah dari tubuhnya. Terasa terbakar, perih dan menyakitkan. Bahkan, ruam merah tersebut berubah bercak hitam hingga menjadi benjolan yang mengeluarkan darah.

Sampai hari ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit Xeroderma. Benar, Christopher menderita penyakit kelainan genetik yang membuatnya tidak bisa terkena sinar matahari sedikit pun, sehingga cenderung akan jarang beraktivitas di luar rumah.

Ketika Christopher tengah bergelut dalam kekecewaannya. Tiba-tiba terlintas di pikirannya untuk menemui gadis itu, bagaimanapun caranya. Christopher tersenyum penuh arti, menatap jarum jam yang menunjukkan pukul 5 sore.

"Aku akan mencegatmu dalam 2 jam lagi, gadis tanpa nama."

***

Jira mengambil langkah seribu, sebab waktu telah menunjukan pukul 7 malam. Itu artinya gadis tersebut tidak boleh terlambat bekerja paruh waktu di sebuah kafe daerah gangnam. Sepulangnya dari kampus, Jira menyempatkan sebentar singgah ke rumah untuk merawat Ibunya yang sedang sakit.

Singgah X [K-Pop Idol] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang