Chapter 6 [Khail side]

9K 470 37
                                    

Ini spesial part buat Khail ya. Mau mikir jika Khail di buat lapak sendiri setuju gaa?

Bagi Khail, gadis berhijab yang soleh itu idaman, memiliki akhlak yang mulia dan lemah lembut, namun kenyataan nya ia di hadapkan oleh seorang gadis berhijab sederhana dengan sifat petakilan dan tidak mau diam, seperti sekarang, Dinda bertandang di rumahnya malam-malam begini.

"Ck, usir aja, Ma..." Khail berdecak kecil, ia masih betah berbaring sambil memainkan game nya.

Sang Mama berkacak pinggang. "Kamu itu, nggak sopan ngusir pacar sendiri... Apalagi dia yang apelin kamu, jadi cowok itu yang peka dikit, Bang." Lia mendekati ranjangnya, lalu menarik headset yang terpasang di kedua telinganya.

"Pacar?" Khail menaikkan alisnya.

"Iya, Dinda tadi Mama tanyain ngapain kesini katanya mau jemput pacar, katanya ada janji kencan." Lia terkekeh, ia mengambil sisir dan menyisir rambut anaknya.

Khail langsung mengambil sisir tersebut dari tangan Mama nya. "Apasih, ada-ada aja. Ma, Kai udah gede."

Lia tertawa, lalu mengambil setelan baju kasual ala anaknya dari lemari. "Jadi cowok harus gercep, nanti di patuk ayam loh."

"Patuk ayam gimana" Gerutunya sambil memakai kaos, karena ia terbiasa bertelanjang dada saat di kamar.

"Ya, nanti pacarnya Bang Kai di sahut orang." Lia menutup pintu kamar Khail diikuti kekehan garingnya.

Khail berdecak, ia masih memakai celana pendek selutut, lalu turun kebawah, dan benar, teman adik kembaran nya sudah duduk diatas sofa dengan anggun dan sok kalem, padahal behind the scene saat tidak ada kedua orangtuanya wanita itu petakilan dan banyak gerak.

"Kok masih pake gitu?" Tanya sang Papa mengamati penampilan anaknya yang tanpa dosa turun kebawah dengan pakaian santai, tanpa ada niat bersiap sedikit. "Pacar kamu bela-belain kesini padahal yang buat janji kamu."

Khail menghembuskan nafasnya kasar.

"Mungkin Kai tadi lupa atau ketiduran, Om." Dinda tersenyum tipis. "Yang, kamu nggak siap-siap?" Ia menyahut.

Mendengar kata sapaan 'Yang' dari Dinda membuat Khail mulas, ia melotot kearah Dinda, namun Dinda membalas memelototinya untuk berperan seapik mungkin di depan orangtuanya. "Aku ada tugas, maaf."

"Bang... Udah sana." Gantian, Lia melotot pada Khail.

Ia memutar bola mata malas, lalu kembali ke atas dan sudah tampil dengan celana jeans dan jaket bomber hitam.

"Yasudah, Te... Dinda sama Kai pamit ya..." Dinda tersenyum manis, anak menjaga image di depan orangtuaya dengan sebaik mungkin, gadis berjilbab biru tersebut menunduk untuk mencium kedua tangan orangtua Khail.

"Khail, ijin keluar." Jawabnya singkat sambil berjalan lebih dahulu, bahkan Dinda ketinggalan beberapa langkah sampai ia harus berlari kecil.

Dinda menghela nafas dan menarik nafas sebanyaknya, ia lelah mengimbangi langkah lebar Khail. "Calon suami! Woi budek nih? Prinses capek, gendong gih." Teriaknya sambil memukul-mukul kaca mobil.

Cowok tersebut berdecak. "Cepet masuk."

Khail itu cowok dingin dan datar, namun kharismanya membuat Dinda sulit menolak, ia suka jika Khail sudah berdecak malas akibat ia jahili, ia suka melihat wajah marah dan tatapan tajam Calon Pacarnya saat ia banyak omong dan ceplas-ceplos.

"Gak boleh galak-galak sama istri-"

"Najis. Gausah banyak omong!" Sinisnya sambil fokus menyetir mobil.

Dinda tertawa, sikap sengak Khail bukan membuatnya tersinggung atau apa, ia justru tertawa. "Oke aku tau kalau kamu mau fokus ngendarain mobil biar nanti aku gak ketabrak, kalo aku mati kan kamu nanti nangis."

Lagi, kesabaran Khail di uji oleh seorang gadis di sebelahnya. "Double najis, gue ga sealay itu, malahan gue pengen lo mati." Diikuti tatapan Khail yang melaser Dinda.

Meskipun agak menohok, ia kembali ceria dengan tersenyum lebar. "Ih kalo fokus bikin gemes, gausah terlalu fokus cukup simpan fokusnya buat besok ucapin ijab kabul buat aku." Ia cekikikan di jok penumpang.

Khail tak menyahut, ia memutar stir ke kiri, Dinda yang sadar langsung melotot. "Lho kok pulang ke rumah? Oh iya tau mau nemuin calon mertua ya?" Tanyanya jahil sambil menusuk pipi Khail.

Khail mengusap bekas jemari Dinda yang sedang menusuk pipinya. "Mau ngantarin anak anjing pulang." Balasnya ketus.

"Aku anaknya Pak Somad-eh nama bapakku siapa ya?" Dinda pura-pura berpikir.

"Pak Tama, Nama ayah sendiri lupa." Gerutunya.

"Seratus buat Calon Imam, ya kamu juga harus hapal kan besok buat ucapin ijab kabul aku-"

"Berhenti bahas pernikahan, kita gak akan menikah." Khail menaikkan alisnya sambil menata wajahnya datar.

Dinda hanya bungkam, tapi ia memaksakan tersenyum tipis. "Turunin disini aja, aku sekalian mampir mau beli nasi campur." Dinda sudah bersiap membuka pintu, namun Khail mencegah.

"Gue tunggu, di sini."

Dinda berbinar, ia menatap tak percaya Khail. "Beneran? Uwahh... Calon pacar baik banget deh gemes pengen cium-"

"Sekali lagi bacod gue tinggal." Selanya cepat sambil memalingkan wajah.

Dinda tersenyum jahil. "Iya, yang salting..." Diikuti kekehan menyebalkan bagi Khail.

Lalu, Dinda turun menuju warung makan untuk memesan satu bungkus nasi campur, entah kenapa ia ingin sekali makan nasi campur dan berhubung kedua orangtuanya belum pulang.

Didalam warung kecil di campur dengan warung kopi dengan fasilitas wifi, jadilah banyak pemuda-pemuda yang nongkrong bersama teman-teman nya. Tak sedikit mereka merokok sembarangan dan membuang asapnya pula tak tahu tempat hingga terbawa udara, Dinda dengan cepat menutup hidungnya saat merasakan aroma asap rokok yang menyesakkan paru-paru.

"Nasi campur nya satu buk" Cicitnya menahan batuk.

Seorang pemuda duduk tak jauh darinya sedang membawa gitar, sedangkan teman lain nya sibuk dengan handphone.

"Oi adek berjilbab biru, cantik manis cak gula madu, dapat salam dari ayah ibu, tahun depan jadi menantu." Seorang pemuda dengan tindik di telinganya dan tato di lengan nya menyumbangkan satu lagu, entah untuk siapa Dinda tidak peduli, di hatinya ia cinta mati pada Khail, tidak tertarik pada pria bad boy di sampingnya. Lagian, pemuda itu hanya menyanyikan lagu memang kebetulan dengan kerudung yang di pakainya.

"Ihiy! Ihiy gebet dah!"

"Sikat bosque."

"Yoi bro lumayan."

Dinda agak menggeser duduknya saat merasakan tidak nyaman dengan tatapan dan siulan beberapa pemuda.

"Dek, namanya siapa?"

"Maaf jangan sentuh-"

"Bisa gak sih gak ganggu pacar gue?"

Dinda tertegun, sedetik itu tangan nakal pemuda itu langsung beringsut saat di pelintir oleh... Khail?!

Ok, sekarang Dinda sulit bernafas saat Khail mengatakan apa? Pacarnya? Yaampun ia ingin terbang rasanya, belum lagi pembelaan nyata di depan nya, keduanya terlibat adu mulut dan otot, tak sedikit mereka meleraikan pertengkaran kecil yang di lakukan Khail dan pemuda nakal yang menggoda Dinda.

Setelah pesanan nya jadi, Dinda dengan sigap menarik keluar Khail dari warung, menenangkan cowok itu dari emosi.

"Kai?"

"Ya?"

"Makasih."

Tubuh Khail mematung saat Dinda memeluknya erat.

*

Yeayy, Update gatau mau ngetik apa, kepikiran kalo buat Khail side kan di storyku jarang di muncul/ngomong

Setuju gasih di buat lapak sendiri? Tapi aku takut kalo gasanggup ngelanjutin😭kasi saran nya ya.
oiya kapan-kapan juga buat Khaira side.😍
Wajib vote+komen yaa

Magic Family [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang