Chapter 1

22.7K 817 41
                                    

Jangan lupa vote dan komen...

Lia yang sedang menata beberapa piring diatas meja makan terpenjat kaget, ia menatap protes pada Bara yang sedang memeluknya, sudah setiap harinya Bara memanfaatkan situasi seperti ini disaat anak-anak masih terlelap. Meskipun sudah tua, suaminya itu masih saja mau bermanja-manja padanya.

"Mas, untung aja nggak pecah nih piring." Gerutunya sambil menaruh sepiring lauk berisi bakwan udang, lalu di susul ia kembali ke dapur untuk memindahkan satu wadah besar sayur sop.

"Maafin Mas, ya... Nggak bisa jemput Septian."

"Iya, nggak papa, Mas fokus aja sama pekerjaan, Lia juga di rumah gak ngapa-ngapain kok." Ia langsung mengambilkan suaminya sarapan. Setelah mengambilkan suaminya sarapan, ia harus membangunkan kelima anaknya. Ya, di usianya yang ke dua puluh tujuh tahun ia sudah memiliki lima anak, dua anak dari mantan istri Bara dan tiga anak kandungnya bersama Bara, di tambah satu buah anak yang berada di perutnya.

Sedikit cerita bahwa suaminya itu punya impian memiliki sebelas anak, katanya mau membentuk club sepak bola, bahkan ia sudah mempersiapkan lapangan sepak bola kecil-kecilan yang berada di belakang rumah.

Ternyata Septian sudah rapi dengan seragam sekolahnya, sedangkan kedua adik kembarnya masih tertidur, Lia membiarkan, toh mereka juga belum memasuki masa sekolah, dan jika keduanya terbangun ia harus di pusingkan oleh ulahnya, belum Septian yang juga berulah.

"Udah siap aja, Bang?" Tanya Lia sambil menyisir rambut Septian.

Septian mengangguk. "Iya, mau apel ke rumah calon istri."

Lia melotot, sekecil ini sudah tau yang namanya calon istri, ia menggelengkan kepala, pasti Septian salah pergaulan. "Astaga, Bang... Kamu punya pacar?" Tanya nya tak percaya.

"Lho, jelas dong, masa Bang Ian yang ganteng sejagad semesta ini nggak punya pacar? Malu dong sama anak sebelah yang masih kinyis-kinyis belum sekolah tapi udah punya pacar." Jelasnya panjang lebar membuat Lia melongo.

Ia mengurut keningnya. "Yaampun, abang di sekolah temenan sama siapa sih? Kok jadi error gini, masih bocah udah main cinta-cintaan!" Heran nya.

"Temenan sama geng nya Bang Janu, semuanya udah punya pacar, masa Bang Ian nggak punya, sebagai calon ketua geng Bang Ian malu lah."

"Bang Janu itu, kelas berapa emangnya?"

"Ma, jangan pake bedak, nanti harga diri Bang Ian luntur di depan geng nya Bang Ian!" Protesnya sambil mengelap bedak yang di taburkan di seluruh wajahnya, bahkan Septian mencuci mukanya. "Kalo Bang Janu itu kelas enam."

Pantas saja, Septian anaknya yang polos ini harus terkontaminasi dengan teman-teman nya yang berusia jauh darinya.

"Ma, ada hape nggak?" Tanya Septian sambil merogoh saku piyama yang di gunakan Lia.

"Buat apa?" Tanya Lia sambil menyingkirkan tangan Septian yang mengobok-obok saku piyamanya.

"Buat nelpon pacar Bang Ian, mau ngucapin selamat pagi." Jawabnya sambil tersenyum malu.

Lia meneguk ludahnya, ia menatap horor Septian. Dulu, dirinya seusia Septian hanya mengenal bermain dan bermain, bukan seperti Septian yang kecil-kecil sudah bucin. "Nggak! Mama laporin ke Papa lho kalo kamu punya pacar!" Ancamnya.

Septian menggeleng takut. "Jangan dong, Ma... Kasian Tiara nanti Bang Ian putusin." Selanya sambil memelas. "Nih, nih Bang Ian kasih uang, tapi jangan bilang ke Papa." Septian merogoh saku seragamnya, menemukan uang berwarna hijau yang bernilai dua puluh ribu.

Lia mencubit paha Septian. "Heh, diajarin siapa kamu nyuap-nyuap gitu!" Ia menjewer telinga Septian.

"Ampun, Ma... Ampun, iya Bang Ian nggak nyuap-nyuap lagi!" Mohonnya.

Lia menghela nafas, menuntun Septian menuju meja makan, di sana ada suaminya yang tengah fokus membaca sesuatu di balik I-Pad. Bara yang menyadari kedatangan nya pun menyambut istrinya dengan Morning Kiss alakadarnya karena di sana ada Septian.

"Aku udah buatin susu, kamu minum, ya... Semoga anak kita sehat..." Giliran tangan nya mengusap permukaan perut Lia. Ia menunduk untuk mencium perut Lia dan berbisik. "Sehat di sana, jagoan, I Love you..." Bisiknya yang dapat di dengar oleh Lia.

"Mas, nanti pulang jam berapa?" Tanya Lia sambil melingkarkan dasi di kerah kemeja Bara. Bukannya Bara tidak mampu membuat simpul dasi, tetapi ia ingin saja sesekali menarik perhatian istrinya dengan mengikatkan simpul setiap pagi.

"Jam... Sekitar jam tujuh paling awal dan jam sembilan paling akhir." Jawabnya sambil mencium puncak kepala Lia yang masih fokus membenarkan simpul dasi. "Papa, berangkat..." Ia mencium bibir Lia kilat dan mencium permukaan perut Lia. Lia mencium punggung tangan Bara sebagai bentuk kehormatan nya pada sang suami.

"Iya, Papa... Semangat kerjanyaa..." Lia menirukan suara bayi sambil tersenyum lebar.

Bara juga berpamitan pada Septian dan kedua anak kembarnya yang sedang terlelap.

"Bang, di rumah aja ya... Mama mau beli sayur dulu." Jawab Lia sambil menarik resleting jaket yang sedang ia kenakan.

"Eits, eits... Bang Ian wajib ikut dong, Bang Ian kan Bodyguard Mama..." Septian mengintil di belakang Lia. Sepanjang perjalanan menuju tukang sayur yang berkeliling, Septian tak hentinya menceritakan sekolahnya dan pacaranya yang bernama Tiara.

"Ma, Bang Ian kok pengen adek lagi ya biar bisa abang bully selain Ila sama Ilo."

"Husss! Dasar anak gak ada akhlak!" Ia mencubit lengan Septian pelan. "Ini kan udah ada adeknya Bang Ian..." Lia mengelus permukaan perutnya.

Septian melirik perut Lia. "Ini... Kok adek Ian bulet gini? Ian mau request bentuk segitiga boleh?" Celotehnya sambil menunjuk-nunjuk perut Lia.

"Ihh, gemes pengen buang ke kali ciliwung... Ya enggak, sayang... Nanti di dalam perut Mama ada adek bayinya, Bag Ian tahu adeknya Azam yang baru lahir, ya kayak gitu, tapi di dalam perut Mama lebih kecil lagi..." Jelasnya panjang lebar.

"Mama kapan beli adeknya kok Ian nggak tahu?"

"Nggak beli Bang, tapi..." Ia tidak mau menodai pikiran suci anaknya. "Wah ada sayur kangkung..." Ia langsung berburu ke gerobak sayur yang di penuhi oleh ibu-ibu.

Ia memilih-milih sayur dan lauk cukup lama untuk persediaan tiga hari kedepan. "Bang Ian mau sayur-"

"Yaampun anaknya siapa ini jago gombal banget."

"Iya ,ya, ganteng juga."

Ia melongo saat Septian sudah memamerkan uang sepuluh ribu dan lima puluh ribu. "Eh eh kembaliin Bang..." Perintahnya.

"Nggak mau... Enak nih buat nanti kencan sama Tiara." Ia dengan cepat menyelipkan uang hasil modusnya di saku seragamnya.

"Buk, Ini saya ganti, maafin tingkah anak saya ya..." Lia menyodorkan uang yang sama dengan nominal yang di bawa oleh Septian.

"Ah, nggak usah, anggap aja saya sedekah... Anak kamu lucu ya... Gemes gitu." Jawab satu ibu-ibu dengan penampilan mencolok.

Akhirnya ia pulang ke rumah untuk memgambil motor dan mengantar Septian pergi ke sekolah.

"Misalnya Ian godain ibuk-ibuk sekampung, Ian bisa jadi miliader dong..." Celetuknya membuat Lia menggelengkan kepalanya heran.

"Yaallah, tuker anak boleh nggak sih?"

*

Yeay... Satu Part berhasil di publish, saya ngetiknya buru-buru, dapet tiga ide tapi nggak srek semua akhirnya satu ide berhasil mengalir lagi. Wajib Vote dan Komen ya, makasih buat dukungan Dear Husband di buat season kedua.

Magic Family [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang