Chapter 11

7.1K 491 69
                                    


Bara sungguh kuwalahan, hari ini adalah hari menyiksa untuknya, tak henti-hentinya Septian berbuat kejahilan seperti tadi menjahili tante-tante, ia sampai malu dan tidak enak pada jajaran tante-tante yang sudah dikerjai oleh Septian. Saat ini ia membawa pulang anak-anaknya.

"Kai, telepon Mama, Papa mau jemput ke rumah nenek." Bara melirik Khail yang duduk di bangku belakang dengan ogah-ogahan karena harus dempet-dempetan dengan Septian dan Callio, duo somplak ceriwis.

Khail mengangguk, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Baru saja mendial nomor Lia, ponselnya sudah direbut dahulu oleh Septian.

"Halo, Kanjeng? kata Papa habis ini Mama dijemput."

'Dijemput pake apa?'

"Pake kerenda atau peti, Ma?" Ia membekap mulut saat Papanya memberikan tatapan mautnya, Septian terkikik.

'Duh, kok pengen nyoba naik peti ya. terus habis Mama naik peti kamu yang angkat kenerakanya ya Bang.'

"Gak mau, Bang Ian bagian sebar buku yasin-"

'Heh, kamu doain Mama mati hah?! Awas Bang, nanti buka puasa Mama masakin batu!'

"Ampun, Nyai... Iya, Bang Ian bercanda, ngambekan." Septian melirik Bara yang terus saja memberikannya tatapan tajamnya.

'Yaudah kasihin hapenya ke Papa ya.'

Septian tanpa sadar mengangguk. Lalu menyerahkan ponselnya pada sang Papa. Bara menerimanya dan menyetir dengan satu tangan.

"Halo, Ma?"

'Papa tadi genit gak? aku dapat laporan loh ada betina yang godain, betinanya kebun binatang apa betina berskincare?'

Bara meneguk ludah, kalau sudah begini ia berpeluang kecil untuk tidur didalam kamar bersama Lia. "Ma, jangan bahas itu. Papa mau jemput, Mama masih disana kan?"

'Heleh gausah ngeles ya, huh...'

"Yaudah, Papa hampir sampai... Bye Ma, I Love You..."

"Yiidih, Pipi himpir simpii... Byi Mi, I Livi Yii..." Callio dan Septian bergumam saat Bara mematikan sambungan telepon diiringi ucapan manisnya.

"Papa bucin kok terus?" Tanya Septian sambil menyipitkan mata.

"Bucin sama Mama gak papa, Bang. Beda lagi kalau bucin sama istri tetangga, bisa-bisa Papa ngopi di alam kubur." Ia bergidik ngeri sampai membayangkan ancaman Lia jika ia sampai selingkuh.

Septian mangut-mangut, lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya, ia berselancar didalamnya hingga larut.

"Apa benar kalo pake wardah ciuman jadi halal?" Cuitan Septian memgundang ketiga mata orang dewasa didalam mobil ini.

Apalagi Bara, ia sampai melotot sempurna. "Bang, barusan bilang apa?"

"Hehehe cuma baca status wa nya Bang Janu kok, Pa. Suwer nih nih." Septian menunjukkan status kontak Bang Janu.

Bara mengusap wajahnya. "Hapus nomornya mulai sekarang nggak boleh temenan." Titahnya sambil sibuk menghapus kontak-kontak tak berfaedah. "Ini, Tante Septi? Bang Ian punya simpenan tante-tante?" Tanya Bara tak percaya.

Septian membekap mulutnya. "Hehehe, itu nomor mbak-mbak konter yang cantik, Pa. Liat aja profilnya Pa."

Memang benar, Tante Septi yang dimaksud memiliki wajah cantik jelita mulus semulus ubin surga. "Hm... Astaga kamu sudah gak benar Bang." Bara menggumam sambil mengelus Dada, ia terpaksa memberhentikan mobil, semuanya sudah jatuh tertidur, tersisa Bara dan Septian, karena semua saudaranya itu kelelahan seharian mengelilingi kebun binatang, laku dilanjut berenang.

Magic Family [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang