Chapter 14

4.3K 310 21
                                    

"Ma ini anaknya siapa? Anak tuyul? Firaun?"

Lia mendelik horor kearah Callio yang menunjuk Dipta dengan raut heran nya. Lia memijat pelipisnya merasa lelah, anaknya semakin hari semakin ajaib saja.

"Ya anaknya Mama, adeknya Ilo..." jawabnya setenang mungkin, Lia berharap anaknya tidak lagi bertanya-tanya dengan bahasa koplak.

Callio mnegangguk-angguk, menatap Dipta yang masih meringkuk di kasur bayi berwarna biru. "Ma, adeknya kok merem mulu, belekan?"

Lia yang tengah mengelus pipi Dipta menggeram. "Ya emang gini, sayang... Nanti melek sendiri kok" sahutnya sambil berbaring di kepala ranjang.

Gantian, Cailla datang dan duduk di pinggiran ranjang dengan Callio. "Wah, Ila punya adek yeayy... Ila ada temen main nya!" pekik Cailla girang sambil bertepuk tangan.

"Eleh, ini temen nya Ilo ya, maaf adeknya ini laki, huu sana beli adek sendiri!" Callio menunjuk Dipta sambil menepuk dadanya, bertambah lah anggota bermain nya.

Cailla mengerucutkan bibirnya. "Nggak papa! Ila bisa jadiin adeknya prinses kok! Ayo adek... Siapa Ma namanya?"

"Adip, La." Sahut Lia sambil memakan potongan buah.

Cailla mengangguk. "Iya, Adip! Nanti Adip Ila hias kayak boneka-"

"Enak aja! Adip biar Ilo ajarin main bola ya! Masa laki-laki banci, huh malu sama burung-"

"Ilo... Burung apa?! Kamu tau kayak gitu dari siapa hah?!" Mendadak potongan buah apel yang hendak Lia gigit menjadi urung, ia menatap Callio horor.

"Buwung puyuh, Ma- eh tau dari... Bang Ian!" Saat bersamaan Callio menunjuk Septian yang tengah membuka bungkus permen.

Lia mengurut pelipisnya, ingin menjitaki satu-satu anaknya yang konyol, belum lagi Dipta besok entah jadi apa.

"Heh! Mencemarkan nama baik! Bang Ian kutuk jadi batu bacan ya! Ya masa laki-laki gak punya burung Ma kan serem!" Sahut Septian sambil duduk didekat kaki Lia. Ia mengamati Dipta yang tengah tertidur, beberapa kali matanya berkedut karena terganggu suara dari kakak-kakaknya yang seperti tengah berdebat dengan toak masjid.

"Kalian jangan keras-keas dong, ade nya kebangun nanti!" Seru Lia sambil menimang Dipta yang ternyata menangis karena terganggu.

Sontak ketiganya mengatupkan mulut. Ketiganya langsung duduk di depan sofa yang di hadapkan dengan televisi layar lebar, lalu Septian menekan tombol remote dan muncullah siaran kartun bernama Dori eh Dora.

Apakah kamu melihat laut?

"Engga, Bang Ian liat tipi!" Sahut Septian saat sang pemeran bertanya padahal jelas-jelas di belakangnya terdapat lautan yang luas.

Dimana?

"Di hatimu eakk, DI BELAKANG KAMU WOI! DORI BUTA, KATARAK, MIOPI, RABUN SUNSET EH RABUN SENJA DAH LAH JENGKOL!" lagi, Septian menyahut berapi-api sambil meremas remote di tangannya.

"Sstt, bukan Dori Bang enak tuh ikan Dori, tapi Dora!" Sahut Cailla sambil merogoh toples berisi camilan.

Apakah kamu melihat babi?

"Iya di pinggir Bang Ian, babi ngepet kepala hitam! Lagi ngemilin racun tikus!" Teriak Septian heboh menunjuk dua adik kembarnya sambil tertawa.

Merasa terpanggil, Callio dan Cailla berkacak pinggang mencubit Septian dengan brutal. Sedangkan Septian mengaduh keras-keras.

"Woi udah-udah! Nanti Bang Ian mati kasihan janda di luaran sana. Oke kita saksikan Doli salah lagi, Dora!" Septian menyingkirkan tangan kedua adik kembarnya dan kembali duduk di sofa di tengah-tengah Cailla dan Callio, menyaksikan acara kartun tersebut dengan khidmat— untuk Cailla dan Callio beda dengan Septian yang menyahut-nyahut dan kesal sendiri karena Dora yang tolol, rabun, katarak dan apa ya saking emosinya Septian membanting toples di pangkuannya.

Ada swiper!

"Ya tangkeplah, bego! Masa di liatin doang nunggu penonton yang nangkep gitu?! Bang Ian banting lama-lama nih tipi!" Septian berteriak kesal menendang-nendang meja televisi. "Dahlah liat Doli bikin esomi maksudnya emosi, ganti-ganti!" Septian menepuk tangannya memerintahkan Callio mengganti channel dan acara televisi yang lebih menarik dan tidak menguras emosi.

"Nah ini nih si Shova sepedah terbang serbaguna!" Pekiknya senang sambil menatap layar televisi yang menampilkan sebuah kartun India.

"Shiva betewe, Bang!" Koreksi Callio sambil menyuapkan sebutir kacang di mulutnya.

"Widih, sepedanya ada sayapnya, pake sayap ayam atau sayap bidadari ya..."

Jangan panggil aku anak kecil paman...

"Lu bocil emang kenapa gak ngaku sih! Bang Ian yang bocil aja ngaku! Dasar ceue gengsi!"

Namaku Shiva, aku Shiva

"Ya tau lah, masa nama lo Saepudin binti Jamilah?"
"Ayo hajar jangan sampe kendor! Bikin om bandotnya kecebur air comberan! Nah saplok cocote!"

Saat kartun yang di tontonnya sudah habis, Septian meraih satu liter botol Aq*a dan menenguknya hingga habis.

"Hah... Menguras bak mandi eh menguras emosi! Sumpah besok Bang Ian lihat sinetron yang backsoundnya Kumenangiss~ aja!"

Gerutuan Septian membuat Cailla dan Callio menutup telinga, merasa keduanya lebih waras jadi hanya diam saja.

"Bang, gak mau gendong Adip lagi nih?"

"MOHH BANG IAN TRAUMA SAMA EEK!"

*

Sorry dikit banget, setelah berbulan-bulan ngga update akhirnya bisa update ini, utk kartun2nya gatau dah bener apa gak udah lama males nostalgia juga🤣

Jangan lupa vote+komen ya, masa ditinggal beberapa bulan kalian ga vote si kok jahat😭😭

Satu lagiii
Jangan lupa mampir! Kudu alias wajiebb

Magic Family [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang