˻ 18 ˺ » Bohong (part b)

34 5 0
                                    

Hari senin, sepulang sekolah Ara dan Eunsang sudah janjian untuk belajar bersama lagi. Sejak hari sabtu lalu setelah Yena menceritakan padanya mengenai kejadian pas ulang tahun teman adiknya, Ara tidak pernah menyinggung atau bertanya sama sekali kepada Eunsang tentang kenapa ia hari itu.

Memang, frekuensi mereka bertemu akhir-akhir ini jarang karena Eunsang lebih sering bersama temannya. Biasa anak cowok.

Tidak lain tidak bukan, Main game bareng.

“Awas ya pokoknya gue ngga terima alesan ngaret-ngaret lagi,” kata Eunsang di seberang telepon. Ara mengangguk meskipun ia tahu Eunsang tidak bisa melihat gestur tubuhnya.

“Jam 4  jangan lupa. Jangan ngar-”

“Iya iya ah berisik,” potong Ara cepat dan mengakhiri panggilan. Ia berjalan masuk ke kelas setelah mengembalikan absen ke dalam loker. Eunsang, si ketua kelas sudah pulang dari tadi bersama teman-temannya. Makanya, semua beban di limpahkan kepada Ara.


Kasihan.


Tangan cewek itu lalu beralih memasukkan semua buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Dan setelah itu, ia buru-buru pulang.

Ralat.

Ke tempat janjian belajar maksudnya. Daripada pulang dulu, mending Ara langsung saja kesana. Selain karena takut terlambat dan kena omel, dia juga tidak mau ribet harus ganti baju dulu. Lagian sekitar kurang lebih 30 menit lagi sudah mau jam 4.

💫💫💫

Ara sudah mengeluarkan bukunya dari tadi. Masih dengan seragam sekolah, ia terus saja celingak-celinguk kanan kiri seperti anak ayam yang mencari induk. Sudah berapa kali ia menoleh ke arah pintu yang di buka oleh pengunjung. Bahkan kentang dan float-nya sudah tersisa setengah.

Ini sudah lewat 20 menit jam 4 dan Eunsang belum datang juga. Ara sudah menelepon Eunsang dua kali. Yang pertama tidak diangkat. Yang kedua bilang sudah mau jalan.


Kok malah jadi kebalik sih?


Kenapa malah Eunsang yang ngaret?


Baru saja Ara ingin menelepon Eunsang lagi, tetapi seseorang yang mengenakan kemeja flanel kotak-kotak langsung tertangkap oleh ekor mata Ara. Ia mendorong pintu dan berlari ke meja tempat Ara duduk. Berdiri sambil memegangi kedua tempurung lutut. Dalaman kaos putihnya nampak agak basah karena keringat.

Sorry, guehh khilaf hhh,” ucapnya sambil berusaha mengatur napas dengan peluh yang bercucuran.

“Iwis yi pikiknyi gii gi tirimi ilisin ngirit-ngirit ligi,” ledek Ara sarkas, meng-copy kalimat Eunsang tadi saat di telepon. Ia memutar bola matanya malas dengan tangan mencomot kentang.

"Halah gundul, taunya malah gue duluan yang sampe," lanjutnya.

Eunsang malah nyengir dengan polosnya. Seperti tidak merasa bersalah sama sekali.

 Seperti tidak merasa bersalah sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SHELTER «Lee Eunsang»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang