R1-17: □■[•}]?

7.1K 1.1K 5
                                    

***

Gosip Radena dan Nona yang berpacaran, masih menjadi topik yang panas di seantero SMA Berlian. Hampir semua orang menjadikannya suatu bahasan yang tidak boleh dilewatkan.

"Anjrit, si Radena bisa-bisanya pacaran sama murid baru itu." Seorang siswi bernama Sabrina merengut sembari mengarahkan kipas angin portable ke arah lehernya. Suaranya nyaring sampai terdengar ke seluruh ruangan kelas. "Nggak mungkin tuh anak yang baru masuk belum seminggu udah bisa luluhin Radena. Atau jangan-jangan Radena dipeletin sama si Nona itu?" Dia merasa kesal sekaligus cemburu.

"Betewe, siapa sih adminnya?" tanya teman semejanya, Anggika. "Gedé juga nyalinya, berani mata-matain murid-murid SMA Berlian. Sampe murid istimewa juga dia sikat. Apa dia nggak takut diciduk si Radena?"

Sabrina mengedikkan bahunya tak tahu.

"Andaikan bokap gue mau investasi ke SMA Berlian. Pasti gue juga bakalan naik kasta di sini. Sialnya, dia nggak ngizinin. Buang-buang uang, katanya," keluh Sabrina kepada kenyataan. "Padahal, kalau gue jadi murid istimewa, gue punya peluang buat deketin Radena."

"Lo tahu apa yang bakalan Radena bilang?" Farhan yang datang dengan kojek dimulutnya ikut bergabung.

"Apa sih lo? Nimbrung aja," sinis Sabrina padanya. Tangannya membenarkan posisi bandonya.

"Emangnya, apa yang bakal dia bilang?" Anggika penasaran dengan jawaban yang akan Farhan berikan.

"Cewek halu," ledeknya. Dia tertawa keras. Puas.

"Ish." Sabrina sontak memukul bahu Farhan. Meluapkan kekesalannya. "Enak aja lo kalau ngomong."

Farhan malah mengelelot.

"O ... Mai ... Gat." Anggika dikejutkan oleh sesuatu yang baru saja dia ketahui dari ponselnya.

"Ada apaan Gi?" Sabrina dan Farhan turut mengarahkan perhatian pada layar ponselnya.

"Ini, si Nona-Nona itu keciduk bawa rokok sama pemantiknya tadi pas raziaan." Dia membaca satu per satu pesan yang memenuhi grup sekolah.

"Demi apa?" Sabrina sampai menutup mulutnya. "Nggak bener tuh anak. Terus dihukum nggak? Dihukum dong pastinya?"

Dahi Anggika mengerut selama menggulir layar. "Dia dihukum sih, katanya. Cuma disuruh nyusun buku baru di perpus."

"Apa? Gitu doang?"

"Pengin banget lo dia dihukum." Farhan menertawakan reaksinya.

"Sebel gue sama dia."

"Kepanasan, kali." Farhan menyindirnya sebelum kembali mengulum permen kojeknya.

"Gilak. Radena bales satu chat di grup. Dia murka."

Farhan yang kepo, ingin memeriksanya secara langsung. Dia lantas merogoh ponselnya dan segera membuka grup sekolah dengan semangat.

Kalau lo semua masih pada jelek-jelekkin Nona, gue patahin jari kalian satu-satu. Mau lo cewek atau cowok sekalipun!

Mereka bertiga saling pandang. Anggika juga Farhan sontak menaruh ponselnya ke meja sembari bergidik.

"Kan, bener kan? Mereka pacaran. Ngapain si Radena sampe segitunya? Berarti si TROS nggak asal nyebar gosip." Anggika menyampaikan argumentasinya—

Suara gebrakan meja sontak membungkam mulutnya. Sabrina juga murid-murid yang berada di dalam kelas tersentak. Keadaan ricuh pun berubah tegang dalam sekejap.

"BERISIK WOY!" bentak Satria. "Bukannya kerjain tugas dari Bu Titing, malah pada ngebacot!" Dia sudah tak tahan dengan topik obrolan yang didengarnya sedari tadi.

Bagaimana bisa mereka melupakan satu hal penting, kalau cucu pertama dari pemilik sekolah ada di antara mereka?

"Ganggu konsentrasi aja!"

Badannya bangkit dan memutuskan untuk pergi ke perpustakaan saja. Di dalam kelas membuatnya muak.

"Lo, sih," protes Sabrina sembari memukul bahu Farhan.

"Kok gue? Lo berdua yang mulai," balas Farhan tak terima.

"Tauk, ah." Gadis berbando itu dihantui rasa bersalah dan ketakutan.

"Gue lupa kalau di kelas kita juga ada cucunya Pak Setyo." Bisikan Anggika membuat mereka berdua mengangguk pelan.

"Ya udah, mendingan kita cepetan beresin tugas dari Bu Titing sebelum Satria nagih," desak Anggika sembari menyiapkan buku catatannya.

"Tapi gue pusing sama Fisika." Sabrina merengek.

"Kan ada aplikasi Jawab Cerdas," usul Anggika dengan menaikkan salah satu alisnya bangga. "Jangan nyusahin diri sendiri deh, ah." Dia segera membuka aplikasi yang dia maksud untuk mendapatkan jawaban atas soal-soalnya.

Sabrina menghela napas. "Kadang gue bingung sama diri gue sendiri," ia menopang dagunya, "gue nih kayaknya salah masuk jurusan, deh. Tapi kenapa pas daftar, gue udah yakin banget sama jurusannya, ya? Mana gue bertahan, lagi, sampe sekarang. Hebat banget ya gue, walaupun tertekan keadaan, masih bisa tersenyum." Entah ada angin apa Sabrina terlihat puitis dan dramatis.

Anggika dan Farhan saling melempar tatap. Kemudian beberapa detik selanjutnya, mereka berdua melakukan hal yang sama seperti Sabrina. Menopang dagu dan ikut merenung. Sebenarnya Sabrina telah mewakili isi hati dan pikiran mereka berdua selama hampir 3 tahun ini.

***

Satria berjalan menyusuri koridor sembari menenteng buku catatan dan kalkulatornya, dengan wajah yang tampak masih merasa kesal dengan kejadian di kelasnya. Namun beberapa kali ia terlihat tersenyum tipis saat berpapasan dengan rekan-rekan OSIS maupun adik kelas yang sekadar menyapanya.

Dia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan, karena berpikir kalau di sana dirinya akan mendapat ketenangan dari suara ocehan.

Ia melangkah masuk ke area perpustakaan setelah pintu otomatisnya terbuka penuh.

"Selamat siang A Satria," sapa seorang penjaga perpustakaan yang umurnya sudah kepala tiga itu. Ia terlihat sibuk memeriksa data buku di komputernya.

Satria tersenyum singkat. "Siang Bu," balasnya lalu mencari tempat yang dikira nyaman untuk ditempati.

Langkah dan pandangannya terhenti ketika dirinya melihat punggung seseorang yang terasa tidak asing. Orang itu sibuk menata buku dan tidak menyadari kehadirannya.

Nona?

"Hei," sapanya pelan.

Nona sontak menoleh. "Eh, Kak Satria."

Satria tersenyum. "Kamu... lagi dihukum ya?" Dia tahu karena menguping yang Anggika bicarakan.

"Iya nih. Kakak udah tahu ya masalahnya?"

Laki-laki berpenampilan rapi itu mengangguk. "Tapi saya yakin kamu nggak ngelakuin itu. Mana ada, murid yang selalu nentang peraturan istimewa di sini ngelakuin pelanggaran kayak gitu. Nggak nyambung."

Kedua alis Nona terangkat. Perkataan Satria membuatnya melipatkan bibir.

"Saya bantu, boleh?"

Tangannya segera memberi penolakan. Matanya melirik petugas perpustakaan yang setia mengawasinya.

"Nggak usah Kak, makasih. Ini dikit lagi kok. Lagian, kalau Kakak bantu, nanti hukuman saya makin berat."

Satria menipiskan bibirnya. "Oke. Tapi, kalau saya temenin gimana? Biar kamu nggak bosen aja sendirian."

Nona mengarahkan pandangnya pada buku Fisika yang Satria bawa.

"Kakak mau nugas? Lebih baik Kakak kerjain tugasnya aja. Saya nggak apa-apa kok."

Satria pun mengangguk. "Ya udah. Tapi, sebelumnya saya mau tanya sesuatu."

Pergerakannya terhenti.

"Tanya soal apa?"

Deheman ia keluarkan lebih dulu. "Kamu ... beneran pacaran sama Radena?"

'

Instagram: raseraaaa
Tiktok: iamtehra
#radennona

CIRCLE OF LIES - SHADOW IN THE DARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang