Touch

8K 285 0
                                    

Aku baru selesai mandi dan berpakaian. Lalu melihat diriku di depan kaca. Such a mess. Berat badanku turun 5kg dan ini tidak membuatku terlihat menarik. Rambut wavy ombre karamelku acak-acakan, tidak kurawat seperti saat aku masih di NY. Kantung mataku menghitam. Aku sungguh tidak menyukai penampilanku saat ini. Tapi siapa peduli, toh aku bukan siapa-siapa lagi sekarang.

Setelah mandi aku kembali ke kamar. Menghempaskan tubuhku ke tempat tidur dan menarik selimut. Padahal ini jam 9 pagi, tapi ritual melamun di tempat tidur sepanjang hari menjadi kegiatan rutinku sebulan terakhir. Baru mulai melamun, kudengar pintu kamarku diketuk. Itu pasti Ibu yang dengan rajin dan sabarnya mengantar sarapanku ke kamar, walau tak jarang aku tidak menyentuhnya sama sekali.

"Masuk." Ucapku yang masih membalikkan tubuhku ke arah jendela. "Simpan saja makanannya disitu, Mom, aku belum lapar." Tambahku.

"Well I am not your Mom." Hah? Suara laki-laki! Siapa itu? Kubalikkan badanku dan..
"James?" Pria berkaos polo putih itu tersenyum dan menghampiriku.
"Hey Amy. How are you?" Sekarang dia berada duduk di tempat tidurku.
"As you see, messy." Jawabku sambil bangun dari tidurku.
"Ibumu menceritakan semua. Kamu ngga boleh kaya gini, Amy. Jangan menyiksa dirimu."
"You know nothing, James."
"Aku memang tidak merasakan apa yang kau lalui, tapi kau masih punya orang yang menyayangimu kan, Amy?" Aku masih menunduk menahan air mataku. "Ibumu dan Ryan sangat cemas melihat kau seperti ini. I miss tricky Amy you know." Tambah James diiringi senyum jahilnya. Aku pun menghapus air mata yang sedikit turun tadi.
"Thanks, James." Ucapku.
"Mau sarapan?"
"Hanya kalau kau yang masak!"
"Sure. I will cook the sexiest omelette on earth."
Entah punya kekuatan magis apa sampai James berhasil merayuku keluar kamar, dan yang paling aneh, aku merasa jauh lebih baik.

Dibawah, Ibu yang sedang membaca buku hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku yang akhirnya mau turun kebawah dan makan.
"Ternyata ini obatmu, Mandy." Aku cuma menjawabnya dengan senyum lalu duduk manis di meja makan dan James mulai memasak.
"Aku pinjam dapurmu, Aunty Cindy, anak perempuanmu ingin makan masakanku." Ucap James sambil mengambil telur dari dalam kulkas.
"Silakan James Clayton. Masaklah sebanyak mungkin. Mandy butuh asupan nutrisi, berat badannya sudah turun banyak nampaknya."

15 menit kemudian sepiring omelette sudah terhidang di depanku. Ibu memutuskan untuk ke supermarket membeli keperluan sehari-hari. Jadi dirumah tinggal aku dan James.
"Makanlah." Ucapnya sambil duduk manis di sebelahku. Tanpa pikir panjang, aku memotong omelette nya dengan pisau dan memasukkannya dalam mulutku.
"Tastes good!"
"I told you it's the sexiest omelette on earth, made by sexiest man you've ever seen."
"Menyebalkan." Aku pun melempar lap makan ke muka James sambil tertawa kecil. "So, James, sedang apa kau di lKanada?"
"Sepupuku, Vanessa, akan menikah lusa. "
"So how is NY so far?"
"Menyenangkan, tapi tidak semenyenangkan disini. Anyway aku sempat mencarimu karena handphone mu tidak bisa dihubungi. Aku pergi ke apartemenmu bahkan kantor agensimu."
"Semuanya sudah berakhir, James."
"You can start all over again, right?"
"Iya tapi aku masih bingung mau apa. Semuanya nampak tidak bersahabat kau tau. Semua media mencelaku. I feel like nothing."
"Ya sudahlah jangan bicarakan itu. Eh aku akan mencari kado pernikahan untuk sepupuku. Mau ikut?"

***
Sorenya aku berjalan bersama James menyusuri pertokoan di Alberta. Akhirnya aku menghirup udara luar lagi, setalah sebulan frustasi.
"Hey Amy look!" Ucap James setengah berteriak sambil menunjuk sebuah gambar besar di sebuah toko di ujung jalan.
"Ahhh sudahlah Jamesss!" Ucapku. Iya betul, itu adalah fotoku mengenakan swimwear Roxy.
"You looked hot!" Tambahnya lagi sambil matanya tetap menatap foto tsb.
"Yes I was that hot. But not now." Kataku sambil menunduk dan melihat tubuhku yang kurus sekarang. Aku benar-benar kehilangan percaya diriku.
"No no. You're hot as well, Amy. Pantas saja aku merasa kepanasan dari tadi jalan bersamamu." Dia pun menggunakan dua tangannya seakan-akan mengipas-ngipaskan tubuhnya yang panas.
"Silly!" Teriakku sambil mencubit pinggangnya.

James akhirnya membeli satu set cangkir keramik dengan motif vintage di sebuah toko peralatan rumah tangga. James bilang kalau Vanessa suka sama hal-hal berbau vintage. Selesai membeli kado, James mengajakku makan di sebuah bistro dekat situ. Saat memasukki bistro, hujan pun turun.
"Sudah lama tidak merasakan hujan di rumah sendiri.." Ucapku sambil menatap jendela, karena kami kebetulan memilih kursi dekat jendela.
"Kamu tau kalau hujan bisa mengingatkanmu akan masa lalu?"
Aku mengangguk. "Iya kalau hujan aku suka ingat jaman sekolah dulu kamu suka hujan-hujanan sama Eileen. Berteduh di dekat parkiran, romantis sekali. Sementara aku, tetanggamu sendiri, kau biarkan kehujanan. Huh." Godaku.
"Astaga Amy! Hahahhahaha!" Lucu sekali pria berkaos putih dan jaket kulit hitam ini kalau ketawa.
"Oh dan satu lagi. Itu waktu kau pacaran sama Eileen. Biasanya kalau hujan begini, aku mendengar toilet wanita ribut suara desahan-desahan. Tak lama kemudian, keluarlah dirimu bersama.. Hmm.. Ya pernah sama Natasha, Emma, siapa lagi ya?"
James hanya tertawa sampai sakit perut kurasa. "Kenapa kau memperhatikanku sih? Kau menyukaiku sejak lama ya?" Godanya sambil tetap tertawa.
"Enak saja kau! Kau populer di sekolah, ingat? Setiap cewek yang sudah melakukannya bersamamu, akan dengan bangga mengumumkannya tau!"
"Sudah, Amy! Aku malu mengingatnya!" Dia masih tertawa sampai seisi bistro menatap ke arah kami. "Semoga teman-teman sekolah yang sudah aku tiduri memaafkan aku ya." Dia tertawa lagi.
"Jerk!" Umpatku sambil tersenyum.
"Yang penting sekarang aku baik kan, Amy?" Tangannya meraih tangan kananku yang bebas diatas meja. His touch...
"Iya." Jawabku singkat. Entah kenapa aku merinding saat tangan James meraih tanganku barusan.
"Oh iya besok aku mau pergi ke pernikahan Vanessa bersamamu. Aku jemput jam 7 ya?" Aku mengangguk setuju.

James pun mengantarku pulang sampai pekarangan rumah. Dia membukakan pintu mobilnya dan mempersilakanku keluar. "Thanks for the night, James." Ucapku.
"Aku yang berterimakasih karena sudah ditemani. Berjumpa besok. Tidur yang nyenyak ya! Kalau kesepian, teriak saja, kamarku kan berhadapan dengan kamarmu."
"Jangan ngaco ah!" Aku pun tertawa. "Nitey, James Clayton."
"Night, Amy." Dia pun melayangkan ciuman di keningku yang membuatku merinding lagi. His touch (again)..

Saat masuk rumah, ada Ryan yang nampaknya mengintipku daritadi.
"Ternyata memang cinta obat segalanya ya, Mandy."
"Diam kau anak kecil!" Jawabku sambil mencubit pipinya.
"So what was that kiss all about?"
"Diaaaaaam!" Aku pun mengejar Ryan yang berlari mengitari rumah.

The Art of Being MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang