TINGKATAN SALIK

73 0 1
                                    


Seorang penempuh jalan ruhani dlm mendekatkan diri kepada Allah, tak lepas dari urutan pencapaian tingkatan.

Seseorang diketahui maqom tingkatannya dari kesan yang ditimbulkan pada hati dan perbuatan orang itu ketika mengalami kejadian, dan ketika mengambil kesimpulan, keputusan dan tindakan pada amaliyah yang dilakukan.

Tingkatan itu adalah
1).Tingkatan awam atau syareat atau masih bergantung pada dunia.
2).Tingkatan hakikat. Permulaan orang menempuh jalan thoriqoh atau orang yang bergantung pada amal akhirat.
3).Tingkatan arif billah atau ma'rifat atau orang yang bertawakal dan hanya bergantung kepada Allah, tidak bergantung lagi pada amal dunia atau amal akherat.
4).Tingkatan orang yang istiqomah, ikhlas dan ridho, ikhlas ketika beramal, dan ridho ketika diberi apa saja oleh Allah, antara enak dan sakit tdk merubah suasana hatinya utk selalu istiqomah beramaliyah. Ini tingkatan para nabi. Jika orang biasa dinamakan Warotsatul ambiya'.
5).Tingkatan mursyidin, orang yang sudah menempuh penempuhan proses dari satu sampai 4, lalu sebagaimana rasulnya Allah, kembali kepada manusia untuk mendidik manusia menempuh jalan ruhani, apa saja yang di lakukan untuk mendidik orang lain, sebagai pewaris rasul, di namakan Warotsatul mursalin.
Kesan yang ditimbulkan oleh kejadian, apa saja kejadian yang menimpa seseorang itu menjadi tolak ukur maqom kedudukan orang itu disisi Allah, dan tingkat satu itu bukan berarti salah, tapi memang keadaan maqomnya memang masih disitu.

Maqom kedudukan itu diberikan oleh Allah, dan Allah juga yang memberikan tanda kesan pada suasana hati seseorang itu.

Orang yang ketika beramal dan dia memperbagus amal lahiriyahnya, apa apa yang terlihat diperbagus, ketika bicara di depan orang lain di perbagus kata katanya begitu pula pakaiannya, juga ketika melakukan sesuatu masih memakai syareat, teori, dan ketika  menemukan kebuntuan teorinya maka dicari teori lain.

Sebagai contoh misalnya ketika mengobati disuntik dengan obat biru tak sembuh, maka dicoba obat yang merah, tak sembuh juga dicoba obat kuning, dan ketika sembuh dia menyangka bahwa obat kuning itu ampuh, bisa menyembuhkan.

Atau ketika mengobati dia memakai ramuan A, tak sembuh, dicoba ramuan B, kok sembuh, maka ramuan B di sangka bisa menyembuhkan, maka orang itu masih tingkatan syareat. Artinya masih memandang segala sesuatu itu bersifat teori dunia. Misalnya menyelesaikan sesuatu dengan rajah, wifik, asma, tak mempan pakai asma lain, atau pakai rajah lain, dan ketika berefek, dia menyangka bahwa rajah yang ini ampuh.

Atau orang yang melakukan suatu amalan dzikir atau hizib, atau bacaan tertentu, lalu dia menemukan efek dan menganggap dzikir yang di baca itu bagus, tapi ketika tidak ngefek maka dianggap dzikirnya tdk bagus, jadi masih menganggap bahwa dzikir atau amaliyah lahiriyah itu bisa mempunyai power, kekuatan, sehingga dijadikan sandaran. Yg demikian itu namanya orang ini masih bersandar pada amaliyah lahiriyah atau dinamakan orang syareat.

Atau ketika ditimpa sesuatu dia menyangka bahwa amaliyahnya ada yang kurang pas, atau karena sebab salah melakukan sesuatu, sehingga menimbukan kejadian yang tak diinginkan, kurang syarate, tak benar teorinya.

Orang yang bergantung pada amaliyah lahir ini akan mudah lari dari Allah, dan bisa jatuh pada pengingkaran terhadap Allah, karena dalam pemikirannya masih memandang kebendaan, menyangka bahwa benda benda itu punya kekuatan dan power, benda benda di dunia itu punya khasiat, bahkan sesuatu pekerjaan yang di lakukan dengan cara tertentu, dengan perhitungan bintang, dg hari berbeda, itu punya tsawab, atau melakukan sesuatu dengan menghadap arah timur barat, utara selatan itu bisa menimbulkan kekuatan yang berbeda.

Orang yang bergantung pada syareat ini sangat mudah dibujuk oleh iblis untuk ingkar kepada Allah, karena percaya pada benda benda.

Orang syareat itu hanya memetik buah amal di dunia, misal sakit lalu sembuh, maka sakitnya itu hanya membuatnya berhati hati. Misalnya sakit kena duri, maka dia akan menjauhi duri, misal sakitnya itu batuk setelah sembuh dia berhati hati makan krupuk, tidak ada dalam hatinya terlintas bahwa sakit itu ada teguran karena kesalahan dosa, artinya sakit itu dari Allah, dan juga ada kalanya ujian, ada juga anugerah,  dia hanya berpikir bahwa sakit itu misal batuk,  karena dia kena virus atau karena kebanyakan makan yang digoreng, sakit gula di anggap karena banyak makan manis manis.

Suasana dan pandangan pendapat dan kesimpulan itu dengan sendirinya akan muncul, karena memang kedudukan orang itu di maqom syareat, atau orang yang masih menggantungkan sebab dunia ini, menjadi sebab terjadinya sesuatu, dan menyelesaikannya tentu dengan teori dunia.
Dan kesimpulan serta tindakan yang dilakukannya itu menunjukkan derajad maqomnya disisi Allah, dan Allah yang menunjukkan maqom orang itu, di mata orang lain.

Kyai Nur CahyaningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang