.menjadi murid thoreqoh itu harus siap diperintah guru, tawadhu’ pada guru, bukan soal siapa gurunya, bukan karena aku mulia atau ingin dimulyakan, kalau guru thoreqoh kok pengen dimulyakan manusia, maka do’anya tak akan diijabah oleh Alloh, dan tinggalkan guru palsu seperti itu. Nah, murid itu punya keharusan tawadhu’ dan mengikuti taat kepada guru adalah demi murid itu sendiri, karena ilmu yang dititipkan Alloh kepada guru, akan mengalir kepada murid, jika hati murid terbuka, dan guru senang, seperti aliran air yang terbuka, dan murid menerima alirannya.
.karena menyenangkan guru, saya dulu juga begitu, dan hanya butuh waktu sebulan untuk menimba, jika murid tak taat kepada guru, maka dibutuhkan waktu seratus tahun juga belum tentu ilmu guru akan mengalir pada murid, karena pintu-pintu ilmu tak dibuka oleh Alloh. Sebab tidak adanya keta’atan dan ketawadhu’an murid kepada guru, jadi yang memberikan ilmu itu bukan guru, tapi Alloh, tapi lewat seorang guru.
ilmu thoreqoh itu berhubungan dengan hati dan seluk beluknya, seorang sekalipun tak menjalankan amalan puasa, dzikir, tapi amat ta’at pada guru, maka ilmu juga dituangkan oleh Alloh, kepada murid itu, jadi keta’atan murid pada guru itu mutlak dibutuhkan.
Jadi keta’atan murid kepada guru itu mutlak dan syarat utama dibutuhkan seorang murid kepada guru, sekalipun dalam lahirnya kedudukan murid anak presiden atau kaisar dan seorang gurunya seorang pengemis yang rumah saja tak punya, maka jika ilmu ingin didapat harus taat pada guru, jika tidak taat maka jangan harap seribu tahun akan mendapat ilmu, sebab Alloh menutup sumber-sumber ilmu itu, la ilma lana illa ma alamtana, jadi semua ilmu ilahiyah itu dari Alloh, seorang guru ditaati itu bukan jasad lahirnya, tapi karena seorang guru menjadi guru thoreqoh itu diangkat oleh Alloh, dipilih dan karena seorang guru itu seperti orang yang pernah melewati jalan, dan seorang murid akan melewati jalan yang sama, dan guru yang pernah melewati jalan itu lalu memberi petunjuk, agar murid tak salah jalan.
----------------------------------------------------------------------------
sebenarnya siapa saja bisa menjadi seperti saya, wong dalam toreqoh itu di samping istiqomah menjalankan amaliyah, puasa siang hari, dzikir di malam hari, dilakukan dengan konsisten, sehingga menjadi suatu amal yang seperti membuang kotoran di kamar kecil, kebiasaan yang tidak dipikirkan, karena biasa, menjadi ikhlas dengan sendirinya, karena amal telah menjadi kebiasaan bukan suatu hal yang aneh, yang menjadikan hati bangga, lalu menjaga makan dari makanan haram dan subhat yang tak jelas halal haramnya, menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia, lebih baik diam jika tidak bisa bicara yang tak ada manfaatnya, menjaga orang lain jangan sampai tersakiti, selalu berkasih sayang pada siapa saja, menghilangkan iri, dengki, hasad, sombong, loba, tamak, riak, ujub, membanggakan amal, buruk sangka, kikir, maka bisa mendapatkan anugerah dari Alloh, dan semua itu tak bisa dicapai, jika tanpa ada yang mengarahkan dan membimbing.
.saya diarahkan oleh guruku, maka bapak ku arahkan, bukan saya lebih mulya atau lebih hebat, tapi hanya karena saya sudah pernah lewat jalannya, jadi saya bisa tau jalan daripada orang yang belum pernah melewati jalannya, jadi bukan karena saya lebih baik dari bapak, dan seorang murid itu harus takdzim, hormat kepada guru, bukan juga karena gurunya hebat, sekalipun guru itu anak kecil yang miskin dan yatim yang tak punya apa-apa, maka seorang murid tetap harus taat pada guru, takdzim, mengagungkan, bukan mengagungkan jasad guru, tapi mengagungkan ilmu yang dititipkan Alloh yang bersanad menyambung pada Nabi SAW,
.jadi bukan tentang siapa gurunya, kalau jasad lahir guru maka sama dengan jasad yang terdiri dari darah daging, tapi ilmu toreqoh itulah yang menjadikan guru itu utama, dan dihormati, sebab seorang guru itu dipilih oleh Alloh, tidak bisa ilmu toreqoh itu dititipkan kepada seseorang yang bukan di bidangnya, beda dengan ilmu IPA, biologi, sains, siapa saja mau mempelajari maka akan bisa mempelajari dan memperoleh predikat profesor, tapi kalau guru mursid toreqoh, tidak bisa semua orang menjadi seorang mursid, walau puluhan tahun belajar, sebab yang menjadi mursid dan kedudukan itu dipilih oleh Alloh, apa saya sendiri mengajukan diri untuk dipilih, la setitik debu saja saya tak ingin menjadi pemimpin dan punya kedudukan dalam toreqoh, sebab bagi saya berat, amanah yang sangat berat, tapi karena sudah diletakkan di pundakku, maka aliran darah saya, degup jantung saya, adalah toreqoh, setiap langkah saya adalah toreqoh, lihat saya sama sekali tak kerja apa-apa. Karena jika toreqoh itu ibarat air sungai yang mengalir, dan saya itu orang yang mandi, lalu hanyut dan menjadi ikan, sehingga jika saya dipisahkan dari air, maka saya akan megap-megap, sebab saya membutuhkan air.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kyai Nur Cahyaning
Spiritual.berisi banyak cerita dan pembelajaran yg sangat berharga dalam menjalani kehidupan., baik di dunia maupun di akhirat... .semoga bermanfaat...