LiS #5

96 27 13
                                    

Adhisty tampak memperlebar langkah kakinya, gadis itu sedang mengejar Rehan yang tampak tak mendengar panggilannya.

"Rehan, tungguin dong!" serunya memanggil sang pujaan hatinya sembari melangkahkan kakinya lebar.

Di belakang gadis cantik itu, sahabatnya pun ikut berlari mengejar. Bukan mengejar Rehan, tetapi mengejar Adhisty yang tampak berlari tanpa memperdulikan rasa lelahnya.

"Udah dong, Dhis, kalo enggak mau dikejar itu ya udah berhenti aja!" Angel tampak berteriak di belakang Adhisty.

"Gue enggak akan berhenti mengejar sebelum Rehan jadi milik gue," ujar Adhisty tak kalah keras menyahut perintah dari sahabatnya itu.

"Percuma lu ngejar orang, kalo orang itu udah enggak mau sama lu!" Kali ini Roy yang mengingatkan.

"Sekeras-kerasnya karang, ia pasti akan melapuk ketika tersiram ombak."

"Masalahnya karangnya itu di tengah padang pasir!" Risky menyahut dengan asal.

Angel dan Roy langsung berhenti seketika. Mereka merasa harus menyadarkan sahabatnya itu.

Roy menampol kepala Risky.

"Emang ada batu karang di padang pasir? Setahuku itu adanya di lautan, kutu!" Angel berteriak gemas.

"Itu yang ada durinya?" Risky tak mau kalah.

"Itu namanya kaktus, dodol!" Angel dengan menginjak kaki Risky keras. Kesabarannya dalam menghadapi mahluk Allah Swt., yang menyebalkan ini mulai habis.

Tanpa menyahut sepatah kata pun, Roy hanya tertawa. Dia merasa puas ketika melihat sahabatnya itu mengaduh sembari mengangkat kakinya dan mulai mengusap-usapkannya.

"Gue sih 'oh' aja," jawab Risky santai, tanpa ada rasa dosa.

"Eh, Adhisty udah ilang!" Angel berteriak, ketika ia menyadari bahwa sahabatnya itu masih mengejar sang pujaannya.

"Tuh bocah kayak kupu-kupu, susah ngejarnya."

"Buruan kejar!" Angel dengan berlari mendahului sahabatnya.

Angel tiba-tiba berhenti, ketika ia sudah melihat Adhisty sedang berbincang dengan Rehan dan dua sahabat perempuannya.

"Itu si Adhisty," ujar Angel memberitahu sahabatnya.

Tanpa menjawab, Risky sudah berjalan menghampiri Adhisty terlebih dahulu.

"Assalamu'alaikum," seru Risky ketika sampai di depan Rehan dan lainnya.

"Wa'alaikumsallam warrohmatullahi wabarohkatuh," jawab mereka yang ada di sana serempak, kecuali Adhisty. Gadis itu tampak ragu saat menjawab salam Risky.

"Tumben lu, tutup kaleng, ngucapin salam!" Angel berkomentar, ketika ia sampai di depan temannya.

"Kan salam bagi kaum Muslim itu wajib," ucap Rehan berusaha mengingatkan temannya.

"Iya iya, Ustadz nyasar!" Angel malas menanggapi ucapan Rehan.

"Maaf, saya masih jauh dari kata 'sempurna', dan saya belum pantas jika dipanggil Ustadz maupun Kyai," jawab Rehan dengan tersenyum tulus.

Aliya yang mendengar ucapan sahabatnya itu, hanya bisa menahan senyumannya. Sebenarnya hatinya sudah berbunga-bunga ketika mendengar ceramah dari sahabatnya itu, namun ia berusaha menahan rasa yang dengan kuat ia tahan itu.

"Serah lu aja," ujar Roy datar. "Adhisty, kita ke kelas dulu!" imbuhnya mengajak Adhisty pergi.

"Ah iya, sebentar," jawab Adhisty lembut, tak seperti biasanya. "Rehan, Aliya, Annisa, Adhisty pergi dulu ya. Assalamu'alaikum," imbuhnya dengan menunjukkan senyuman yang tulus.

"Wa'alaikumsallam warrohmatullahi wabarohkatuh," jawab Rehan, dan kedua sahabatnya kompak sembari membalas senyuman Adhisty.

Sementara itu, Roy dan kedua sahabatnya menatap Adhisty nanar. Mereka tak tahu apa yang telah merasuki sahabatnya itu, sehingga sikapnya benar-benar berubah 360°. Jika biasanya Adhisty orang yang angkuh, hari ini dia menjadi orang yang lembut. Jika biasanya Adhisty menjadi orang suka menindas orang lain, hari ini dia menjadi seorang yang mampu melindungi orang lain. Lantas, apa benar pepatah yang mengatakan cinta dapat mengubah segalanya? Serahkan saja itu pada Allah Swt., hanya Dia yang bisa mengurus urusan yang tak bisa kita urus. Hanya Dia, Dzat yang Maha Mengetahui apa yang tidak kita ketahui.

"Rehan, apa benar kamu menyayangi Adhisty?" Annisa bertanya, ketika Adhisty sudah tak terlihat dari tempatnya.

"Memang kenapa kamu bertanya seperti itu?" Rehan balik bertanya, nadanya terasa gemetar. Dia merasa takut saja jika Annisa akan menjauh darinya, ketika mendengar apa yang ia ucapkan baru saja dengan Adhisty.

"Rehan, dengerin kata Annisa!" Annisa dengan pelan, tak terdengar nada manjanya seperti biasa. "Perempuan itu adalah mahluk Allah Swt. yang paling lembut, hatinya sangat lembut dan mudah tersentuh. Mereka adalah mahluk yang diciptakan dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka mudah baper. Jadi, jangan sekali-kali kamu bermain dengannya atau sekadar memainkan hatinya!" Gadis itu menarik nafasnya, lalu menghembuskan. "Ingat, Han, Bundamu adalah wanita, istrimu suatu saat adalah seorang wanita, Nenekmu adalah wanita. Kamu jangan sekali-kali memainkan hati seorang wanita!"

"Nis, kamu salah paham," ujar Rehan, lalu ia menghembuskan nafasnya kasar.

"Aku yang salah paham, atau kamu yang tak mau mengalah?"

"Apa salahnya ketika aku meminta Adhisty untuk berbuat lebih baik lagi?" Rehan masih membela dirinya.

Sementara itu, Aliya diam mendengarkan perbincangan dua manusia yang saling berdebat itu. Dia tak suka berdebat, namun dia tak bisa melerai.

"Tujuanmu tak salah, tapi caramu yang salah. Apakah pantas kamu memberi harapan palsu pada perempuan itu? Kasihan dia, kalo kamu tak sungguh padanya."

"Dimana letak kesalahanku?"

"Ketika kamu bilang 'kamu harus mengubah perilakumu menjadi lebih baik, jika ingin memiliki suami yang sholih'. Kamu tahu, harapan dia suami sholih itu adalah kamu!"

"Aku tidak bilang suami sholih itu aku."

"Ah, terserah!" Annisa akhirnya mengeluarkan air matanya. Dia mengusapnya sendiri, dengan jari jempolnya.

Sementara itu, Rehan masih menatap Annisa sedih. Dia ingin mengusap air mata itu, namun ia tak berani berbuat lebih. Laki-laki itu hanya menatapnya dalam diam, berharap gadis pujaannya itu berhenti menangis.

Aliya yang menatap mereka berdua hanya bisa terdiam. Dia ingin menghampiri Annisa dan menenangkan gadis itu, namun dia tak berani, dia hanya diam. Hatinya membenarkan ucapan Annisa, namun ia tak mampu menyalahkan Rehan. Mungkin karena ia terlalu mencintai laki-laki itu, sehingga apa yang dibuat laki-laki itu selalu benar di matanya.

Love in Silence [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang