LiS #14

64 16 2
                                    

Fiihaa faakihatuw wan nakhlu zaatuul akmaam
Wal-habbu zul ashfi war roihaan
Fa bi ayyi aalaa'i robbikumaa tukazzibaan
Kholaqol insaana min sholshooling kal-fakhkhoor
Wa kholaqol jaaanna mim maarijim min naar

Suara murottal surah Ar-Rahman itu terdengar dari ponsel Annisa. Dia duduk di dekat gorden jendela rumah sakit, sembari menggenggam ponselnya. Tatapannya lurus menatap ke arah luar, menatap hilir-mudik orang-orang.

"Fa bi ayyi aalaa'i robbikumaa tukazzibban," lirihnya menirukan suara qari', yang sedang membaca Al -Qur'an.

"Assalamu'alaikum." Suara Rehan menyapa Annisa, ketika gadis itu masih asyik mendengarkan murottal dari ponselnya.

Annisa segera menjeda lantunan kitab Al- Qur'an tersebut, dia memencet tombol pause, dan segera mematikan layar ponselnya. Gadis itu membalikkan badannya, menatap sumber suara tadi. "Wa'alaikumsallam," jawabnya.

Rehan sudah berdiri di ambang pintu, bersama Aliya yang berdiri di samping lelaki itu. Mereka melangkahkan kaki, mendekat ke arah Annisa.

"Maaf, lama tak ke rumah sakit." Rehan memulai pembicaraan, ketika sudah berdiri di samping Annisa. "Apa kabar? Sudah membaik?" tanyanya.

Annisa tersenyum tipis. "Iya, enggak masalah. Alhamdulillah, seperti yang kalian lihat, keadaanku semakin membaik."

Aliya mendekat, dia bersimpuh di depan Annisa. "Aku merindukan gadis manja dengan sikap cerianya yang mampu membuatku tertawa." Dengan mencubit pipi Annisa.

Annisa mengerucutkan bibirnya, dia kesal. "Aku sudah dewasa," elaknya.

"Oh, ya?" goda Aliya, diiringi kekehan.

"Ihh, jangan goda aku!" rajuknya, sembari membuang mukanya.

Rehan hanya tersenyum melihat dua sahabatnya itu. Dia merasa bahagia, bisa melihat Annisa menjadi manja seperti biasanya. Lelaki itu berharap, kebahagiaan ini akan terus berlanjut hingga nanti. Namun, manusia tak ada yang tahu dengan takdir Allah Swt. Meski rahmat Allah Swt. luas, dan ada beberapa takdir yang bisa dirubah dengan kekuataan do'a, tetapi masih ada beberapa takdir yang tak bisa dirubah oleh manusia sekali pun dia meminta dengan keras pada Allah Swt.

"Assalamu'alaikum," sapa Kak Adnan dengan berjalan menghampiri Annisa.

"Wa'alaikumsallam." Mereka menjawab serempak.

Rehan yang mengetahui hubungan Annisa dengan Adnan, emosinya langsung naik. Dia tak suka jika melihat Kakaknya itu mendekati Annisa, dia masih mengkhawatirkan keadaan Annisa. Takut, jika emosi Annisa masih tak terkendali, dan akan berpengaruh pada kesembuhannya.

"Ada apa Kakak datang ke sini?" Rehan dengan nada tinggi.

Kak Adnan tampak tersenyum santai. "Apa urusan Anda bertanya pada saya? Annisa saja tidak bertanya seperti pertanyaanmu itu."

"Annisa memang terdiam, tetapi hatinya menjerit menolak kedatangan Kakak. Apa Kakak tak menyadari itu?"

Kak Adnan tampak terdiam, dia menyadari sesuatu. Selama ini, gadis itu selalu merasa tak nyaman jika bersamanya, hal itu ia tujukan dengan ekspresi wajahnya yang ia tutupi dengan keceriaannya. Namun, dia tak boleh egois, dia harus memikirkan perasaan orang lain. Dia harus mampu menerima ini semua, dan harus memperbaiki keadaan sebelum semuanya terlambat.

Dia berjalan mendekati Annisa. "Nis, maafkan Kakak..." ujarnya menggantung, dia menghela nafas sesaat. "Kakak telah egois selama ini. Apakah kamu mau memaafkan Kakak?"

Annisa menatap Kak Adnan dalam, lalu dia menganggukkan kepalanya sembari tersenyum tulus. "Annisa sudah memaafkan Kak Adnan sebelum Kakak meminta maaf pada Annisa."

"Kenapa semudah itu, Sa?" Rehan geram, dia tak ikhlas jika perbuatan Kak Adnan dimaafkan oleh Annisa semudah itu. Bahkan, dia berpikir bahwa ucapan perminta-maafannya sang Kakak belum mampu menebus kesalahannya pada Annisa.

Annisa menatap Rehan, dia terkekeh. "Kamu percaya bahwa Allah Swt. itu Maha Pemberi Maaf?"

Rehan menatap Annisa nanar, lalu menganggukkan kepala pelan.

"Jika Allah Swt., yang telah menciptakan kita saja Maha Pemaaf, lantas mengapa kita sebagai ciptaannya tak memberi maaf dengan mudah? Tak malukah dengan Sang Pencipta?"

Aliya yang sedari tadi duduk bersimpuh di depan Annisa, kini dia beranjak berdiri dan melangkah ke samping Annisa. "Benar kata Annisa, Allah Swt. saja Maha Pemaaf, meski dosa hamba-Nya seluas samudera dan setinggi gunung, namun Dia adalah Dzat yang Maha Pemaaf." Membenarkan ucapan sahabatnya.

Rehan hanya terdiam, dia merasa tertampar dengan ucapan kedua perempuan tersebut. Dia selama ini salah, karena telah menaruh dendam di hati kecilnya untuk Kakaknya tersebut. Selama ini, dia telah menyimpan rasa cemburu pada sang Kakak, dia pun telah menaruh rasa bencinya pada Kakak satu-satunya itu. Mendengar ucapan sahabatnya itu, kini dia merenung. Benar yang dikatakan dua perempuan tadi, tak sepantasnya dia menaruh dendam pada orang lain. Detik ini pula dia menghancurkan rasa dendam itu, dia menangis.

Laki-laki itu berjalan menghampiri Kak Adnan, langsung merangkulnya. "Maafkan Rehan, Kak," ujarnya di dalam pelukan Kakaknya. "Rehan salah telah menyimpan dendam pada Kakak. Rehan menyesal," imbuhnya dengan suara serak.

Aliya dan Annisa saling menatap satu sama lain, sembari tersenyum. Mereka bahagia, karena Rehan telah mengakui kesalahannya dan meminta-maaf pada Kakaknya. Dua perempuan itu merasa bahagia, karena telah menyadarkan seseorang meski hanya dengan ucapannya saja.

Kak Adnan balas memeluk Adiknya, dia menepuk bahu Rehan sesekali. "Tak apa, Dek. Manusia adalah tempatnya salah dan dosa, wajar saja kalo kamu menjadi seperti itu. Toh, di sini Kakak juga salah. Kita saling memaafkan, ya?"

Rehan mengangguk cepat, tangannya semakin erat memeluk Kakaknya. "Terima kasih sudah menjadi Kakak yang baik untuk Rehan."

Kak Adnan tersenyum tulus, "terima kasih juga telah menjadi Adik yang nyeselin bagi Kakak." Menggoda.

Rehan melepas pelukannya, dia menekuk mukanya. "Yeee, apa sih, Kak?"

Kak Adnan hanya tertawa, dia senang karena telah berhasil menggoda Adiknya. "Kamu kalo lagi kesal mirip sama Annisa, Dek."

Annisa langsung memelototkan matanya, "Kak Adnan!" teriaknya. Suaranya sudah menggema di ruangannya.

Semuanya tertawa bahagia. Hari ini telah ada seseorang yang mengakui kesalahannya, dan meminta-maaf secara tulus pada orang lain. Ada juga dua kakak-beradik yang saling memaafkan. Keceriaan Annisa pun telah kembali. Hari ini adalah hari bahagia bagi mereka. Allah Swt. Maha Pemberi, itu benar, bahkan Dia juga telah memberi kebahagiaan untuk mahluk-Nya.

Love in Silence [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang