LiS #8

63 21 0
                                    

Ridwan menatap anak gadisnya dengan tatapan dingin, sedang Aisyah yang duduk di sampingnya menatap anaknya itu dengan geram. Berbeda dengan Adam, laki-laki itu lebih dewasa dalam menyikapi masalah keluarganya itu. Pria itu memaklumi dan tak berat sebelah, dia merupakan laki-laki dewasa dalam menyikapi suatu masalah.

"Abi enggak habis pikir, An," pekik Abi Ridwan dengan mengusap wajahnya kasar. Dia terus-menerus menundukan kepalanya, dia terlalu malu untuk menatap ke depan.

Masalah Annisa dan Adnan kemarin sudah terdengar di keluarga Adnan, dan keluarga Adnan mengadu pada Bunda Aisyah. Seperti seorang Ibu pada umumnya, dia merasa malu jika anak gadisnya membuat ulah pada keluarga lain. Wanita itu langsung menceritakan masalahnya pada sang suami, dan anak sulungnya. Anak sulungnya itu pun langsung meminta ijin pada komandannya dan pulang ke rumah untuk menyelesaikan masalah sepele yang bagi Bunda Aisyah ini berat.

"Abi," lirih Adam, dia mencoba mengutarakan pendapatnya. "Bagi saya Annisa tidak salah, Bi. Annisa dan Adam adalah manusia yang lemah dalam nafsu duniawi, kami manusia yang penuh salah dan dosa. Bagi Adam, Annisa wajar saja, Bi, banyak anak remaja yang mencoba-coba berpacaran. Tetapi asal Abi ketahui, mereka berdua tidak pacaran," imbuhnya membela adik semata wayangnya.

"Tetapi saat ada masalah seperti ini si Dirga tak datang, Adam! Apakah itu tanda pria bertanggungjawab?" cecar Bunda Aisyah. Wanita itu terlalu kalut dalam masalahnya, sehingga emosinya menjadi sensitif.

Ridwan menatap Aisyah dalam, dia tersenyum. "Bunda sama Abang ke kamar dulu, ya! Biar Abi bicara berdua sama Annisa."

"Tapi, Bi.."

Belum sempat Bunda menyelesaikan ucapannya, "Bunda, masuk dulu ya!"

Bunda Aisyah mengerucutkan bibirnya, tetapi dia langsung menuruti perintah suaminya. Seperti Annisa, ternyata Bunda Aisyah adalah wanita yang mudah merajuk dan manja.

Sesaat setelah Bunda dan Adam pergi, Abi Ridwan langsung menghampiri Annisa dan duduk di sampingnya. Dia memeluk anak perempuannya. "Abi tahu apa yang Adek rasakan. Bolehkah Abi mendengar dari mulut Adek sendiri mengenai penjelasan tentang masalah kemarin?"

Annisa menangis di pelukan Abinya, dia lama tak berada dalam pelukan hangat seorang Ayah. "Jika Annisa menceritakan semuanya, apakah Abi akan mengerti dan memaafkan Annisa?"

Abi menganggukan kepalanya. "Pasti, Nak. Apapun kesalahan anaknya, orangtua pasti akan mengerti."

Annisa melepas pelukan Abinya, dia mengusap sisa air matanya dengan jarinya. Gadis itu menghembuskan nafasnya sebelum menceritakan perkara kemarin. "Kemarin Kak Adnan datang, dia menemui Annisa katanya cuma pamit mau balik ke pondok. Tapi... dia mendesak Annisa dengan pertanyaan tentang cinta, ya jelas Annisa tak menyukai itu."

Abi Ridwan masih setia mendengarkan cerita dari anaknya itu, sesekali dia tersenyum untuk menanggapi cerita sang anak. "Lalu bagaimana?"

"Annisa ijin mengerjakan tugas. Memang Annisa salah?" Menekuk wajahnya.

Abi Ridwan tersenyum tulus. "Alasan Annisa tak salah, tetapi cara menyampaikannya seharusnya lebih lembut lagi, ya!"

"Iya, Abi."

"Kamu seperti Bundamu dulu. Bunda dulu sebelum menikah sama Abi, dia juga tak menyukai Abi dan selalu judes saat Abi datang ke rumahnya..."

"Annisa enggak mau seperti Bunda dan Abi, karena Annisa sudah ada calon sendiri." Annisa memotong ucapan Abinya.

"Nak, apakah kamu tahu jika pacaran itu dilarang dalam agama?"

Annisa menganggukan kepala. "Tapi Annisa tidak pacaran, kami hanya membuat dan berjanji menepati sebuah komitmen."

Abi Ridwan tersenyum tulus. "Perihal jodoh sudah diatur Allah Swt., Nak. Lantas, kenapa kamu masih bingung mencari dan menjajaki mahluk Allah Swt.?"

"Tapi..."

"Sst, sudah! Sekarang perbaiki hubungan kamu dengan Bang Dirga juga Kak Adnan!" Abi Ridwan memotong ucapan Annisa, sebelum gadis itu menjelaskan sesuatu. "Kamu ke kamar, wudhu, lalu sholat istikhoroh, setelah itu hubungi Bang Dirga dan Kak Adnan untuk meminta maaf dan menyelesaikan masalahmu itu!"

"Sholat istikhoroh buat apa, Abi?" tanyanya dengan menatap Abi Ridwan nanar.

"Untuk meyakinkan hatimu tentang siapa yang akan Annisa pilih nanti," jawab Abi dengan membelai rambut Annisa yang terbungkus kerudung.

"Tapi Annisa yakin dengan pilihan Annisa, Annisa yakin dengan Bang Dirga."

"Nak, selalu libatkan Allah Swt. dalam segala urusanmu, agar kamu tak menyesal di kemudian hari!" Tersenyum. "Sekarang laksanakan perintah Abi, ya!" imbuhnya.

"Abi tidak marah pada Annisa?"

"Marah tidak akan menyelesaikan masalah, Nak. Sebaiknya kita hadapi masalah kita dengan hati dan pikiran yang dingin!"

"Tapi tadi..."

"Itu hanya pencitraan di depan Bundamu," potong Abi diiringi dengan kekehan.

Akhirnya gadis itu ikut tertawa. "Abi ada-ada saja!"

"Sst, jangan bilang ke Bundamu!"

"Iya, Abi."

"Sekarang laksanakan perintah Abi!"

Annisa beranjak berdiri di depan Abi, lalu memberikan hormatnya. "Siap, laksanakan, Komandan!"

Abi Ridwan mengacak kerudung Annisa, dia menatap anaknya itu gemas. Sebenarnya mereka berdua mudah menghangat dalam sebuah candaan. Abi yang memahami kemauan anaknya, dan anak yang menuruti perintah Abinya. Hingga mudah sekali bagi mereka berdua untuk bercanda dan menyelesaikan sebuah masalah, apalagi masalah seperti ini.

Love in Silence [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang