Pagi ini gue tetap ada di rumah sakit tepat di depan ICU tempat papa dirawat dengan posisi yang sama seperti kemarin.
Gue tengok Lanor udah ngiler ngiler di sebelah gue. Manager papa gue kemarin udah pulang karena ia tidak bisa meninggalkan anak istrinya di rumah. La apa kabar gue?
Gue berdiri, menatap kosong kaca yang membatasi gue sama papa, gue pengen bercerita panjang lebar tentang semua yang gue alami selama papa pergi. Gue pengen menghabiskan waktu sama papa sama mama. Namun, itu hanya halusinasi yang tidak tau apa akan terwujud.
"Riel, sarapan yuk di kantin" ajak Lanor yang sudah berdiri di samping gue.
"Lo aja"
"Engga, sama elo! Gue gabisa tauk makan sendiri, lo tega kalo gue di rebu rebutin sama perawat ganjen, hah?" Cerocosnya mencoba membujuk gue.
"Ck iya ayo"
Kantin tampak sepi, hanya beberapa dokter dan perawat yang mungkin kerja malam.
Gue duduk di pojok, Lanor di seberang gue.
"Lo mau apa?" Tanyanya
"Nasi soto aja 1 sama teh anget 1" ucap gue.
"Tunggu"
Gue mengangguk, sambil memperhatikan sekitar.
Gue memicingkan mata ketika melihat seseorang yang gue kenal.
"Abanggg woy" teriak gue dari pojok.
Orang yang gue panggil, reflek menoleh.
Dia melambaikan tangannya lalu menghampiri gue.
"Hai sayang" ucapnya mengelus kepala gue.
"Abang kerja malam yah?"
"Iya"
"Kamu ngapain disini?"
"Papaa..." Gue menghela napas "Papa kritis karena kecelakaan"
"Hah? Serius? Kak Sia tau ga?"
Gue menggeleng "Belum sempet ngasih tau"
"Sabar yaaa, adek abang kan kuat " ucapnya menguatkan gue.
"El, nih soto lo, loh ini siapa?" Tanya Lanor menatap abang gue.
"Gue Alan, abangnya Riel" ucap abang gue memperkenal kan dirinya.
"Ohh, gue Lanor temennya Riel, ga makan bang?"
"Engga, tadi udah makan roti sekarang mau beli kopi aja"
"Mbak, kopi kayak biasa 1" teriak Bang Alan dari tempat duduknya.
Malu maluin aja.
"Bang gausah teriak bisa?" Tanya gue
"Dih ga ngaca kamu dek, tadi siapa hah yang teriak teriak manggil abang??!" Godanya.
"Bomat"
"Ayok balik Nor" ajak gue.
"Bang, Riel balik yah," pamit gue ke Bang Alan
"Iya, nanti kalo sempet abang ke ruangan papa kamu"
Gue mengangguk
"Bang gue balik juga" pamit Lanor.
Gue berjalan beriringan sama dia, malu sih iya karena liat aja penampilan gue yang beda jauh.
Banyak orang berlalu lalang membicarakan gue. Pengen gue tebok aja mulut mereka satu satu."Riel, mama lo gimana?" Tanya Lanor tiba tiba.
Gue tersentak, astaga gue lupa. "Oh iyaa, mama gue. Lanor anterin pulang bentar yuk, gue mau pamit mama lagi, gue bilang cuma 1 hari aja"
Lanor menganggukkan kepalanya tanda ia akan melakukannya.
Sampai di rumah, mama lagi masak di dapur. Lanor mengekori gue dari belakang.
"Maap rumah gue buluk banget kan?"
"Engga kok"
"Maaa" panggil gue.
"Eh sayang, udah pulang. Ini siapa?" Tanyanya.
"Lanor, temenny Riel. Ma Riel abis ini amu keluar lagi mungkin 2 hari karena harus mengerjakan tugas yang segunung di ruman temen Riel. Boleh ga?"
"Lama banget sih, mama sendirian dong"
"Huhh, gabisa yah ma?"
"Em, gapapa kok kamu boleh nginep 2 hari. Tapi setelah itu kamu pulang loh" ucap mama pada akhirnya.
Gue bergegas ke kamar, merapikan barang barang dan membawa beberapa baju.
"Ayo Nor, dah selesai" ajak gue kepada Lanor yang sedang duduk di sofa murahan ruang tamu.
"Ma Riel pergi yah, mama ati ati"
"Tan, Lanor juga pamit yah" pamitnya dengan menundukkan sedikit badannya tanda penghormatan.
"Riel, lo ga mau ngasih tau mama lo tentang keadaan papa lo?" Tanya Lanor saat kita sudah ada di mobil.
Gue menggeleng "Takut gue, mama kena penyakit psikis, walau gak kelihatan. Mau gue bawa ke psikolog, tapi gue ga berani. Kadang mama gue bertingkah layaknya anak kecil 5 tahun tapi dia melakukannya dalam keadaan tidak sadar. Gue gatau Nor"
"Emm, sebenernya mama gue psikolog, lo bisa tanya ke mami gue El"
"Serius?"
"Iya, mami gue selalu tau apa yang gue sembunyiin, atau apa yang sedang gue pikirkan. Jadi gue selalu terbuka sama mami, karen percuma aja kalo ujung ujungnya mami tau"
Gue ga nyangka serius. Perasaan maminya Lanor biasa aja. Dia ga menunjukkan kalau dirinya psikolog.
Gue berjalan menuju ICU, gue liat kayaknya itu ada Bang Alan sama Kak Sia.
"Kak Sia" gue berlari ke arahnya dengan air mata yang sudah ada di ujung.
Gue memeluknya erat, "kak"
"Riel kuat kok, jangan lemah yah. Semua ada waktunya sayang"
sebuah kata kata yang berhasil membuat gue sadar. Kalau semuanya sudah ada di tangan Tuhan, apa yang terjadi sekarang atau nanti, sudah tertulis di skenario yang Tuhan buat sejak gue dipilihNya untuk jadi anakNya."Iya kak"
"Kenapa ga beritahu kakak?" Pasti bang Alan nih yang bilang.
"Ga sempet kak, kemarin aja Riel langsung ajak Lanor karena Riel lagi nginep di rumah Lanor" ucap gue berusaha mencari cari alasan yang tepat.
"Lanor siapa kamu?" Ucapnya berbisik.
"Temen"
"Besok besok cerita sama kakak, awas kamu" ancamnya.
"Saya Lanor, temennya Riel" ucap Lanor memperkenalkan dirinya. Mungkin ia merasa kalo sedang dibicarakan.
"Oh iya. Pakek lo gue aja gapapa." Jawab kak Elsia.
Tap taptap, bruk bruk, grss
Suara suara kaki mulai mendekat, gue berbalik badan ternyata para dokter mulai berlari. Apa ada sesuatu yang terjadi? Gue gabisa dengar apa apa karena ruang ICU kedap suara dan hanya para suster dan dokter yang boleh masuk.
Jantung gue berdegup tak tentu. Bang Alan mengusap punggung gue. Lanor menatap serius ruang kaca itu. Kak Sia memeluk gue.
Astagaaa.
Bersambung...
Tinggalkan jejak mu, biar aku tau.
Vote and coment yakk
KAMU SEDANG MEMBACA
Vagriel : This Is Me (Complete)
Teen FictionIni semua tentang gue. Lo gak suka? Silahkan minggir Lo benci? Silahkan pergi. Lo ga nyaman? Silahkan cari. Ini semua tentang GUE, Vagriel Elenaz Gutawa Terima kasih buat kalian yang udah buat gue jatuh dan hampir tak berdaya, tanpa gue duga, be...