Sungguh berat, gue kembali meneteskan sisa air mata gue yang gue tahan beberapa menit yang lalu.
Gue tumpahkan semuanya disini. Papa mulai masuk ke liang lahat dibantu beberapa tukang kubur yang ada. Lalu tanah mulai menutupi permukaan peti. Dan terakhir, nama papa terpampang dalam nisan berbentuk salib itu.
Gue duduk tepat di depan nisan itu, menangis kembali. Gue gapunya kata kata lagi untuk diucapkan, hanya doa yang gue rapalkan dalam hati.
"Riel udah ya, nanti kita kesini lagi" sekarang kak Sia yang mengajak gue.
Gue menatap nisan itu dengan tatapan kosong, "Pa, Riel pulang yah, Riel yakin papa lagi bersukacita disana papa berdoa buat Riel juga ya"
Semua orang yang ada di pemakaman juga mengeluarkan isak tangisnya terkahir setelah gue mengucapkan itu.
Mungkin mereka bertanya kenapa papa bersukacita. Yah, semua orang yang percaya pasti akan bersukacita ketika ia kembali ke Bapa. Karena dosanya sudah lunas dibayar dengan darah yang kudus.
Gue memutuskan untuk pulang, bukan pulang, lebih tepatnya adalah menginap di rumah Lanor.
Mami ngajak gue, karena ga mungkin juga gue pulang dalam keadaan kayak gini. Gue juga bilang ke mama 2 hari, berarti masih ada 1 hari lagi.
"Nor, makasih"
"Buat?"
"Semuanya lah"
"Bayar dulu sini" ia menoleh ke arah gue.
"Ck, bayar apa sih?"
"Yah bayar lah, lo taukan semua gaada yang gratis, permen aja 500 kan?"
"Iya iya, mau dibayar apa" ucap gue pada akhirnya. Mau gimanapun Lanor udah banyak bantu banget.
"Em pertama, traktir gue makan. Kedua, liburan bareng, gue gatau kapan yang pasti kalo gue ajak lo harus mau. Ketiga, lo gak boleh dingin+ngomong singkat sama gue" ucapnya panjang lebar.
"Banyak banget lo"
"Pokoknya itu hutang dan hutang harus dibayar. Kalo kata mami nih, kalo ga dibayar nanti kena karma." Sambungnya mencoba menakut nakuti gue.
"Halahhh"
"Jadi gimana?" Tanyanya.
"Deal"
"Gitu dong" ia mengelus kepala gue.
Perlahan mata gue tertutup, mungkin rasa lelah menjalar ke tubuh gue. Gue masih bisa dengar lagu mengalun di telinga gue, yang menambah rasa kantuk yang menyerang gue.
"Enghhh" gue membuka mata gue, tubuh gue sudah terbaring di kasur yang empuk.
Ha? Bener, gue ada di kasur. Siapa yang bawa gue. Lanor? Apa dia kuat ngangkat badan gue?
"Aww malu gue!!" Teriak gue dikamar. Gue tau semua kamar di rumah ini kedap suara, ga kayak kontrakan gue, kalo teriak udah kedengeran sampe tetangga.
Gue memukul mukul guling di kasur.
"Jam berapa sih?" Gue heran melihat matahari yang mulai nampak di ufuk timur.
"Ha? Jam 6? Gue tidur udah dari kemarin dong. Gue kira baru tadi."
"Astagaaaa, bisa gila nih gue"
Gue bergegas ke kamar mandi, gue harus sekolah hari ini.
Penampilan gue udah ok, baju kebesaran gue yang udah kecoklatan, tas ransel, dompet.Gue turun melalui tangga, saat melewati kamar Lanor gue menoleh. Betapa terkejutnya gue ketika Lanor membuka pintunya.
"Hoy Riel" panggilnya.
Sedikit demi sedikit gue menoleh,
"Ha?" Ucap gue mencoba terlihat biasa aja.
"Enak tidurnya?"
"Heem, btw lo angkat gue?" Tanya gue kepo.
"Enggak, lo diangkat pak Sumo" Jawabnya membuat gue percaya, karena pak Sumo adalah tukang kebun di rumah Lanor yang punya badan gede 2x gue.
"Oh"
"Ck, emang lo percaya?"
"Lo boong?" Tanya gue balik
"Gue yang angkat lo lah bambank, Pak Sumo mana mau angkat badan lo" Dia menggetak pala gue.
"Serius elo? Kok kuat?"
"Yayalah"
"Riel ayo makan dulu, habis ini ke sekolah" ajak mami.
"Iya mam, Vier mana?" Gue membuka suara ketika tidak menyadari kehadiran Vier.
"Vier lagi tidur, biasanya jam 8 bangun"
"Oh, Riel makan ya mam"
Gue segera memakan lahap masakan mami. Enak. Gue kira orang kaya gabakalan masak, eh mami beda. Masaknya 11 12 sama chef di cafe.
"Mami, Riel berangkat yah" pamit gue
"Bareng Lanor aja" jawabnya
"Bareng gue aja" giliran Lanor yang berbicara.
"Engga usah, itu di depan ada angkot. Bye mami, Lanor gue duluan" gue berlari ke arah angkot sambil melambaikan tangan ke arah mami.
Seperti biasa, gue dateng lebih dulu dari yang lain. Padahal jam 6.30, harusnya mereka udah datang.
Kringgg...
Perlahan gue membuka mata gue, di depan sudah ada guru yang baru saja masuk ke kelas.
Namun keadaan kelas tetap rame, tanpa ada rasa takut sedikit pun pada bapak guru.
Gue pun mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Awan yang terbentuk sempurna, membentuk suatu rangkaian yang memiliki arti tersendiri bagi orang yang melihatnya.
Gue udah putuskan untuk melupakan eh bukan melupakan tapi mengiklaskan papa. Gue putuskan untuk melakukan segalanya dengan lebih baik lagi, gue pengen berubah. Bukan jadi Riel yang terlihat lemah, bukan Riel yang gabisa ngomong.
Tuhan bantu Riel yah.
Bersambung...
Tinggalkan jejak mu, biar aku tau.
Vote and coment yakk
KAMU SEDANG MEMBACA
Vagriel : This Is Me (Complete)
Fiksi RemajaIni semua tentang gue. Lo gak suka? Silahkan minggir Lo benci? Silahkan pergi. Lo ga nyaman? Silahkan cari. Ini semua tentang GUE, Vagriel Elenaz Gutawa Terima kasih buat kalian yang udah buat gue jatuh dan hampir tak berdaya, tanpa gue duga, be...