- 11 -

1.1K 191 6
                                    

Riga menatap langit yang mulai gelap. Senja telah tiba. Pemuda itu baru saja menyelesaikan kelas terakhir. Setelah semalam bergelut dengan pikirannya, hari ini Riga sudah menjadi sedikit lebih tenang.

"Pulang duluan ya!" Seorang lelaki menepuk pundak Riga yang kemudian di balas dengan senyuman.

Kaki jenjang itu melangkah menjauhi gedung. Naviel berpesan sebelumnya bahwa ia ada janji dengan salah satu direktur perusahaan yang ia pegang. Riga tak heran. Dalam umur yang terbilang muda, Naviel sudah diberikan wewenang atas kepemilikan perusahaan atau saham oleh sang papa.

"Kak Riga."

Riga terkesiap, ia melihat Malya yang--entah sejak kapan--berdiri di hadapannya. Mengukir senyuman samar yang janggal.

"Aku boleh ajak ngomong bentar?" kata Malya--ragu. Setelah di peringatkan Naviel hari itu, gadis itu merasa takut untuk berkata sesuatu.

Bukan Riga namanya jika tidak mengangguk dan menuruti permintaan Malya. Pemuda itu rela lengannya di tarik oleh Malya--entah kemana. Riga menurut saja. Toh, setelah ini tidak ada yang dia lakukan di apartment. Mungkin mengerjakan tugas atau melanjutkan proyek barunya.

Surai Malya yang di terpa mentari, sejenak membuat Riga terpaku. Gadis yang biasanya menyebalkan, saat ini tampak begitu kalem.

"Kita makan dulu yuk, Kak. Kak Riga mau makan apa? Aku bayarin."

Riga menggeleng. Ia merasa tak enak pada Malya. Jemarinya mengeluarkan ponsel dari kantung celana, dan mengetik sesuatu di sana.

"Aku makan di rumah. Ngomong aja."

Membaca ketikan Riga, membuat Malya lagi-lagi tertegun. Tidak sekali dua kali Riga mengetik, atau menulis, atau menggunakan google voice.

Apa gosip itu memang benar?

Malya menghela napas. Ia sedikit terlonjak kala netra Riga beradu dengannya.

"Um, itu." Malya mengusap tengkuknya yang terasa dingin. "Aku minta maaf kalau selama ini bikin kakak risih. Aku gak bermaksud. Aku cuma pengen lihat Reknath yang dulu. Aku kangen suara kakak."

Tatapan nanar dari Riga, tertangkap oleh manik Malya. Pemuda itu mengalihkan pandangannya. Ia sudah hendak beranjak ketika Malya menarik lengannya kembali.

"Maaf. Tapi aku beneran. Aku kangen suara kak Riga. Kakak beneran udah gak bisa nyanyi? Kakak gak bilang kalau gosip itu benar, 'kan? Keluarga kakak bilang ke media kalau kakak pergi ke luar negeri. Tapi ternyata." Malya menjeda kalimatnya. "Tapi ternyata, kakak ada di sini. Di kampus ini."

Riga gemetar seketika.

Gosip itu lagi. Gosip soal dirinya yang bisu?

Riga ingin berteriak.

Ya, aku bisu.

Tapi tidak mungkin.

Riga memutar tubuhnya kala Malya mengendurkan genggaman pada lengannya. Pemuda itu tersenyum samar, lantas mengusap surai kecokelatan Malya.

"Terima kasih, sudah menyukai suaraku selama ini." Suara serak dan berat Riga terdengar.

Malya terkesiap. Ia tidak percaya dengan pendengarannya. Suaranya ... Berubah.

Senyuman manis dari Riga meninggalkan Malya dalam keheningan. Ia tak bergeming, bahkan saat Riga sudah melangkah menjauh.

Kemana perginya suara indah itu?

.....[🎶]

"Terima kasih hari ini semuanya! Saya pulang duluan!" Janu sedikit menunduk pada rekan dan seniornya. Ia segera berlari dan bergegas menuju gedung di mana Naviel kuliah selama ini. Ingin mengajaknya bicara tentang Riga secara diam-diam.

Ponsel Janu berdering. Gerak kakinya melambat. Ia dapat melihat nama 'Ayah' tertera pada layar ponselnya.

Helaan napas Janu terdengar. Ia mengangkat panggilan sembari tetap melangkah.

"Kenapa, Yah?"

"Udah selesai latihannya? Ayo cepet pulang. Hari ini ayah mau anterin kamu ke agensi. Ibumu ada schedule foto, jadi gak bisa."

Janu berdecak. "Oke, Janu otw."

Tanpa basa-basi, Janu memutus sambungan. Ia kembali berlari. Mengingat, hari sudah cukup gelap. Biasanya, mahasiswa fakultas lain sudah pulang.

Janu menahan napas kala ia harus melewati gedung di mana sang kakak; Riga berada. Langkah kakinya semakin cepat. Ia hanya tak ingin bertemu Riga dengan tak sengaja.

Itu hanya akan membuatnya semakin merasa canggung.

Namun, langkah kaki Janu terhenti seketika. Ia tidak dapat menyangkal penglihatannya selama ini.

Riga mengusap surai Malya--gadis yang tidak ia sukai. Kakaknya tersenyum hangat dan manis.

Ah, Janu merindukan senyuman itu.

Riga melangkah meninggalkan Malya. Sedangkan, Janu masih membeku di tempatnya.

Apa yang mereka lakukan?

Janu menggeleng. Tujuan utamanya adalah menemui Naviel. Pemuda itu kembali melangkah. Namun, lagi-lagi, langkahnya terhenti kala Riga menoleh ke belakang, dan tanpa sengaja, netra mereka bertemu.

Riga terkesiap. Janu dapat melihat jemari Riga yang mulai gemetar. Tak ayal, Janu pun juga merasa terkejut.

"Kak Riga, aku--" Janu melangkah sembari mengangkat tangan ke depan--hendak menggapai Riga. Namun, Riga menggeleng dan berlari menjauh.

Sontak, Janu menurunkan tangan. Tatapan nanar tercetak pada wajahnya. Melihat Riga yang berlari menjauh dengan tatapan kesakitan.

Janu bungkam. Matanya memanas. Ia tak sanggup menahan perasaan kala Riga tampak begitu menghindarinya.

 Ia tak sanggup menahan perasaan kala Riga tampak begitu menghindarinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

One Day One Chapter Challenge
#Day12

Akhir-akhir ini kepengen sereal. Akhirnya kesampean. Terus makannya sambil nulis chapter ini.

Nikmat mana yang kamu dustakan:'D

Aku nulis apa woi:(

Alright, selamat malam semua.

Mute ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang