- 22 -

1.1K 148 10
                                    

Janu pulang lebih cepat kali ini. Tak ada latihan choir, dan banyak kelas yang dibatalkan. Ia di sambut dengan mobil yang berjejer. Siapa lagi jika bukan keluarganya? 

Ia mendengkus. Tungkainya melangkah masuk ke dalam rumah. Belum membuka pintu, kakak perempuannya sudah membuka lebih dulu dan memeluknya.

"Aduuuh, adekkuuu, keren banget mau dibuatin lagu sama Egira. Selamat ya sayangku!" Gadis itu melepas pelukannya, lantas merangkul Janu untuk masuk ke dalam. Seketika, Janu merasa bingung. Kenapa tiba-tiba?

Seiring ia melangkah, suara keramaian di ruang tamu menyambut indra pendengarannya. Lantas, Kak Bila membuka suara. 

"Yah, Bu, Abang, ini adek udah pulang. Bintang kita hari ini!" pekik Kak Bila yang membuat keluarganya di ruang tamu menoleh dan menghentikan percakapan mereka.

"Tumben udah pulang, Dek?" tanya ayah sembari mengunyah biskuit. Janu hanya dapat sweatdrop melihat anggota keluarganya yang lengkap berada di rumah. Tidak, bukannya ia tidak ingin anggota keluarganya sedang berada di rumah. Namun, ia merasa aneh karena tiba-tiba rumah menjadi ramai.

Janu mengangguk. "Kelas banyak yang batal dan pindah hari. Latihan hari ini juga gak ada." 

Ibu mengangguk-angguk mengerti. "Katanya kamu langsung mau rilis lagu baru, 'kan? Gimana?" 

Abang hanya menyimak sembari mengunyah keripik. Sedangkan Janu yang masih di rangkul Kak Bila di dorong untuk duduk di sofa. Mendekat pada mereka.

"Iya. Besok atau lusa Janu ke sana. Mau ngobrolin soal lagu baru itu." Janu menatap canggung pada keluarganya.

"Egira itu bagus-bagus banget loh lagunya. Keren kamu bisa di pegang dia." Abang berceletuk dan terssenyum. Janu tersenyum malu untuk merespon. Tak disangka, hanya karena mendapat penulis dan komposer yang mumpuni dapat membuatnya di puji seperti ini.

"Btw, pertahanin pencapaianmu ya, Dek. Jangan kayak Riga yang ngecewain kita." Abang melanjutkan.

Janu tersentak. Hatinya terasa begitu pedih. Kak Riga lagi.  Tak bisakah mereka tidak mengungkit keburukan Riga? Ia hanya merasa, bahwa Riga tidak pantas menerima semua itu. 

Mengangguk samar. Hanya itu yang dapat Janu lakukan mendengar perkataan sang abang.

"Udah tanya ke agensi bisa gak ketemu dia? Ayah sama Abang pengen ketemu, buat mastiin dia emang bisa di percaya nge handle kamu." Ayah berujar sembari mengganti saluran televisi.

"Nah! Bener tuh! Sekalian foto sama dia ya. Kakak pengen tau wujudnya, hehe." Bila mencubit pelan pipi sang adik yang berada di sebelahnya.

Janu menghela napas, kemudian berdiri. "Iya, nanti Janu tanyain manajer. Yaudah, Janu ke kamar dulu. Capek."

Tanpa mendengar balasan dari keluarganya, Janu pun beranjak dan naik ke lantai dua, menuju kamarnya. Ia lelah. Tak biasa keluarganya berkumpul selengkap ini aplagi semenjak Riga sudah tak ada bersama mereka.

Janu masih mendengar percakapan mereka yang sesekali tertawa. Ah, seandainya Riga masih ada bersama mereka. Janu tidak akan secanggung dan merasa terbeban seperti ini berada di antara mereka.

Janu membuka pintu kamar dan segera masuk. Meletakkan tas di atas meja, dan merebahkan tubuh tanpa menyalakan lampu. Jemarinya beralih mengecek notifikasi pada ponselnya. Namun, ia tak memedulikan hal itu. Ia segera beralih mencari kontak sang manajer dan men-dial tanpa basa-basi.

"Halo, kenapa, Nu?" Suara sang manajer terdengar begitu nyaring. Janu menghela napas.

"Aku boleh ketemu sama Egira?"

Mute ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang