- 13 -

1.2K 165 7
                                    

Lengan Riga tertarik kala ia hendak beranjak naik ke atas panggung.

"Sebaiknya lo di ganti sama Janu buat penampilan perpisahan ini. Lo sakit, Ga!"

Tatapan tajam Naviel tetap tak membuat Riga mundur.

"Mereka nonton, Viel. Aku gak bisa mengundurkan diri gitu aja." Riga menggeleng. "Apa kata ayah ibu kalau tau aku mundur?" lirihnya, lantas kembali melangkahkan kakinya ke atas panggung. Di ikuti oleh pemain keyboard dan gitaris dari band sekolah mereka. Tak lupa drummer seorang perempuan yang tampak menunduk mendengar perdebatan Riga dan Naviel.

"Kak Naviel bener, Kak Riga. Bukannya lebih baik di ganti sama Janu? Badan kakak panas, kakak juga keliatan ngatur napas banget. Kakak beneran gapapa?" tanya drummer yang notabene berada di kelas sebelas, satu tahun di bawah Riga dan Naviel.

Riga kembali menggeleng. "Gak bisa, Asa. Kakak harus tampil di depan orang tua kakak."

"Yasudah, ayo deh, Ga." Gitaris itu mengangkat suara. Ia tersenyum lembut sembari mengangkat gitarnya. "Kita kasih temen-temen dan para penonton penampilan terakhir kita."

Naviel hanya dapat menggeleng mendengar ucapan dari teman-temannya. Dengan berat hati, ia melepas Riga naik ke atas panggung. Meskipun, ia tahu bahwa Riga tidak sedang dalam keadaan terbaiknya.

Bunyi musik terdengar, Riga mulai melantunkan lagu bersemangat. Sorak sorai penonton terdengar jelas. Dan lagi, Riga dapat menangkap sosok kedua orang tua dan kedua kakaknya yang menonton tampilannya dengan bangga. Meskipun Riga tidak tahu bagaimana perasaan ayah dan ibunya. Karena, ekspresi mereka seperti menganalisis dengan serius.

Mute ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang