- 19 -

1.1K 164 10
                                    

Riga lagi-lagi hanya menatap kosong panggilan masuk dari Naviel dan Malya. Sama sekali tidak berniat untuk mengangkat panggilan tersebut. Maupun, meraih ponsel dan mengetik pesan balasan.

Ia hanya ingin bergelung di dalam selimut, dengan tirai apartment yang tertutup rapat, ruangan gelap, dan bau lavender yang menyeruak dari mesin pelembab ruangan.

Kantung mata terlukis jelas di bawah matanya. Pikirannya begitu kalut semalam, dan ia tak dapat tertidur. Tertidur pun hanya beberapa menit, dan kembali bangun karena mimpi buruk yang terus menerus menghantui.

Karenanya, kepala Riga sungguh pening pagi ini. Pemuda itu benar-benar tak ada niat untuk beranjak. Meskipun keringat dingin yang membasahi tubuhnya setiap terbangun telah mengering, membuatnya merasa lengket, ia tetap tak bergeming sedikitpun.

"Ck, dasar. Malu-maluin keluarga."

Kepala Riga kembali berdenyut. Terlintas wajah sang kakak sulung yang dulu berkata demikian. Membuat hatinya kembali sakit hanya karena mengingatnya.

Riga hanya terpikirkan, jika Janu akan menjadi kliennya, artinya, peluang ia bertemu dengan kedua kakak, maupun kedua orang tua yang telah mencampakkannya semakin besar.

Karena dulu, ketika Riga akan merilis lagu baru, salah satu dari mereka selalu mendampinginya.

Kepala Riga berdenyut untuk kesekian kali. Perlahan, jemari pemuda itu beranjak untuk menarik surai hitamnya. Air mata kembali menetes.

Ia membenci dirinya kala begitu lemah seperti ini. Kala emosinya begitu tak terkontrol.

"Riga, jawab gue."

Netra Riga melirik pada pesan yang baru saja masuk. Tertera nama Naviel di sana. Selang beberapa detik kemudian, tertera nama Malya yang juga mengirim pesan.

"Kak Riga, kakak kenapa? Dimana? Jawab chat kita, Kak."

Riga menatap layar ponsel dengan datar, dan kembali mencampakkannya. Membalikkan tubuh dan menarik selimutnya--menenggelamkan tubuh ke dalam selimut.

Biarkan Riga egois sekali saja.

......[🎶]

Naviel mendesah. Perasaannya begitu tak tenang sedari tadi. Bagaimana tidak? Riga tak mengabarkan apa-apa, dan dia bahkan tidak pergi ke kampus hari ini.

Dan lagi, semalam, Naviel mendapat chat yang begitu membuat jantungnya berdebar. Permintaan tolong dari Riga. Entah untuk apa dan kenapa. Namun, Naviel benar-benar tidak dapat berpikir jernih.

Tadi, ketika istirahat, ia bertemu dengan Malya yang ternyata juga menerima chat serupa. Sontak, kedua insan itu kebingungan dan khawatir.

Dan di sini Naviel. Melanjutkan kelas dengan perasaan campur aduk. Tak dapat berkonsentrasi sama sekali.

Semua chat yang ia kirim sama sekali tidak di balas. Jika di hitung, mungkin sudah puluhan chat yang ia kirim pada sang sohib.

Naviel mengadahkan kepala kala dosen pengajarnya keluar. Teman-teman sekelasnya sudah bersiap pergi.

Karena melamun sepanjang materi, ia sama sekali tidak sadar bahwa jamnya telah usai.

Naviel segera bergegas. Ia sudah berjanji dengan Malya untuk bertemu dengannya kala kelas usai. Dan kebetulan, kelas terakhir mereka hari itu usai bersamaan.

Ia melihat Malya yang berjalan tergopoh dari gedung fakultasnya. Padahal, gedung Malya dengan gedung Naviel, cukup jauh jaraknya.

"Kak Naviel, ayo cepet!" Malya terengah. Ia mengembuskan napas kasar.

Naviel mengangguk. "Ayo." Tanpa sadar, Naviel menarik lengan Malya. Membawanya berjalan lebih cepat.

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk tiba diparkiran dan menaiki mobil Naviel. Dengan segera, mobil Naviel melaju menembus keramaian sore itu.

"Kak, kak Riga bakal gapapa, 'kan?"

Naviel hanya dapat menelan ludah kala mendengar pertanyaan Malya. Ia tidak bisa berkata Riga baik-baik saja, karena, terakhir Riga seperti ini, sohibnya berakhir tak sadarkan diri.

"Kita liat aja."

Naviel memarkirkan mobil pada salah satu slot parkir yang masih tersedia di dalam gedung apartment Riga--lebih tepatnya, gedung miliknya.

Kedua insan itu berlari menaiki lift, dan ketika lift telah sampai pada lantai di mana kamar Riga berada, mereka kembali berlari.

Rasa khawatir mengalahkan rasa lelah mereka. Bahkan, Malya tampak begitu panik sesuatu terjadi pada Riga.

"Ini kamarnya," gumam Naviel, seraya menekan bel.

Dan tentu saja, tak ada balasan. Malya menatap Naviel penuh harap.

"Gimana ini kak? Kalo terjadi apa-apa sama kak Riga gimana?" gadis itu panik sendiri. Ia hampir saja menangis kala jemari Naviel mengusap punggungnya pelan.

"Tenang. Gue yang punya gedung ini. Kartu akses ada di tangan gue."

Meskipun di landa kepanikan yang luar biasa, Malya tetap terkejut. Sekali lagi, ia melihat sisi crazy rich seorang Naviel.

Naviel men-tap access card, dan pintu terbuka seketika. Ruangan gelap menyambut mereka. Begitu hening.

Malya semakin panik, dan Naviel tetap berusaha menenangkannya.

Tungkai mereka melangkah perlahan, menyusuri pantry, dan berakhir pada ruang tengah. Ruang tengah yang di sulap menjadi tempat tidur seseorang. Tirai yang tertutup rapat, serta kertas yang berserakan menyambut mereka.

Tak lupa, seorang pemuda yang meringkuk di balik selimut tebalnya di atas sofa. Tampak tertidur dengan tidak nyaman.

Namun, perlahan matanya terbuka. Pandangannya mengabur.

"Kak Riga, Kak Riga!" Malya mengguncang pelan tubuh Riga. Sedangkan Naviel, membuka tirai--membiarkan cahaya matahari senja menyeruak masuk.

Ia menatap nanar ruangan yang begitu berantakan. Kertas berserakan, minuman yang tumpah, alat tulis berceceran. Tak bisa dibayangkan, seharian ini, sohibnya tak bergerak sedikitpun.

Lantas, netranya beralih menatap Riga yang masih belum sepenuhnya sadar. Pemuda itu tampak begitu kacau. Wajahnya pucat, keringat dingin membasahi wajah dan kaus yang ia kenakan. Jangan lupakan mata yang membengkak di lengkapi dengan lingkaran hitam disekitarnya.

"Kak Riga gak papa?!" Teriakan heboh Malya kembali menyadarkan Naviel dari lamunannya.

Ia dapat melihat Riga yang mengangguk samar, di iringi napas yang berbunyi sedikit nyaring.

Belum sempat Naviel membuka mulut, Riga yiba-tiba saja menangis, dan Malya segera memeluknya.

"It's ok, Kak. Kita udah di sini. Kakak gak sendiri," ucap Malya lirih, seraya mengusap surai Riga yang basah.

Naviel hanya dapat menatap nanar.

Hei, apa yang terjadi, Ga?

One Day One Chapter Challenge#Day20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

One Day One Chapter Challenge
#Day20

Mute ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang