- 7 -

1.4K 189 19
                                    

Langkah Janu terhenti dan menatap nanar gedung di mana kakaknya—-Riga kuliah selama ini. Gedung itu sudah tampak sepi. Wajar saja, ini sudah hampir petang. Salahkan latihan choir yang selalu memakan waktu lama.

Janu menghela napas. Ia bahkan sempat melupakan fakta bahwa Riga kuliah di kampus yang sama dengannya. Kampus yang memiliki prodi musik terbaik seantero negeri. Juga fakta bahwa Riga sudah lebih dulu mendapat beasiswa yang terpaksa harus dicampakkan.

Janu mengembuskan napas kasar. Ia mengalihkan pandangan dan melangkah menuju parkiran. Entah kenapa, hari ini ia ingin berjalan melewati gedung sang kakak. Setelah semalam hatinya begitu sakit karena perkataan kedua kakaknya yang lain.

Dia aib keluarga kita.

Janu mendengkus. Kak Riga jadi seperti itu juga karena kalian. Batinnya berkata demikian.

Menjadi bagian keluarga yang tenar memang tidak semudah itu. Dulu, Janu dididik begitu keras. Bahkan, passion awal pemuda itu bukanlah di dunia tarik suara. Ia lebih memilih menjadi penulis. Namun, saat Janu menginjak SMA, keinginan itu di tolak mentah-mentah oleh keluarganya.

Ya, meskipun ia sudah memiliki bakat bernyanyi sedari kecil.

Janu masih tenggelam dalam pikirannya kala sebuah suara mengejutkannya.

"Janu?"

Pemuda itu mengangkat kepala. Menatap sosok di hadapannya dengan nyalang.

"Ada urusan apalagi?" tanya Janu dingin. Ia lantas mendengkus. "Masih mau cari masalah?"

Malya menelan ludah dengan kasar. "I'm sorry. Aku beneran gak tau apa yang terjadi di antara kalian. Aku kira kalian--"

"Kamu kira apa? Kami keluarga seleb selalu gak ada masalah?" Janu tersenyum miring. "You're wrong, Malya. Berhenti berharap aku dan kak Riga bisa bertemu. Dunia kami sudah berbeda."

Malya menatap nanar. Gadis itu menundukkan kepalanya. "Sorry," lirihnya. Ia dapat melihat kaki Janu yang mulai melangkah melewatinya.

"He's not my brother anymore, Malya."

Malya tercekat mendengarnya. Namun, Malya tidaklah tuli. Ia dapat mendengar Janu bergumam.

"Kapan aku harus berhenti bersandiwara seperti ini?"

Gadis itu menoleh, menatap punggung Janu yang mulai menjauh. Tatapan nanar terlukis pada wajahnya.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian berdua?"

Sekejap, Malya teringat akan Riga. Ia sudah bertemu dengan Janu dan mengetahui keadaannya. Bagaimana dengan Riga? Apa pemuda itu baik-baik saja?

Malya melangkah. Ia tahu ke mana harus mencari Riga. Pikirannya sangat berantakan hari ini. Ia bahkan tidak fokus dalam menerima materi.

Malya tak akan puas sebelum bertemu dengan Riga.

Malya menginjakkan kaki di taman beakang fakultas Riga. Ia berhenti sejenak sembari menimang-nimang. Sudah menjelang petang. Apa Riga masih di sana?

Gadis itu menggeleng, lantas kembali melangkah. Benar saja. Ia menemukan Riga yang sedang duduk dan bersandar pada bangku taman. Lengkap dengan note book dan pena pada jemari tangan kanannya, serta airpods pada telinga.

Pemuda itu nampak begitu tenang dan serius menulis pada note book di hadapan.

Malya tersenyum kecil. Ia melangkah lebih cepat, lantas menepuk pelan pundak Riga.

Mute ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang